Sabtu (18/11/2018) yang lalu, Rini memandu aku dan Dwi jalan-jalan melihat-lihat bangunan-bangunan tua di Dusun Sewugalur. Mulai jalan-jalannya sekitar pukul 5 sore. Selesainya ketika azan Magrib berkumandang.
SILAKAN DIBACA
Setelah menunaikan salat Magrib di Masjid Al-Mustofa, Rini mengajak makan malam. Katanya, makanannya orang Sewugalur zaman dulu. #senyum.lebar
Jadilah dengan membuntuti sepeda motor Rini, melajulah kami ke suatu warung makan. Letaknya persis di seberang Pasar Mbabrik Sewugalur. Di tembok depan warung terpajang papan bertuliskan Bakmi Lethek Jog Dhe Mbabrik 1969.
Kami pun masuk ke warung. Pengunjungnya masih nihil. Sesaat kemudian bapak pemilik warung datang menyambut dari dapur. Baru buka katanya. Sudah bisa memesan juga katanya.
Oh, rupanya tadi bapak warung juga salat Magrib di Masjid Al-Mustofa. Beliau juga melihat kami memotret-motret bangunan-bangunan tua. Wah, jadi nggak enak. #hehehe
Dua porsi bakmi godhog dan dua gelas teh panas manis pun dipesan. Oleh sebab siang tadi kami baru menyantap mie instan, jadinya Dwi nggak kuat kalau harus menyantap seporsi bakmi utuh. Alhasil, aku dan Dwi sepiring bakmi berdua deh. #senyum.lebar
Sambil menunggu pesanan terhidang, mataku jelalatan mengamati suasana warung. Menurut pengamatanku #maaf suasana warungnya terkesan jadul. Dindingnya dari anyaman bambu. Begitu pula dengan langit-langitnya. Nggak jauh beda dengan rumah zaman dulu.
Di dalam warung tertata banyak perabot kayu. Di atas lemari kayu di dekat dapur, bertengger rangka (frame) sepeda federal. Sepertinya, bapak warung menggemari sepeda. Di teras warung terparkir sepeda federal dan sepeda lipat yang catnya masih kinclong.
Handie talkie (HT) yang terus-menerus menyiarkan obrolan turut mengiringi irama aktivitas memasak sang bapak di dapur. Mungkin bapak warung juga berafiliasi dengan sesuatu kelompok yang berkomunikasi menggunakan HT.
Selain sepeda dan HT, sepertinya bapak warung juga hobi memancing. Di balik pintu warung tersimpan joran. Di tembok depan juga tertempel poster lomba memancing lele.
Menarik juga ya kegemarannya bapak pemilik warung ini. #senyum.lebar
Setelah sekian belas menit menunggu, datanglah pesanan yang dinanti-nanti. Apalagi kalau bukan bakmi lethek godhog. Nyam! #senyum.lebar
Makanan yang disebut sebagai mie lethek adalah mie yang dibuat dari singkong. Sebelum dimasak warnanya putih butek. Bentuknya tipis halus. Mirip bihun, tapi sedikit lebih besar.
Bakmi lethek godhog Jog Dhe Mbabrik diracik dari mie lethek, kubis, telur, dan suwiran ayam. Nggak ketinggalan pula rajangan daun bawang, taburan daun seledri, serta bawang goreng.
Sepengecapanku, bumbu bakmi lethek godhog-nya mirip-mirip bumbu bakmi Jawa godhog. Bawang putih dan kemiri terkecap jelas. Sepertinya turut diberi sedikit rajangan cabai rawit. Walau begitu rasanya nggak terlampau pedas.
Kuah bakmi godhog-nya gurih dan menyegarkan. Aku suka dengan kuah bakmi seperti ini. Nggak pekat berbau amis telur seperti bakmi Jawa godhog pada umumnya.
Perlu diperhatikan, teh panas manis yang kami pesan sangat mengesankan! Tehnya dihidangkan oleh bapak warung seusai beliau menghidangkan bakmi godhog.
Saat menatap wujud cangkir teh (padahal cangkir hadiah produk kopi sih #hehehe), seketika aku membayangkan teh ini disajikan dari masa lampau. Aku juga membayangkan, betapa amboinya jika gulanya adalah gula batu. Eh, ternyata tehnya benar-benar memakai gula batu! #senyum.lebar
Cangkir kaleng berukuran kecil turut mendampingi hadirnya cangkir teh manis panas. Cangkir kaleng ini isinya teh untuk isi ulang. Cam-caman kalau bahasanya Dwi. #hehehe
Satu yang pasti, rasa teh panasnya legit mantap jaya! Istimewa! #senyum.lebar
Ini jujur ya! Bukan alay melebih-lebihkan!
Ini adalah salah satu teh manis panas terbaik yang pernah aku minum selama hidup di Yogyakarta.
Cobalah! #senyum
Aku memberi nilai 8 dari 10 untuk bakmi lethek godhog Jog Dhe Mbabrik. Ini adalah sajian mie tradisonal khas Jogja yang wajib dicoba jika ingin menyantap bakmi godhog dengan wujud yang berbeda.
Harganya pun murah. Cukup membayar Rp10.000 per porsi untuk bakmi lethek godhog dan Rp2.500 untuk secangkir teh manis panas. Murah banget kan dibandingkan dengan harga bakmi di Jakarta? #senyum.lebar
Baik bakmi lethek godhog maupun teh manis panasnya seakan menyimpan cerita masa lampau Dusun Sewugalur. Cerita-cerita itu seakan-akan keluar ketika kita menyantap hangatnya bakmi lethek godhog dan menyesap manisnya teh panas.
Sungguh suatu sajian yang tepat sebagai penutup jalan-jalan sore menapak tilas sejarah di Dusun Sewugalur. #senyum
Sehabis makan dan menjajal sepeda motor barunya Rini, aku dan Dwi pun bertamu ke rumahnya. Kebetulan, sejak selesai salat Magrib tadi aku kepingin pipis. #eh
KATA KUNCI
- bakmi godhog
- bakmi jawa
- bakmi lethek
- bakmi lethek jogdhe mbabrik
- bakmi rebus
- dwi susanti
- gula batu
- handie talkie
- karangtengah
- kuliner
- kuliner kulon progo
- kuliner tradisional
- kuliner tradisional yogyakarta
- kuliner yogyakarta
- kulon progo
- malam
- masjid al-mustofa
- pasar mbabrik
- pasar mbabrik sewugalur
- pasar sewugalur
- rini
- rumah tua
- sewugalur
- teh panas
- temon
- warung tradisional
- warung tua
- warung zaman dulu
masaknya juga tradisional pakai tungkuk dulul. inget banget jaman dulu sering diajak
kesini sama simbah. tapi sekarang udah beda karena sekarang anaknya yang jualan...
lewat depan warung ini,,, jd pengen nyobain
mie nya tp lg merantau di pulau sebrang 😥
😥 masuk wishlist kalau pulkam nanti
Aku jadi pingin minum tehnya lagi deh. Bukannya alay atau lebay ahaha tapi pancen tehnya
nak banget.