HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Petilasan Keraton Gaib Bathok Bolu di Sambiroto

Sabtu, 27 Januari 2018, 07:00 WIB

Aku baru tahu istilah Bathok Bolu dari fanpage Kerabat Keliling Jogja. Awalnya, aku pikir Bathok Bolu itu sejenis makanan. Soalnya, kata “bathok” bikin aku teringat sama kuliner saoto bathok di utaranya Candi Sambisari. Sedangkan kata “bolu” bikin teringat sama satu-satunya kue yang Ibuku rajin bikin. #senyum.lebar

 

Tapi eh ternyata, Bathok Bolu itu bukan makanan!

 

Ternyata oh ternyata, Bathok Bolu adalah kerajaan tak kasat mata, alias kerajaan gaib, alias kerajaan jin, alias kerajaan dhemit.

 

Hiiii....

 

Horor toh cah? #senyum.lebar

 

Tentang Dulu, Sepedaan Mistis Malam-Malam

“Ini dulu kita sudah pernah ke sini!” Seru Mbah Gundul sewaktu posisi kami semakin dekat ke lokasi yang dipercaya sebagai situs Bathok Bolu.

 

“Lho iyo toh Mbah? Kapan?” Aku lantas memutar-mutar rekaman ingatan kapan aku pernah dolan ke Bathok Bolu sama Mbah Gundul.

 

“Itu lho pas malam-malam bakar-bakaran telo (ketela) sama Rizky!” Mbah Gundul menjelaskan.

 

Eh!?

 

 

Ingatan pun kemudian tertuju pada sejumlah foto semasa muda seperti di atas itu.

 

Memang sih, dulu pas tahun 2010 seorang Wijna yang aslinya penakut tapi sok-sokan berani #hehehe punya semacam hobi nyeleneh, yaitu bersepeda ke suatu tempat yang gelap + sepi lalu di sana bakar-bakar ketela, singkong, dll bareng sama teman-teman pesepeda yang salah satunya adalah Mbah Gundul di mana ia dipercaya sebagai karibnya para dhemit. #eh

 

Selain hobi bakar-bakar telo, aku dan kawan-kawa juga pernah bersepeda malam-malam menyambangi tempat-tempat angker di seputar Jogja yang mana Mbah Gundul selalu hadir dan dianggap sebagai personil yang ahli seputar dunia mistis. #eh #eh #hehehe

 

Tapi ya, hobi nyeleneh pada malam Jumat Kliwon itu pun akhirnya berakhir bosan dengan sendirinya. Habisnya, selama kegiatan nggak pernah ada makhluk gaib yang mampir say hello sih. #eh #eh #eh #hehehe

 

Kami bahkan sampai bikin kaos khusus buat acara “sepeda seram” ini lho! #senyum.lebar

 

 

Oke, balik lagi ke cerita perihal Bathok Bolu. #senyum.lebar

 

Jadi ceritanya, pada hari Minggu (7/1/2018) yang lalu aku ngajak Mbah Gundul buat bersepeda menyambangi situs Keraton Bathok Bolu. Sebetulnya, yang bikin aku penasaran dengan Keraton Bathok Bolu itu adalah karena lokasinya yang konon berada di dalam hutan yang bernama Alas Ketonggo di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman.

 

Aneh deh, apa iya di Kalasan masih ada hutan?

Sejak 14 tahun numpang tinggal di Jogja, aku nggak pernah tahu tuh di Kalasan ada hutan.

Apa jangan-jangan malah hutan gaib?

 

Nah, maka dari itu keberadaannya perlu diselidiki toh? #senyum.lebar

Dan jelas untuk urusan nyeleneh bin gaib macam ini Mbah Gundul wajib ada! #senyum.lebar

 

Agar suasana makin meriah, pada hari itu Mbah Gundul turut mengajak salah satu kawan komunitas Fedjo bernama Akmal yang berasal dari Sulawesi Selatan. Yah, semoga Daeng Akmal nggak “kaget” diajak bersepeda dengan bumbu mistis kayak gini. #hehehe

 

Wujud Petilasan Keraton Gaib

Secara administratif petilasan Keraton Bathok Bolu terletak di Dusun Sambiroto, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

 

Berangkat dari Joglo Pit, Mbah Gundul sebagai pemandu memilih rute lewat Pasar Wonocatur (si Mbah mampir beli tape #hehehe), ke Kota Kecamatan Berbah, menyeberangi Jalan Raya Yogyakarta – Solo, ke Candi Sambisari, hingga akhirnya tiba di Jalan Raya Purwomartani.

