Ketika sedang bersepeda di Jl. Basuki yang masih satu kawasan dengan Jl. Taman Siswa di sekitaran Kelurahan Wirogunan, aku bertemu dengan suatu rumah unik. Rumah yang bagus sih menurutku. Dari bentuknya, rumah ini terkesan seperti rumah tua, tapi bukan rumah tua seperti rumah-rumah peninggalan orang Belanda.
Internet rupanya punya informasi tentang rumah unik yang aku temui itu. Rumah (gaya) jengki adalah sebutan untuk rumah tersebut. Kata jengki ini sepertinya berasal dari lidah orang Indonesia melafalkan kata Yankee, yang punya arti sebagai kata yang lazim digunakan oleh orang Inggris untuk menyebut orang Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, kata jengki identik dengan suatu gaya penampilan yang beralih ke gaya modern Amerika. Ini merupakan suatu gebrakan baru setelah sekian lamanya gaya penampilan yang dianut orang Indonesia selalu merujuk ke orang-orang Belanda. Kata jengki ini pun akhirnya melekat ke berbagai benda yang memiliki penampilan layaknya gaya modern Amerika Serikat, seperti celana jengki, mobil jengki, sepeda jengki, dan banyak lainnya termasuk rumah jengki.
Di Indonesia, gaya jengki mengalami puncaknya pada kurun tahun 1960 hingga 1970, satu masa ketika budaya pop rock ala The Beatles merajai dunia. Dengan demikian, bisa jadi rumah unik ini dibangun pada kurun tahun 60-an atau 70-an. Oleh sebab itu, mungkin karena usia rumah ini dianggap belum terlalu “tua”, jadi tidak terpasang papan benda cagar budaya di halaman rumah.
Berikut adalah beberapa perbedaan antara rumah jengki dengan rumah peninggalan orang Belanda (selanjutnya disebut sebagai rumah tua Belanda).
- Secara umum, tampak luar rumah tua Belanda berbentuk kotak, sedangkan tampak luar rumah jengki umumnya tidak berbentuk kotak. Tampak luar bangunan rumah jengki yang aku temui ini lebih mirip segi lima.
- Bentuk atap rumah jengki lebih sederhana dibandingkan bentuk atap rumah tua Belanda. Jika bentuk atap rumah tua Belanda mirip bukit-bukit, maka bentuk atap rumah jengki mirip pelana (tempat duduk) kuda, umumnya hanya terdiri dari dua sisi miring yang posisinya berkebalikan.
- Di bagian muka rumah, rumah tua Belanda memiliki bagian “dahi atap” yang cenderung tertutup, mirip orang dengan gaya rambut poni yang menutupi dahi. Di lain sisi, rumah jengki memiliki bagian “dahi atap” yang terekspos, mirip orang dengan gaya rambut belah tengah. Bagian “dahi atap” yang terekspos ini umumnya dipasangi lubang-lubang angin dalam jumlah yang lumayan banyak.
- Dinding luar rumah tua Belanda umumnya tegak dengan sudut-sudut yang tegas kaku seperti kotak atau trapesium. Di lain sisi, dinding luar rumah jengki umumnya memiliki aksen miring.
- Dinding luar rumah tua Belanda umumnya tidak terlalu dihiasi dengan ornamen susunan batu alam. Kalaupun ada hiasan, bagian dinding yang dihias umumnya minimalis, kurang lebih sepertiga tinggi dari dasar dinding. Di lain sisi, dinding luar rumah jengki umumnya dihiasi dengan ornamen susunan batu alam yang lumayan masif, bahkan satu dinding bisa penuh berhiaskan susunan ornamen batu alam.
- Rumah tua Belanda memiliki teras di muka rumah yang strukturnya menyatu dengan bangunan utama. Di lain sisi, rumah jengki memiliki teras di muka rumah yang terkesan terpisah dengan bangunan utama dikarenakan dinaungi oleh suatu bangunan atap yang ditopang oleh sejumlah kolom. Gaya teras rumah jengki biasa disebut sebagai portico.
Rumah tua Belanda dan rumah jengki adalah dua dari sekian banyak jenis bangunan yang mewarnai khazanah arsitektur Indonesia. Karena bangunan-bangunan ini tergolong tua, jelas bahwa untuk ke depannya akan membutuhkan banyak perawatan yang tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Semoga saja, bangunan-bangunan tua ini, termasuk rumah jengki, masih tetap dapat disaksikan oleh para generasi muda sebagai pengingat suatu masa yang pernah terjadi di Indonesia.
Referensi: Arsitektur Jengki, Perkembangan Sejarah yang Terlupakan oleh Imam Santoso
NIMBRUNG DI SINI