Hari Natal (26/12/2018) adalah hari raya umat Kristiani. Di Indonesia, hari Natal jelas tergolong hari libur nasional alias tanggal merah. Itu artinya, para pekerja (umumnya) libur! Jadi, dengan demikian, ini saatnya menyambangi Stasiun Kedundang! #senyum.lebar
Eh, Stasiun Kedundang?
Stasiun Kedundang adalah stasiun kereta api nonaktif (mati) yang terletak di Dusun Trukan, Desa Kulur, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Makanya, kunjungan ini disebut ziarah. #senyum.lebar
Sedangkan Kedundang itu adalah nama desa yang bertetangga dengan Desa Kulur. Karena itulah sebetulnya pemberian nama Stasiun Kedundang kurang tepat. #hehehe
Untuk menuju ke Stasiun Kedundang bisa dengan menyusuri rel kereta api dari Stasiun Wates ke arah barat. Melewati Jl. Kedundang, kemudian mengambil cabang jalan tanah pinggir sawah yang ditandai dengan papan aset PT Kereta Api Indonesia.
Seperti yang terlihat pada foto di bawah, bangunan Stasiun Kedundang amat sangat nggak terawat. Lebih tepatnya terbengkalai.
Terus, kenapa harus mengunjungi Stasiun Kedundang pas hari Natal?
Yah, sebetulnya bukan kenapa-kenapa sih. #hehehe
Katanya kan Stasiun Kedundang bakal direvitalisasi seiring dengan pembangunan jalur kereta api menuju bandara Yogyakarta yang baru (NYIA). Dengar-dengar, April 2019 ditargetkan NYIA sudah beroperasi.
Oleh sebab itu, seumpama pada Desember 2018 ini sedang berlangsung proyek revitalisasi Stasiun Kedundang, mungkin pas Natal di sana bakal sepi karena pekerjanya libur. Tapi kenyataannya, stasiun ini masih dalam kondisi yang mengenaskan. #duh
Karena Stasiun Kedundang sepi, jadinya enak deh untuk motret-motret. #hehehe
Kapan lagi coba bisa memotret bangunan tua yang terbengkalai seperti ini? Kalau Stasiun Kedundang sudah direvitalisasi, bisa jadi kesan antiknya bakal lenyap.
Maka dari itu, mumpung ada kesempatan, mari mengabadikan Stasiun Kedundang dalam kondisinya yang tua nan terlantar.
Sedih? Ya sedih lah.
Seenggaknya “sedikit” dirawat seperti Stasiun Maguwo lama itu lah.
Sebagaimana umumnya stasiun tua, Stasiun Kedundang turut menyimpan cerita-cerita sejarah. #senyum.lebar
Pada peta “Spoor en Tramkaart van Java” yang terbit tahun 1896, nama Stasiun Kedundang sudah termuat. Hanya saja, pada waktu itu Stasiun Kedundang berstatus sebagai Halte Kedundang.
Stasiun Kedundang diperkirakan dibangun pada tahun 1877 bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Yogyakarta hingga Maos (Cilacap). Pembangunnya adalah perusahaan Staatsspoorwegen (biasa disingkat sebagai SS).
Pada buku “Officieele Reisgids der Spoor en Tramwegen en aan Sluitende Automobieldiensten op Java en Madoera” edisi 1 Mei 1926, tercatat bahwa Stasiun Kedundang sering disinggahi kereta yang beroperasi pada rute Yogyakarta – Kroya dan Yogyakarta – Kutoarjo.
Pada zaman Belanda, kereta yang melewati Stasiun Kedundang adalah kereta uap. Warga setempat menyebut jenis kereta itu sebagai sepur bumel atau sepur grenjeng.
Sayangnya, seiring dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan pribadi, kejayaan Stasiun Kedundang pun memudar. Lambat laun, stasiun ini nggak lagi difungsikan sebagai tempat menaik-turunkan penumpang.
Menjelang akhir hayatnya, Stasiun Kedundang hanya difungsikan sebagai stasiun persilangan ketika jalur Yogyakarta – Kutoarjo masih berwujud single track. Stasiun ini resmi dinonaktifkan pada 21 Juli 2007 seiring rampungnya proyek double track jalur Yogyakarta – Kutoarjo. Karena rel kereta sudah double track, maka sudah nggak ada persilangan kereta di Stasiun Kedundang.
Berhubung “baru” 11 tahun ditinggalkan, maka dari itu rusaknya bangunan Stasiun Kedundang (masih #hehehe) belum terlalu parah. Yaaa… kalau dilihat sepintas tembok-temboknya masih kokoh, catnya belum mengelotok, atapnya belum ambruk, dan keramik lantainya masih mulus.
Yang sangat memprihatinkan dari bangunan Stasiun Kedundang paling langit-langitnya yang sudah pecah. Eh, tapi kok pas di sana nggak ada pecahan langit-langit yang berserakan di lantai ya? Apa mungkin sudah pernah dibersihkan?
Lagi-lagi, apabila diperhatikan secara sepintas, wujud bangunan Stasiun Kedundang terkesan modern. Terutama dari cat di tembok dan juga lantai yang dikeramik. Mungkin karena baru dinonaktifkan pada tahun 2007, jadi sebelum waktu itu bangunan stasiun pernah diremajakan.
Pada jurnal “Pendekatan Penilaian Properti untuk Estimasi Nilai Sewa Tanah dan Bangunan PT. KA (Persero) Daop VI Guna Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta” karya R. Edi Rianto, disebutkan bahwa Stasiun Kedundang dibangun pada tahun 1926. Tapi, sepengamatanku gaya bangunan Stasiun Kedundang mirip dengan gaya bangunan stasiun yang dibangun pada tahun 1950-an, contohnya Stasiun Palbapang.