 

Di Jalan Raya Purwomartani masih tetap bersepeda ke arah utara hingga bertemu pertigaan dengan pohon beringin besar di tengahnya. Sekitar beberapa puluh meter di utara pohon beringin besar berdiri gapura oranye bertuliskan “Dusun Sambiroto”.

 

Setelah memasuki gapura, Mbah Gundul yang kebingungan bertanya ke seorang bapak penduduk dusun. Si bapak lalu memberi arahan jalur bersepeda melewati jalan-jalan kampung yang berujung pada petilasan Keraton Bathok Bolu.

 

 

Pertanyaan-pertanyaan mendadak muncul ketika aku berhadapan dengan petilasan Keraton Bathok Bolu.

 

Lha, mana hutan Alas Ketonggonya?

Di mana keraton gaibnya?

Eh, memang dulu tahun 2010 beneran sudah pernah bersepeda ke sini po?

 

 

“Dulu di sini cuma lewat thok! Bakar-bakaran telo-nya kan di tengah ladang tebu yang ada cor semennya itu.” Mbah Gundul merangkaikan ingatan masa laluku yang sudah bolong-bolong mirip digerogoti tikus.

 

Apa pun penjelasan yang dibeberkan Mbah Gundul tetap saja nggak bisa menyingkirkan perasaan agak kecewaku saat melihat wujud petilasan Keraton Bathok Bolu yang nggak sesuai ekspektasi. Blas nggak ada hutan! Yang ada malah panggung besar dengan spanduk acara pengajian akbar seperti pada foto di atas itu.

 

Beda denganku yang mulai kehilangan semangat, Daeng Akmal masih berhasrat memuaskan rasa penasaran. Darinya, diketahuilah bahwa ternyata di belakang panggung terbentang jalan semen yang membelah persawahan. Kira-kira ke mana ya jalan semen itu berujung?

 

 

Holadalaaa!

 

Rupanya jalan semen ini berujung ke pinggir suatu sungai!

 

Air sungai lumayan deras. Kedalaman sungai di tengah kira-kira sedada pria dewasa. Sungai ini menggoda sebagai tempat untuk bermain air. Daeng Akmal pun sempat menyesalkan kenapa dirinya nggak membawa pakaian ganti. Tahu gitu kan bisa nyebur. #senyum.lebar

 

Yah, lumayan lah sungai ini sebagai obat kekecewaan. #senyum

 

 

Akan tetapi, di sekitaran pinggir sungai aku amati banyak benda-benda “aneh”.

 

Benda “aneh” pertama yang terlihat mencolok mata adalah dua benda berlubang yang terbuat dari semen dan batu bata. Salah satu lubang tersambung pipa pralon yang terhubung entah ke mana.

 

Kalau dilihat-lihat, penampakan dua benda berlubang itu mirip sumur. Eh, tapi kenapa bisa ada sumur yang letaknya persis plek di pinggir sungai seperti ini?

 

Saat ditengok ke dalam lubang, terlihat ada air yang menggenangi kira-kira separuh dari tinggi lubang. Ketinggian permukaan air di dalam lubang cukup dekat, jadinya bisa diciduk pakai tangan.

 

 

Benda “aneh” kedua yang kehadirannya sudah barang tentu erat kaitannya dengan hal-hal mistik adalah beraneka ragam bunga beralas daun pisang yang diletakkan di dekat pinggir sungai. Benda ini nggak lain adalah sesaji. #senyum.lebar

 

Walaupun orang-orang biasanya menjaga jarak terhadap sesaji, tapi Mbah Gundul tanpa ragu-ragu mencomot pulang satu bunga kantil yang masih segar. Mbuh buat apa. #hehehe #ora.kalap

 

Oh iya, area di sekitar tempat sesaji ini diletakkan diperkokoh dengan keramik bermotif berwarna hijau. Apa mungkin area ini digunakan sebagai tempat bertapa ya?

 

 

Selain dua benda “aneh” di atas, ada satu lagi hal “aneh” yang membuat keberadaan manusia di tempat ini menjadi nggak nyaman adalah…

 

ULAT BULU!

 

Demi Gusti Allah SWT! Ulat bulu di tempat ini buanyak banget!

 

Seakan-akan pinggiran sungai ini adalah kerajaan ulat bulu!

