Pada hari Sabtu (19/8/2017), di sela-sela aktivitas menyiapkan berkas-berkas nikah untuk diserahkan ke Kantor Urusan Agama, Dwi ngajak jalan-jalan.
“Mas kalau ke Pundong pingin ke mana?”
Terus terang aku sebetulnya nggak begitu asing dengan Pundong. Akan tetapi, Dwi sepertinya kepingin aku mengenal betul tanah tumpah lahirnya.
Eh, atau mungkin itu karena sifatnya yang doyan keluyuran sehingga dirinya mengajak aku jalan-jalan? Hehehe. #hehehe
Maka dari itu, berdasarkan jawaban, “Yo, manut tuan rumah”, tempuran Kali Opak dan Kali Oya terpilih sebagai TKP. Boleh dibilang aku lumayan penasaran sama tempat itu. Bukannya pertemuan dua sungai itu konon identik dengan kerajaan dhemit ya? #efek.terlalu.banyak.gaul.sama.mbah.gundul #hehehe
SILAKAN DIBACA
Jadi, sepulangnya aku dari menunaikan salat zuhur di masjid yang suka ada penampakan pocongnya, kami pun berangkat ke lokasi... dengan NYEPEDA!
Awalnya, aku menyarankan ke Dwi buat sepeda motoran saja. Akan tetapi, dirinya bersikukuh bersepeda. Kayaknya dia nggak mau kalah dari aku yang bersepeda sejauh 21 km ke Pundong (Baru perginya thok lho! Kalau pulangnya berarti 42-an km #senyum.lebar).
Jadi ya sudah. Pasrah terima nasib deh bersepeda panas-panas di siang hari bolong. Untung siang hari itu langitnya cerah. Bagus buat foto-foto. #senyum.lebar
Dengan mengendarai sepeda lipat merah (yang ternyata harus diservis berat #hehehe), Dwi memanduku menuju tempuran Kali Opak dan Kali Oya. Rute yang dipilihnya adalah melewati jalan-jalan kampung. Blusukan di dalam dusun ceritanya.
Eh, ternyata Dwi sendiri juga kurang familier dengan daerah yang kami lewati ini!
Weleh! KTP-nya Pundong tapi kok nggak ngerti Pundong? #hehehe
Padahal aku sendiri KTP-nya Jakarta tapi nggak ngerti Jakarta, hahaha. #senyum.lebar
Kira-kira setelah 10 menit bersepeda dari rumah kami pun tiba di pinggir lembah Kali Opak. Di dekat sana ada rumah. Sementara Dwi ngobrol-ngobrol dengan si ibu pemilik rumah aku numpang memarkirkan sepeda-sepeda di bawah pohon.
Dari situ kami kemudian berjalan kaki menuju tempuran Kali Opak dengan Kali Oya. Jalan yang dilewati adalah jalan setapak. Sesekali harus pakai adegan merayap di pinggir tebing yang longsor.
Duh, kok calon istriku senengnya dolan di tempat yang nggak umum seperti ini ya!? #hehehe
Setelah perjalanan kaki yang sedikit memicu adrenalin Alhamdulillah kami tiba di tepi tebing. Di bawah tebing terdapat pertemuan Kali Opak dengan Kali Oya. Tempat inilah yang disebut sebagai tempuran.
Pertemuan dua sungai ikonik Yogyakarta ini ternyata luas. Bentuknya sekilas mirip danau. Di ujung aliran Kali Oya ada semacam curug kecil. Sayang curug kecilnya itu nggak sempat aku foto.
Nggak begitu jauh dari tebing aku perhatikan ada sejumlah tambang pasir. Katanya Dwi, saat dirinya terakhir kali ke sini tambang pasirnya masih jarang. Akses jalan ke mari pun masih banyak semak-semaknya. Sekarang akses jalan sudah lebar karena digunakan untuk lewat truk-truk pasir.
Hmmm, apa mungkin karena kami datang di bulan Agustus pas musim kemarau jadinya banyak tambang pasir ya? Sebab, kan kalau musim hujan arus sungai jadi lebih deras. Selain itu, genangan airnya juga menjadi lebih luas.
Selain di pinggir sungai, para penambang pasir juga menambang di tengah sungai menggunakan rakit. Mereka menceburkan diri untuk mengeduk pasir yang ada di dasar sungai.
Secara umum, tempuran Kali Opak dengan Kali Oya adalah tempat yang menarik. Di sini banyak sudut-sudut yang fotogenik. Mau untuk tempat piknik juga bisa. Tapi ya kurang pohon peneduh sih. #hehehe
Tapi ingat! Di manapun kita berada harus senantiasa berhati-hati!