Selepas tahun 1926 sepertinya bangunan Stasiun Kedundang masih dikembangkan lagi. Di sisi timur bangunan stasiun berdiri bangunan tambahan yang sepertinya difungsikan sebagai ruangan Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA). Terlihat bahwa jendela timur bangunan stasiun berbatasan langsung dengan bangunan tambahan tersebut.
Bangunan asli Stasiun Kedundang sendiri terdiri dari 4 ruangan. Para pengunjung stasiun masuk melalui gerbang utama yang terhubung dengan ruang tunggu penumpang. Di tembok sisi timur ruang tunggu ini terdapat satu jendela kecil yang difungsikan sebagai loket tiket.
Terhubung di utara ruang tunggu penumpang adalah peron. Terlihat bahwa peron Stasiun Kedundang masih berwujud peron rendah. Jarak dari peron ke rel juga cukup jauh. Mungkin ini dikarenakan Stasiun Kedundang nggak lagi difungsikan untuk menaik-turunkan penumpang.
Selain ruang tunggu penumpang, ada tiga ruangan lain yang terhubung dengan peron. Ketiga ruangan ini hanya dapat diakses oleh para pegawai stasiun dengan melewati peron.
Ruangan yang bersebelahan persis dengan ruang tunggu penumpang adalah ruangan yang digunakan pegawai stasiun untuk menjual tiket. Dulu, mungkin ruangan ini juga digunakan oleh para pegawai administrasi. Untuk memudahkan, aku sebut ruangan ini sebagai ruangan administrasi. #senyum.lebar
Di sebelah timur ruangan administrasi adalah ruangan yang ukurannya lebih kecil. Selain melalui peron, ruangan kecil ini terhubung dengan ruangan administrasi melalui lubang pada tembok.
Menurut pengamatanku, lubang pada tembok ini dibuat secara kasar (nggak mempertimbangkan estetika). Kemungkinannya ada dua. Pertama, dulu pada lubang ini terdapat pintu, tapi kemudian pintu tersebut dipindahkan. Kedua, lubang ini dibuat oleh orang-orang nakal setelah Stasiun Kedundang terbengkalai. #hehehe
Aku menduga ruangan kecil di sebelah ruangan administrasi ini digunakan oleh kepala stasiun. Di salah satu sisi tembok ruangan ini terlihat adanya bekas struktur semacam pilar. Apa mungkin dulu ruangan administrasi dan ruangan kepala stasiun itu menyatu ya?
Ruangan terakhir yang berada di sisi paling timur bangunan asli Stasiun Kedundang aku duga adalah gudang. Ukuran ruangan ini jauh lebih kecil dari ruangan kepala stasiun dan ruangan administrasi. Lantainya pun nggak dilapisi keramik.
Udara di ruangan gudang lebih pengap karena keluar-masuknya udara hanya berasal dari satu lubang ventilasi yang menghadap ke peron. Dua lubang ventilasi dan satu jendela besar yang terdapat di tembok sisi timur nggak lagi berfungsi karena tepat di sebelahnya berdiri tembok ruangan PPKA tambahan.
Dari jendela kecil di selatan ruangan PPKA, terlihat pemandangan halaman depan Stasiun Kedundang yang… rimbun tertutup semak-semak lebat. #hehehe
Di halaman depan Stasiun Kedundang terdapat beberapa bangunan yang terpisah dengan bangunan utama. Ada sumur, kamar mandi umum, dan rumah genset. Menurut jurnal di atas, kamar mandi umum dan rumah genset dibangun pada tahun 1990. Rumah genset sepertinya masih difungsikan.
Pada jurnal disebutkan pula bahwa di dekat Stasiun Kedundang berdiri dua rumah dinas yang keduanya dibangun pada tahun 1950. Tapi, berhubung semak belukar menutupi jalan menuju ke sana… jadi ya malas deh buat mendekat. Bakal repot nanti seumpama disapa makhluk yang nggak diharapkan. #hehehe
Oh iya, bangunan Stasiun Kedundang juga dilengkapi dengan toilet lho! Toilet ini terletak di belakang ruangan gudang.
Bentuk toiletnya terkesan lawas. Lantainya nggak dilapisi keramik. Mungkin toilet ini dibangun pada tahun 1926 ketika bangunan utama Stasiun Kedundang direnovasi.
Di dalam toilet terdapat bak air yang bersebelahan dengan kloset yang terbuat dari semen. Di tembok dekat bak air nggak terlihat adanya keran air. Mungkin dulu untuk mengisi bak air harus menimba dari sumur.
Sepertinya, dulu toilet ini sempat digunakan bersama-sama oleh pegawai stasiun dan pengunjung. Tapi, setelah dibangun kamar mandi umum di dekat sumur, maka toilet ini hanya digunakan oleh pegawai stasiun.
Akses menuju ke toilet ini adalah melalui jalan setapak di halaman depan stasiun. Bisa juga dengan melewati peron kemudian menyusuri tembok luar bangunan tambahan PPKA.
Nggak bisa dipungkiri, Stasiun Kedundang masih menyimpan bermacam cerita yang menanti untuk dikuak. Sayang, pada waktu itu kami nggak bertemu dengan warga setempat yang mungkin memiliki cerita-cerita menarik.
Semoga jika kelak Stasiun Kedundang jadi direvitalisasi sebagai stasiun bandara NYIA, jejak-jejak sejarah yang ada di sana nggak lenyap tergusur modernisasi.
Aamiin.
NIMBRUNG DI SINI
-
#IGNORE DR H SETO PRASETYOSelasa, 25 Feb 2020, 10:00 WIBkeep kompaxx and solid cuy