 

Meskipun kata Daeng Akmal ulat bulunya itu nggak bikin gatel, tapi kan ya agak gimana gituuu…

 

Ulat bulu yang merayap di tanah sih biasa. Tapi ulat bulu yang berjatuhan dari atas pohon dan ikut mengambang di air sungai adalah sesuatu yang wooow banget! #tobat

 

Alhamdulillah sih nggak ada ulat bulu yang ikut terbawa pulang ke rumah. #hehehe

 

 

Hmmm, geli sih geli, tapinya nggak menjijikkan. Yang lebih menjijikkan adalah sampah-sampah plastik yang banyak bertebaran di pinggir-pinggir sungai. #sedih

 

Orang Jogja kok ya jorok-jorok sih? #sedih

 

Padahal, seandainya bersih tempat ini berpotensi jadi tempat bersantai lho!

 

 

Eh, tempat bersantai kok di lokasi kerajaan gaib sih? #hehehe

 

Kata Warga tentang Bathok Bolu

Di tengah keasyikanku memotret ulat bulu serta Mbah Gundul yang mencoba menyatu dengan alam gaib, tiba-tiba Daeng Akmal menyusuri sungai ke arah hilir tanpa woro-woro ataupun pamit.

 

Beh! Mau apa dirinya?

 

Selang beberapa menit menunggu, Daeng Akmal belum juga menampakkan batang hidungnya. Mbah Gundul mulai kelihatan sedikit cemas. Dipanggil-panggil dengan teriakan, tapi Daeng Akmal nggak terdengar membalas sahutan.

 

Duh! Ke mana dirinya pergi?

Apa jangan-jangan nyemplung ke sungai?

Atau malah dirinya nyasar pindah ke alam gaib Keraton Bathok Bolu?

 

Tapi syukur Alhamdulillah selang beberapa menit kemudian Daeng Akmal muncul dari kejauhan. Ditanyalah oleh Mbah Gundul, ke manakah gerangan dirinya pergi. Ndilalah, jawaban Daeng Akmal cukup mengejutkan.

 

“Nyari tempat buat buang air kecil!”

 

Gubrak!

 

 

Oleh sebab para penunggang sepeda sudah berkumpul kembali, maka dari itu tibalah waktunya untuk meninggalkan lokasi. Seiring dengan langkah pergi, datanglah sepasang pria dan wanita. Mereka tersenyum, mengucap permisi, dan berlalu ke pinggir sungai.

 

Didorong rasa penasaran, dari kejauhan aku mengintai gerak-gerik mereka lewat lensa telefoto DSLR. Apa gerangan yang bakal dilakukan pasangan itu di tempat “aneh” semacam ini ya?

 

Aku perhatikan, si pria mengeluarkan sejumlah botol plastik bekas air minum dari dalam dalam kantong kresek hitam yang dibawanya. Ia menghampiri sumur yang berpipa pralon, lalu memenuhi botol-botol plastik itu dengan air. Sementara itu, si wanita berendam di dalam sungai.

 

Sejenis ritualkah itu?

 

 

Kemisteriusan petilasan Keraton Bathok Bolu sedikit terkuak dari perbincangan Mbah Gundul dengan seorang simbah putri yang sedang menggembala kambing di trek motor trail. Simbah putri yang nggak diketahui namanya ini mengaku sudah puluhan tahun hidup di Dusun Sambiroto.

 

Kata simbah putri, petilasan Keraton Bathok Bolu ini terbagi menjadi dua tempat, yaitu mata air yang bernama Sendang Ayu dan makam leluhur. Sendang Ayu itu rupanya bangunan mirip sumur yang ada di pinggir sungai itu.

 

Lebih lanjut, Sendang Ayu katanya adalah pintu masuk ke Keraton Bathok Bolu. Sedangkan makam leluhur sering digunakan sebagai tempatnya orang-orang untuk bersemadi.

 

 

Setiap malam Selasa Kliwon atau malam Jumat Kliwon banyak orang yang mengunjungi petilasan Keraton Bathok Bolu untuk bersemadi. Biasanya, sehabis “menyucikan diri” di sendang baru bersemadi di makam.

