HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Situs Sokoliman dan Obrolan yang Tidak Sepatutnya Aku Dengar

Rabu, 8 Februari 2017, 05:23 WIB

Kelakuan seperti ini rasa-rasanya hanya pantas dilakukan ketika sedang bersepeda.

 

Saat di tengah perjalanan kamu melihat ada papan nama menarik.
Lantas, kamu memutuskan untuk mampir ke sana.

Sebab, kamu tahu bahwa menyimpang sejenak dari “misi utama” bukanlah suatu hal  terlarang. #hehehe

 

Mungkin di pikiran awalmu ini hanya menyita waktu 10 hingga 15 menit. Tapi ya... karena situasi di lapangan yang di luar prediksimu, akhirnya malah lebih dari 30 menit...

 

Waduh....

 


Papan nama tempat yang sepertinya terlalu sayang untuk dilewatkan tanpa mampir. #hehehe

 

Papan nama cagar budaya Situs Sokoliman di atas itu aku jumpai di tengah perjalanan bersepeda dari Gua Pindul pada hari Rabu (6/4/2016) silam. Biasalah, sewaktu itu aku bersepeda pada hari Rabu karena pada hari Sabtu dan Minggu jadwal hidupku tersita untuk urusan koding, hehehe. #hehehe

 

Situs Sokoliman dan Gua Pindul boleh dibilang sama-sama terletak di satu wilayah. Itu karena keduanya sama-sama masuk wilayah Desa Bejiharjo yang merupakan bagian dari Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.

 

 

Menguping Obrolan Warga Dusun Sokoliman

Papan nama Situs Sokoliman di atas itu berdiri tegak di tusuk sate suatu pertigaan jalan kampung. Jika wajah dipalingkan ke arah kiri maka pagar situs bakal tampak di ujung mata. Oleh sebab itulah wajar dong bilamana aku kemudian tertarik mampir ke sana? #senyum

 

Trek-Lala aku giring mendekati pagar Situs Sokoliman. Baru belasan meter melaju, aku bersua dengan sejumlah bapak-bapak yang sedang duduk-ngobrol-ngudud #duh di teras suatu rumah. Sebagai pelancong yang berusaha menghormati warga setempat, aku pun melayangkan sapa kepada sekumpulan warga tersebut.

 

 

“Sini, sini Mas. Mampir dulu!”, ujar seorang bapak yang wajahnya tampak lebih muda dari yang lain

 

Aku menyambut ajakan beliau. Aku berhenti. Trek-Lala kugeletakkan di samping teras rumah. Kemudian kuhampiri dan kusalami ketiga orang bapak tersebut. Mereka membalas dengan berondongan pertanyaan “klasik”.

 

Ini mau bersepeda ke mana?
Dari mana?
Teman-temannya mana?
Tinggalnya di mana?     
Pekerjaanya apa?
Kenapa bersepeda pada hari kerja seperti ini?
Untuk apa tujuan datang ke mari?

 

dan lain-lain....

 

 

Karena sudah terbiasa diberondong dengan pertanyaan seperti itu, aku membalas dengan jawaban yang padat, ringkas, tapi nggak berbobot #eh. Bahwasanya aku adalah seorang tukang koding yang kebetulan libur pada hari Rabu. Yang kebetulan kurang kerjaan mengisi waktu luang dengan bersepeda ke pelosok Gunungkidul. Yang kebetulan mampir ke Situs Sokoliman karena melihat ada papan nama di tengah jalan.

 

Ya gitu deh... #hehehe

 


Jangan salahkan aku kalau kemudian mendengar hal-hal yang tidak sepatutnya aku ketahui! #hehehe

 

“Masnya tunggu sebentar ya! Nanti ke sananya supaya bareng-bareng! Masnya apa termasuk rombongan kemah atau dari instansi mana?”, tanya si bapak itu lagi

 

Heee? Rombongan kemah?

 

Nggg... mungkin rombongan kemah yang dimaksud beliau adalah rombongan anak-anak SMP yang sempat berpapasan denganku sewaktu tadi menyebrangi jembatan Kali Oyo dekat Gunung Mundhu? Jelaslah itu bukan rombonganku! Aku juga kan nggak berasal dari instansi mana pun. #hehehe

 

 

Alhasil, tertahanlah aku di teras rumah, menunggu instruksi lebih lanjut dari si bapak. Saat sedang menunggu itulah para bapak tersebut mengobrolkan banyak hal yang... sepatutnya tidak boleh aku dengar, hahaha. #senyum.lebar

 

Sebetulnya, topik yang mereka obrolkan bukan hal yang sangat rahasia kok. Walau ya agak sensitif sih #hehehe. Mereka membicarakan masa depan Situs Sokoliman sebagai potensi pendukung wisata di Dusun Sokoliman II.

