Di struk tertulis namanya Sup Tutut. Harga seporsinya Rp10.000 yang mana itu termasuk harga yang lumayan murah dari sekian banyak pilihan lauk di Warung Nasi Ampera, yaitu rumah makan Sunda di Kota Bandung, Jawa Barat yang buanyak banget cabangnya.
Pada hari Minggu sore (12/2/2017) yang lalu aku diajak Bapak dan Ibu mampir ke cabang Warung Nasi Ampera di Jl. Pajajaran No. 133. Kebetulan banget perut minta diisi setelah pada pagi-siang harinya menempuh perjalanan panjang naik kereta api dari Kota Jogja.
Lauk yang beraneka macam wujud dan aromanya datang menyambut begitu memasuki Warung Nasi Ampera. Ragam pilihan lauknya boleh dibilang 11-12 dengan warung makan penyetan yang banyak bertebaran di kawasan kos-kosan mahasiswa di Jogja. Misalnya ya tahu, tempe, telur, ayam, ikan, udang, dan lain sebagainya.
Konsep bersantapnya adalah pelanggan mengambil sendiri makanan penggugah selera yang tersaji itu sesuai dengan jumlah porsi yang diinginkan. Sebelum mulai disantap, apa-apa makanan yang diambil itu terlebih dahulu harus dibayar di kasir. Lagi-lagi, mirip banget konsepnya dengan warung makan prasmanan yang bertebaran di Jogja.
Bedanya, karena Warung Nasi Ampera ini adalah warung rumah makan Sunda, jadinya di sini menyediakan sayuran dan daun-daun mentah yang biasa disebut sebagai lalapan. Enaknya, lalapan dan juga beraneka macam sambal termasuk ke dalam kategori makanan gratis yang boleh diambil sesuka hati! Nyam! #senyum.lebar
Seperti judul artikel ini, karena bosan dengan pilihan lauk yang biasa aku temui di warung makan prasmanan mahasiswa, maka dari itu aku memilih sup tutut sebagai lauk bersantap nasi. Sayang banget nasinya nggak boleh ambil sendiri #sedih. Porsi nasinya juga lumayan sedikit buat kapasitas perutku. #hehehe
Dalam pandanganku sup tutut adalah makanan yang unik. Aku juga penasaran sama rasanya sehingga bikin aku bertanya-tanya. Kok di Jogja nggak ada ya makanan yang seperti ini? Padahal kata si teteh pelayan, tutut itu hanya sebatas keong sawah lho!
Hmmm, mungkin sup tutut kurang begitu populer dikarenakan ada pandangan bahwa keong sawah alias tutut yang punya nama latin Pila ampullacea ini menjijikkan sehingga haram dimakan #wew. Tapi, karena aku tergolong orang yang menganggap tutut sebagai hewan yang menggoda selera, jadinya ya halal deh buat dimakan, hahaha. #senyum.lebar
Sup tutut ala Warung Nasi Ampera disajikan di dalam mangkuk kecil. Sebelum dihidangkan di meja makan, si teteh pelayan memanaskan sup tututnya terlebih dahulu di dapur. Alhasil, rasanya semakin nendang dan bikin lidahku keselomot alias terbakar karena menyeruput sup yang panas. #hehehe
Aku jadi bingung antara mau menyeruput kuah sup yang agak pedas tapi panas atau menyantap tutut-tutut yang direbus secangkang-cangkangnya. Setelah mempertimbangkan melodi perut yang sulit untuk dibungkam, akhirnya pilihan jatuh kepada menyantap tutut dengan mengesampingkan kuahnya. #senyum.lebar
Sebagai manusia yang baru pertama kali menyantap sup tutut, jelas aku kebingungan bagaimanakah cara menyantap si hewan moluska ini. Apakah cangkangnya diremukkan seperti menyantap kepiting? Apakah isi cangkangnya disedot dari lubang cangkangnya? Ataukah gimana?
Maklum, di meja nggak ada panduan langkah-langkah menyantap sup tutut bagi pemula. Mau bertanya ke teteh pelayan kok ya malu karena usia yang sudah menginjak 30 tahun #apa.hubungannya. Jadi bingung kan ya?
“Dagingnya dicongkel pakai tusuk gigi saja Le,” kata Ibu disela-sela beliau makan.
Hooo, rupanya saran dari ibunda tercinta adalah solusi jitu bersantap sup tutut bagi pemula. #senyum.lebar
Untung di meja makan tersedia sejumlah tusuk gigi. Jadinya, proses mencongkel daging tutut dari cangkangnya pun berlangsung mulus tanpa perlu khawatir dengan tusuk gigi yang patah. #senyum.lebar
Menurut mulutku, tekstur daging tutut ini nggak jauh berbeda dengan daging kerang yang kian langka dijumpai di angkringan dalam wujud sate. Menurutku ya, ada baiknya mencongkel banyak daging tutut terlebih dahulu untuk kemudian dicemplungkan semuanya ke dalam kuah sup. Jadinya ketika menyendok kuah sup ya ada ketambahan daging tututnya gitu. #senyum.lebar
Enak lah pokoknya sup tutut ini. Tapi, karena ini lauk berkuah banyak jadinya nggak bisa dimakan dengan tangan kosong alias harus memakai bantuan sendok.
Singkat penilaian, sup tutut adalah makanan unik yang wajib dicoba bagi orang yang nggak menganggap tutut itu haram dimakan. #senyum
Sebagai bonus, harga makanan lain yang kami santap di Warung Nasi Ampera bisa disimak pada tabel di bawah ini.
Nasi Putih | Rp5.455 |
Nasi Liwet | Rp5.909 |
Nasi Bakar | Rp10.910 |
Perkedel Jagung | Rp3.182 |
Tahu Goreng | Rp3.182 |
Gepuk (daging sapi) | Rp16.818 |
Ikan Mas Goreng | Rp13.636 |
Cumi Bakar | Rp19.545 |
Oh iya, harga makanan di atas itu belum termasuk PPN 10% lho. #hehehe
NIMBRUNG DI SINI
-
#ARDANITAJumat, 4 Mei 2018, 10:13 WIBWah enak itu Kak. Kalau aku sih gak aneh lagi, soalnya dari kecil suka main ke sawah ke sungai kecil-kecilnya itu cari tutut gini. Terus dimasakin sama ibuk, enak banget kak, orang ini tadi baca aja sambil ngiler jadi pengen.Wah, masa kecil yang menyenangkan ya, dimasakin ibuk sup tutut. :D
-
#JULYANKamis, 12 Apr 2018, 13:46 WIBKalo di Jogja keong sawah ini biasanya dijadiin sate atau rica-rica. Ada beberapa angkringan yang jual kok. Tapi sekarang mulai susah dicari, karena sekarang petani pakai \"racun keong\" jadi agak was-was kalau mau makan keong, takutnya masih ada sisa racunnya.Weh! Baru tahu aku petani kebanyakan pakai racun keong. Serem sekali kalau itu keong yang diracun sampai kemakan. :O