 

Salah satu pesamedi yang pernah ngobrol dengan simbah putri bilang bahwa “hawa” di makam Sambiroto lebih sejuk dibandingkan dengan di makam-makam lain. Heee, ternyata ya ada juga ya orang yang hobinya semadi keliling makam-makam. #senyum.lebar

 

Sejumlah orang bersemadi di petilasan Keraton Bathok Bolu dengan tujuan untuk mendapatkan benda pusaka. Konon katanya, benda-benda pusaka itu bisa memperlancar rezeki. Tenda dan panggung besar di dekat makam itu sumbangan salah seorang pengusaha kuliner Yogyakarta yang hidupnya sukses setelah bersemadi di petilasan Keraton Bathok Bolu.

 

 

Dulu, tempat “penarikan” benda-benda pusaka Keraton Bathok Bolu terletak di lokasi yang sekarang menjadi kompleks perumahan. Kini, tempat “penarikan” benda-benda pusaka dipindah ke samping panggung. Tempat tersebut dipagari dan dikunci. Hanya orang-orang “serius” saja yang diizinkan masuk oleh juru kunci. Untungnya, dari balik pagar aku bisa memotret seperti apa isi tempat tersebut.

 

Baik di makam dan di dalam kawasan yang dipagari dan dikunci terdapat ruangan di mana di dalamnya tersimpan benda-benda pusaka Keraton Bathok Bolu yang berhasil “ditarik”. Tentu saja ruangan tersebut juga dikunci dan diberi sesaji bunga, tanda tempat keramat.

 

 

“Tempat itu juga keramat Mas,” kata simbah putri. Pandangannya mengarah ke tengah trek motor trail.

 

“Tapi saya nggak tahu keramatnya karena apa. Lha wong selama saya hidup di sini sama sekali belum pernah diperlihatkan makhluk gaib,” tambahnya.

 

Pandangan simbah putri mengarah ke sebuah pohon besar di tengah trek motor trail. Mungkin pohon besar itu adalah sisa-sisa pohon yang dahulu memadati hutan Alas Ketonggo selain pohon randu alas raksasa yang tumbuh di dekat pintu masuk makam.

 

 

Aku pun mendekat ke pohon besar itu. Oh, rupanya di sana juga ada semacam tempat untuk bersemadi. Yang membuatnya cukup menarik adalah adanya arca yoni. Arca yang sudah retak ini memiliki cerat dan juga hiasan kepala naga. Sepengamatanku, arca ini buatan zaman modern.

 

Yang membuatnya tambah lebih menarik lagi adalah keberadaan arca lingga “modifikasi” di atas arca yoni. Aku sebut “modifikasi” karena wujudnya bukan patok, melainkan balok berongga yang di dalamnya terdapat lima gelas berisi cairan kehitaman seperti air kopi.

 

Sesaji air kopi dan arca yoni adalah kombinasi yang menarik. #senyum.lebar

 

 

Obrolan dengan simbah putri nggak hanya menyinggung hal-hal seputar Keraton Bathok Bolu, tapi juga hal-hal seputar Dusun Sambiroto. Rupanya, trek motor trail tempat simbah putri menggembala kambing itu adalah tanah berstatus Sultan Ground alias tanah milik Keraton Ngayogyakarta.

 

Petilasan Keraton Bathok Bolu ternyata juga menempati tanah Sultan Ground. Seenggaknya, dengan begini keberadaan situs budaya tersebut akan tetap lestari.

 

Sebagian wilayah Dusun Sambiroto memang merupakan tanah Sultan Ground. Sayang, tanah yang terlihat “nganggur” tersebut pernah dimanfaatkan secara nggak berizin oleh seorang kepala desa. Ia divonis korupsi dan akibatnya masuk penjara.

 

 

Sesaat sebelum berpisah, simbah putri sempat memberikan petuah,

 

“Biarlah rezeki yang datang mengalir pelan setiap hari seperti mata air yang membawa kehidupan. Kalau mengalir deras seperti banjir yang ada malah membawa kesukaran.”

 

Hmmm, betul-betul petuah Jawa yang sarat makna hidup.


 

Beberapa meter setelah bersepeda meninggalkan simbah putri, Mbah Gundul bilang,

 

“Wis, coba kamu tengok ke belakang. Simbahnya masih ada nggak? Jangan-jangan penghuni Bathok Bolu?”

 

Aku pun menengok ke belakang. Dari kejauhan, kambing-kambing yang digembalakan simbah masih terlihat merumput.

 

Nah, simbahnya?

 

Ternyata masih ada!

 

Bukan simbah gaib berarti, hehehe. #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI