Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun beberapa pesepeda asal Jogja itu masih betah mendekam di pondokan. Sungguh aneh. Apa mereka memang merencanakan bersepeda sambil berpanas-panas ria?
Namun ternyata dugaan itu salah. Salah satu di antara mereka berujar:
“Ini lagi nunggu giliran ngendog!”, sambil menanti kamar kecil itu tak berpenghuni
Ngendog (bahasa jawa) atau buang hajat adalah hal yang manusiawi. Bahkan kalau ada orang yang tak pernah buang hajat, bolehlah diragukan identitasnya sebagai manusia.
Aku tak perlu menjelaskan panjang lebar perkara urusan ngendog ini. Tapi yang jelas, ngendog itu bergantung pada dua hal, waktu dan tempat.
Aku sebut waktu, soalnya ada beberapa orang yang bakal mendapatkan “panggilan alam” di pagi hari atau selepas makan. Sebab, ketika bersepeda bareng, kami kerap berhenti untuk menunggu kawan yang mendadak harus menjawab “panggilan alam”.
Nah, permasalahan utamanya adalah tempat. Sebab, tak jarang kami bersepeda blusukan ke daerah minim pemukiman. Jadi lumrah kalau sekiranya kami cemas:
“Nanti kalau tiba-tiba ada yang mau ngendog, enaknya ngendog di mana nih?”
Hanya ilustrasi dan rekayasa, jangan mikir yang macam-macam
Berbeda dengan saat naik kendaraan bermotor. Ketika bersepeda, organ tubuh–di sekitar perut–aktif bergerak, sehingga membuat “panggilan alam” itu semakin makin nyaring. Apalagi kalau sedang melahap tanjakan. Untuk urusan yang satu ini, memang ada baiknya berhenti dan menuntaskan “panggilan alam” tersebut.
SPBU adalah lokasi yang paling kondusif. Disusul masjid atau mushalla. Namun, tak semua orang nyaman ngendog di tempat ibadah. Oleh sebab itu, ada beberapa yang memilih “menjajah” rumah warga.
Bagi kami yang tergolong musafir ini, kendala mencari kamar kecil adalah suatu hal yang cukup lumrah. Jadi, jangan heran kalau kami benar-benar memaksimalkan tempat yang ada kamar kecil gratisnya, seperti yang kuceritakan di awal artikel ini, hehehe.
Tapi, kalau di tempat-tempat umum, semacam lokasi wisata malah nggak terdapat kamar kecil, kan ya malah aneh? Seperti yang dilansir oleh harian Kompas perihal minimnya kamar kecil di seputar Jl. Malioboro. Bahkan, sebagian besar toilet di tempat-tempat umum kondisinya “mengenaskan”, bikin tak semangat untuk “membongkar muatan”.
Kamar kecil di Candi Borobudur aja kayak begini? duh!
Aku kurang paham. Kenapa untuk urusan lokasi ngendog ini seakan dianak-tirikan begitu saja? Bukankah ngendog adalah rutinitas yang manusiawi? Kalau kondisinya terus-menerus seperti ini, mungkin kita semua harus bersiap membenahi kamar kecil di rumah kita masing-masing. Siapa tau, ada yang bertamu untuk ikut numpang ke kamar kecil.
Pembaca juga pernah kesulitan mencari lokasi yang kondusif?
NIMBRUNG DI SINI
Nek spbu, spbu pertamina timur lempuyangan..mantep kamar mandine...tapi justru karena merupakan t4 umum, yg ngrawat kurang..jempolan
Memaknai arti hidup dalam seraingkaian khilaf dan dosa…..
Lisan kadang tak terjaga,….
Jannikadang terabaikan,……
Hati kadang berprasangka,….
Sikap kadang menyakitkan,…..
Harapan ini akan menjadi indah…..
Jika maaf & silahturrahim ada diantara kita.
Selamat menempuh bulan suci Ramadhan 1431 Hijriah.
Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga Allah selalu memberikan
Taufiq, Hidayah, Maghfirah dan Ridho-Nya untuk kita semua.
Amiiiii….n !
tutupi dong empring, ben garing
bener banget, saya setuju dengan beberapa kalimat terkahir... ngendog
adalah kebutuhan manusia yang harus dianakkandungkan...
salam akrab dari burung hantu
http://blog.beswandjarum.com/denus/2010/08/05/standing-sex-malu-
maluin-kota-palembang/
nggilani!