Aku dan Sang Otaku sama-sama hobi keluyuran di pasar. Pada Sabtu (10/12/2016) silam, berhubung rute pulang dari Pantai Glagah melewati Kota Wates, kami pun menyempatkan mampir sebentar ke Pasar Wates. #senyum.lebar
Eh, yang disebut sebagai Kota Wates itu sebetulnya adalah kota kecamatan, bukan kota setingkat kabupaten. Tapi, karena Wates itu adalah ibu kota Kabupaten Kulon Progo, jadi ya aku pribadi menyebut Wates sebagai kota di Kulon Progo. #senyum.lebar
Pasar Wates terletak di Jl. Diponegoro. Dulu, aku beberapa kali lewat depan sana. Tapi, karena akunya jarang keliaran di Wates, jadinya agak-agak lupa sama jalannya. Jadilah pada siang hari itu perjalanan ke pasar dua lantai itu sedikit dibumbui adegan nyasar. #hehehe
Eh, jebul ternyata, ke Pasar Wates itu bisa lewat cabang jalan kecil di dekatnya Terminal Wates, toh. #senyum.lebar
Kami tiba di Pasar Wates sekitar pukul setengah 12 siang. Sungguh waktu yang teramat kesiangan bagi orang yang hendak belanja ke pasar. #hehehe
Oleh sebab itu, wajar sekiranya kalau nggak ada harapan yang muluk. Banyak kios tutup itu sudah nasib yang harus diterima.
Pokoknya, yang penting punya pengalaman melihat-lihat isinya Pasar Wates sekaligus mengabadikan sudut-sudutnya. Siapa tahu di kemudian hari Pasar Wates direnovasi, sehingga pemandangan seperti foto-foto di artikel ini tinggal kenangan.
Pemandangan gang di antara kios-kios yang sudah tutup rupanya bagus juga difoto. Kesannya, mirip pasar yang sepi dan terabaikan gitu.
Aku ya sempat gumun. Kok di salah satu gang kios di lantai 2 bisa ada sepeda onthel tua yang terpakir. Hooo, rupanya lantai dua Pasar Wates terhubung dengan area parkir kendaraan. Pantas saja sepeda bisa masuk ke sini. #senyum.lebar
Selama keliling-keliling di Pasar Wates nggak ada satu pun terlihat penjual jajanan tradisional. Mungkin karena sudah siang jadinya mereka sudah pada pulang. Sang Otaku pun nggak dapat santapan manis-manis.
Karena kebetulan pas itu lewat depan ibu penjual ikan pindang, jadi ya sekalian saja aku beli makanannya para pasukan berkumis. Empat keranjang ikan pindang yang seluruhnya berisi total 8 ikan dihargai Rp12.000 oleh si ibu. Kata beliau, harga ikan pindang baru mahal.
Kondisi seperti ini agak mengenaskan juga sih. Soalnya, walaupun harga ikan sedang mahal, tapi yang menyantapnya malah para kucing. Majikannya malah makannya cuma tahu dan tempe. #hehehe
Ada juga kejadian yang menarik di Pasar Wates. Pada waktu itu aku sedang motret-motret gang dekat kios perhiasan (toko emas). Tiba-tiba, seorang ibu pedagang (sepertinya pemilik kios) mengajak aku ngobrol.
Si ibu tanya, apa aku sedang motret untuk tugas kuliah. Aku jawab, bukan.
Si ibu tanya lagi, aku kuliah di mana. Aku jawab, sudah lama lulus kuliah.
Si ibu tanya lagi, apa aku sudah kerja. Aku jawab, sudah.
Si ibu tanya lagi, apa kerjaku wartawan. Aku jawab, bukan.
Si ibu tanya lagi, kalau begitu untuk apa aku motret-motret. Aku jawab saja, hobi. #hehehe
Si ibu tanya lagi, hobi apa. Aku jawab, nge-blog Bu.
“Nge-blog itu apa?” tanyanya kemudian. #senyum.lebar
Jadi begitulah yang terjadi pada Sabtu siang yang lalu. Ketika seorang bloger jalan-jalan ke Pasar Wates dan kemudian berakhir menjelaskan tentang apa itu blog kepada seorang ibu paruh baya. #senyum.lebar
Tapi, kok ya malah jadi kepikiran. Jalan-jalan, terus motret-motret, terus dilanjut menulis, dan diakhiri menerbitkan tulisan tersebut di internet itu bisa digolongkan sebagai hobi nggak ya?
heuheuheu