Jangan sekali-kali terlena dengan aliran air Kali Opak dan Kali Oya lho! Hati-hati juga saat memijak tanah karena di beberapa tempat banyak tanah yang longsor. Harap diketahui bahwa tempat ini jauh dari pemukiman. Jadi, semisal ada yang celaka #amit.amit minim warga yang bisa segera membantu.
Oh iya! Nggak lupa juga juga sikap, perilaku, serta tutur kata saat berada di tempat ini! Bukan kenapa-kenapa sih, tapi di sejumlah sudut aku merasakan ada “sesuatu” yang aneh… #mbuh.apa
Hari beranjak semakin siang. Dwi mengajak pindah ke lokasi lain. Dirinya kepingin menjamah pinggir Kali Opak. Sebenarnya nggak hanya itu sih. Tebing tempuran Kali Opak dengan Kali Oyo ini juga kurang kondusif karena sedari tadi tercium aroma bangkai hewan yang menganggu. #sedih #apa.lagi.ini
Lokasi yang menjadi tujuan kami berikutnya agak jauh dari tempuran Kali Opak dengan Kali Oya. Mungkin jaraknya terpisah sekitar satu kilometer. Lokasinya dekat dengan tugu peringatan gempa bumi Yogyakarta – Jawa Tengah yang terjadi pada tahun 2006. Katanya Dwi, dulu pusat gempanya itu ya di sini ini.
Dari tugu peringatan gempa bumi kami kemudian bersepeda menyusuri jalan setapak yang mengarah ke tanah lapang. Tanah lapang tersebut berbatasan langsung dengan pinggir Kali Opak.
Rimbunnya tanaman ilalang yang besar-besar menghiasi pinggir Kali Opak. Waow! Ini benar-benar tempat yang fotogenik! Apalagi katanya Dwi matahari terbit juga bisa disaksikan dari tempat ini. Wooow!
Karena itu, nggak heran kalau tempat ini pernah menjadi lokasi syuting video-nya Kiki (salah seorang kanca kenthel-nya Dwi) dengan Dwi sebagai modelnya. Buat Pembaca yang penasaran sama videonya, silakan disimak di bawah ini #senyum.lebar
Sayangnya, nuansa syahdu pinggir Kali Opak ini lumayan terganggu oleh raungan deru knalpot sepeda motor trail. Di tanah lapang dekat tempat ini terdapat trek sepeda motor trail. Katanya Dwi, treknya itu baru muncul tahun 2017. #sedih
Walaupun demikian, pada siang hari itu kami tetap menggelar acara piknik ala-ala di pinggir Kali Opak. Kami duduk di bebatuan pinggir sungai, membenamkan kaki ke dalam air #semoga.kutu.air.nggak.jadi.parah, kemudian menyantap sebungkus lotek yang dibekalkan oleh ibunya Dwi. #macak.romantis #hehehe
Benar-benar pengalaman yang unik. Kapan lagi coba bisa piknik di pinggir sungai? Di ibu kota hal sederhana seperti ini jelas sangat sulit dipraktekkan. Di Kota Jogja sendiri, walaupun banyak sungai tapi ya minim tempat yang representatif untuk piknik.
Ah, beruntungnya warga Pundong memiliki tempat melepas penat seperti ini. Kebahagiaan itu, sesederhana menikmati bekal makan siang di pinggir sungai yang mengalir jernih. #senyum.lebar
Eh, jernih?
Sesekali ya masih kok terlihat sampah plastik yang hanyut. Juga, jangan lupakan kawanan sapi yang sedang merumput di pinggir sungai sebelah sana. Siapa tahu mereka juga menghanyutkan “sesuatu” di Kali Opak, hahaha. #senyum.lebar
Apa pun itu aku sangat menikmati petualangan sederhana di pinggir Kali Opak pada siang hari ini. Inilah pemandangan alam di Pundong, suatu kecamatan di wilayah selatan Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. #senyum.lebar
Apa Pembaca juga pernah piknik di pinggir sungai? #senyum
Kemarin tanggal 2/2/18 main ke lembah Sungai Oya miris banget kondisinya. Warga masih bergotong-royong memperbaiki jalan.
Owhhhh romantis syekaliii...
Oh ya kalau penerawanganku gak salah, Mbak Dwi ini ortunya jualan di Pasar xxxxxx kan? Apakah Mas Mawi kepincut Mbak Dwi karena kata-katanya yang puitis itu?
Jadi penasaran kaya apa...
Oke, saya kurang teliti.