 

Nah, dari mencuri dengar percakapan mereka aku menangkap sejumlah hal sebagai berikut.

 

  1. Dua dari tiga bapak tersebut adalah juru pelihara Situs Sokoliman.
  2. Bapak yang wajahnya paling muda adalah pengelola desa wisata.
  3. Juru pelihara Situs Sokoliman bertugas secara bergilir.
  4. Ada rencana untuk menyewakan lahan desa demi mendapatkan pemasukan kas desa.
  5. Ada rencana untuk menyerahkan pengelolaan desa wisata pada pihak ketiga.
  6. Ada keinginan untuk bisa setara dengan Dusun Gelaran yang mempionirkan wisata susur Gua Pindul.    

 


Jadi, ada berapa dusun yang sama-sama mengangkat potensi wisata Gua Pindul?

 

Jadi, rupanya Dusun Sokoliman II ini turut memanfaatkan Gua Pindul sebagai daya tarik desa wisata. Kalau menurutku sih sulit jika mengandalkan Gua Pindul. Sebab, letak mulut Gua Pindul itu lumayan jauh dari Dusun Sokoliman II. Capek lah kalau mesti jalan kaki. Walaupun ya bisa sih diakali dengan menyediakan fasilitas transportasi pergi-pulang.

 

Selain itu, yang patut menjadi perhatian adalah jalur kedatangan wisatawan. Umumnya wisatawan datang ke Gua Pindul kan dari arah Kota Wonosari. Pulangnya juga ke arah Kota Wonosari. Sedangkan Dusun Sokoliman II ini dari Gua Pindul masih sekitar 1-2 km lagi. Jadi ya pengunjung nggak bakal melewati Dusun Sokoliman II kecuali jika ada rekayasa lalu lintas. #hehehe

 

Dusun Sokoliman II juga mengandalkan Situs Sokoliman untuk menarik minat wisatawan. Sayangnya, hal tersebut agaknya kurang mampu menggerakkan geliat desa wisata. Mungkin karena umumnya masyarakat kita kurang menggemari wisata sejarah. Atau boleh jadi Situs Sokoliman sendiri kurang begitu menarik?

 

 

Eh, tapi kan aku belum ke Situs Sokoliman. Belum tahu di sana seperti apa, hehehe. #hehehe

 

Jadi kapan ini aku boleh mendekat ke Situs Sokoliman Pak... ? #sedih

 

Situs Sokoliman atau Taman Sokoliman?

Di saat sedang menunggu kepastian kapan aku boleh mendekat ke Situs Sokoliman, datanglah seorang mas-mas mengendarai sepeda motor seraya menyampaikan laporan,

 

“Anak-anak sedang di pabrik penyulingan minyak (kayu putih). Jadi ke sininya (Situs Sokoliman) mungkin telat.”

 

WEH!

 

 

Mendengar omongan si mas-mas itu, sempat terbesit di pikiranku memohon izin pamit melanjutkan bersepeda ke “misi utama”. Lha ya masak mau nunggu lebih lama lagi? Tapi ternyata, si bapak malah mengizinkan aku menyambangi Situs Sokoliman terlebih dahulu! #yes

 

Sebelum ke sana, jelas aku diberondong pertanyaan lagi.

 

Masnya keperluannya apa?
Kok bawa kamera mau motret untuk apa?
Apa perlu ditemani?

 

Lagi-lagi, aku pun melontarkan jawaban ringkas, padat, dan nggak berbobot #sedih. Bahwasanya aku itu senang dengan hal-hal purbakala dan semenjak kuliah punya rekam jejak menyambangi berbagai situs-situs purbakala dengan foto sebatas dokumentasi pribadi. Untunglah si bapak menerima penjelasanku sehingga aku nggak perlu repot-repot mempromosikan blog Maw Mblusuk? sebagai buktinya. #hehehe

 

Fiuh... lega...

 


Eh, ini benar situs purbakala atau taman sih?

 

Dengan meninggalkan Trek-Lala yang masih tergeletak di samping teras rumah, aku lanjut berjalan kaki menuju Situs Sokoliman. Jaraknya nggak jauh kok. Paling ya hanya sekitar 20 meter.

 

Kesan pertama saat memandang Situs Sokoliman adalah taman yang indah. Menurutku, kalau mau disebut sebagai Taman Sokoliman juga nggak salah sih. Sebab, yang dominan terlihat mata adalah pemandangan hamparan rumput, tanaman, dan jalan setapak yang semuanya rapi dan bersih. Ya, mirip-mirip pemandangan taman pada umumnya lah.

 

Kesan kedua tentang Situs Sokoliman adalah jebakan tanah merah! #duh Iya, tanah merah yang ada di sekeliling situs ini murah hati memberikan “oleh-oleh” untuk alas kaki #hehehe. Jadi, harap berhati-hati memijak tanah di sekeliling Situs Sokoliman. Terutama selepas hujan. #hehehe

 


Jalan setapak yang sepintas mirip jogging track.

 

Benda-Benda Megalitikum di Situs Sokoliman

Jadi, apakah sebetulnya Situs Sokoliman ini?
Apa ini hanya semacam taman asri di tengah desa di Gunungkidul?

 

Apakah benar ini situs purbakala?
Kalau situs purbakala di mana benda-benda purbakalanya?

 

Eh, apa di sini ada candi?

 

 

Memang betul bahwa Situs Sokoliman merupakan situs purbakala. Akan tetapi, NGGAK ADA CANDI di Situs Sokoliman. Itu karena Situs Sokoliman adalah tempat penampungan benda-benda purbakala yang berasal dari kebudayaan megalitikum.   

 

Gampangnya sih, Situs Sokoliman adalah tempat penampungan benda-benda purbakala yang beribu-ribu tahun yang lalu dibuat oleh para manusia purba yang hidup di sekitar Gunungkidul. #senyum.lebar

 

Manusia Purba dan Kebudayaan Megalitikum...

Manusia purba itu berbeda dari manusia modern seperti kita ini. Kalau kita sebagai manusia modern tergolong ke dalam spesies Homo sapiens, maka manusia purba tergolong ke dalam spesies Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, dsb yang menghuni nusantara beribu-ribu tahun yang lampau.

 

Kebudayaan megalitikum merupakan kebudayaan yang dihasilkan oleh para manusia purba. Salah satu ciri khas dari kebudayaan megalitikum adalah berbagai alat yang terbuat dari batu-batu besar (megalit).

 

Jujur, ilmuku tentang kebudayaan megalitikum ini hanya sebatas dari apa yang dahulu pernah diajarkan oleh Pak Zein pas pelajaran Sejarah di SMP dan SMA. Kalau mesti menjelaskan secara lebih terperinci, aku yang mantan mahasiswa matematika ini terpaksalah mengibarkan bendera putih, hahaha. #senyum.lebar

 

Salah satu benda megalitikum yang paling aku kenal adalah menhir. Akan tetapi, bentuk menhir yang ada di Situs Sokoliman ini beda banget dengan yang terpatri di ingatanku. Soalnya, aku tahunya menhir itu ya dari menhir yang sering dibawa-bawa sama Obelix dalam serial komik Asterix. #senyum.lebar

 

Eh, sekarang komik Asterix masih terbit nggak ya?

 


Karakter komik favorit semasa kecil selain Tintin! Koleksi komiknya lumayan lengkap lho! #senyum.lebar
Dari kiri-kanan: Asterix si petualang, Idefix si anjing, dan Obelix si pemahat menhir.

 


Menhirnya beda kan sama menhir yang dibawa sama Obelix di atas itu?

 

Mungkin, menhir yang ada di Situs Sokoliman ini termasuk “menhir lokal” ya? Soalnya, menhir yang dibawa sama Obelix itu kan “menhir impor” asal Perancis. #senyum.lebar

 

Terus terang, aku sendiri nggak menyangka batu-batu panjang yang ada di Situs Sokoliman ini sebagai menhir. Kalau aku perhatikan, bentuk menhirnya ini kok mirip seperti arca lingga ya? Apa mungkin ya arca lingga yang biasa ada di candi-candi itu adalah hasil evolusi dari menhir seperti ini?

 


Entah kenapa aku nggak bisa lama-lama memandang wajah di menhir ini. Agak gimanaaa gitu....

 

Selain menhir yang bentuknya polos ada juga menhir yang memiliki pahatan wajah manusia purba seperti foto di atas itu. Untuk menhir yang memiliki pahatan wajah seperti itu sebutannya adalah menhir arca.

 

Menurut informasi dari papan keterangan Situs Sokoliman, menhir arca ini unik dikarenakan hanya terpahat bagian muka dan lengannya saja. Umumnya menhir arca ini diletakkan di dekat kubur batu. Hmmm, mungkin sebagai penjaga kubur atau perwujudan dari orang yang meninggal?

 


Sejumlah kubur batu yang ada di Situs Sokoliman. Pemakaman manusia purba ceritanya. #hehehe

 

Bicara tentang kubur batu, tiga foto di atas itu adalah 3 dari 5 kubur batu yang ada di Situs Sokoliman. Kubur batu ya kuburan dari batu. Apa yang dikuburkan ya... jelas manusia lah #hehehe. Kalau tanah kubur batu ini digali nanti ya bakal tampak peti kubur batunya. Sekarang yang terlihat ya hanya sebatas “nisan-nisannya” saja.

 

Menurut informasi dari papan keterangan Situs Sokoliman, peti kubur batu di Gunungkidul ini berbeda dengan peti kubur batu dari daerah lain seperti Bojonegoro, Kuningan, atau Pasemah. Peti kubur batu “khas” Gunungkidul ini dibuat dengan teknik sponingen (takikan). Jadi, di tiap-tiap dinding kubur batu itu ada semacam takik sebagai pengait antar dinding agar konstruksinya lebih kokoh.

 

Peti kubur batu disusun dari 6 buah lempengan batu. Empat lempeng batu dibentuk persegi dan dua lempeng sisanya sebagai alas dan tutup. Selain rangka manusia purba, di dalam kubur batu umumnya juga terdapat pecahan gerabah, manik-manik, dan logam.

 

Selain kubur batu, di Situs Sokoliman terdapat pula lempengan dari peti kubur batu. Lagi-lagi, dalam penglihatanku lempengan-lempengan batu ini mirip batu biasa yang kebetulan bentuknya persegi. #hehehe

 

Duh, dasar mata manusia modern, hahahaha. #senyum.lebar

 


Ini lempengan batu kubur yang mirip-mirip dolmen (meja sesaji).

 


Kalau yang ini sih bangku taman biasa dari semen, hahaha! #senyum.lebar

 

Situs Megalitikum Lain di Cekungan Wonosari

Sepintas, Situs Sokoliman ini tak ubahnya taman asri yang dihuni oleh batu-batu besar yang ndilalah adalah batu-batu purbakala dari kebudayaan megalitikum #senyum.lebar. Aku mengapresiasi wujud Situs Sokoliman yang indah seperti ini sebab kita tahu bahwa umumnya situs-situs purbakala itu kan kurang begitu terawat. #hehehe

 

Senggaknya, Situs Sokoliman bukan sekadar tempat menaruh batu-batu purbakala supaya nggak dicolong maling lah. #hehehe

 

Dari mengunjungi Situs Sokoliman kita dapat mempelajari banyak hal, seperti:

 

  1. Bahwa dahulu kala, Yogyakarta ternyata menjadi tempat bermukimnya para manusia purba. Yang mencengangkan adalah manusia purba tersebut bermukim di wilayah Gunungkidul yang identik sebagai wilayah kering yang menginisiasi lahirnya kuliner belalang goreng dan gaplek. #eh
  2. Bahwa dahulu kala, manusia purba di Gunungkidul sudah mengenal adanya super power yang kelak melahirkan konsep ketuhanan. Selain itu, manusia purba juga memiliki penghormatan terhadap kematian melalui kubur batu.
  3. Bahwa ternyata, belajar sejarah itu lebih asyik dengan mendatangi langsung tempat-tempat bersejarah seperti ini, hahaha. #senyum.lebar

 


Semacam punden berundak kah ini?

 

Selain Situs Sokoliman, Gunungkidul juga memiliki sejumlah situs prasejarah lain seperti Situs Ngawis, Situs Gondang, dan Gua Braholo. Menurut para ahli purbakala, eksistensi kebudayaan megalitikum di Gunungkidul tidak lepas dari peran Cekungan Wonosari sebagai daerah tersubur di Gunungkidul.

 

Di wilayah yang meliputi daerah Karangmojo, Wonosari, dan Playen inilah banyak ditemukan peninggalan-peninggalan megalitikum yang menandakan bahwa wilayah ini dahulunya menjadi tempat bermukim para manusia purba.

 

Untuk penjelasan yang lebih rinci, silakan Pembaca menyimak artikel berikut:

 

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/2015/02/08/tradisi-megalitik/

 

Dari Situs Sokoliman Lanjut ke "Misi Utama"

Aku meninggalkan Situs Sokoliman berbarengan dengan kehadiran satu mobil berplat merah. Dari personil-personil yang turun serta alat-alat yang dikeluarkan dari bagasi, aku menduga mereka hendak merekam video di Situs Sokoliman. Untung urusanku melihat-lihat Situs Sokoliman sudah rampung. #hehehe

 

Aku pun kembali ke teras rumah. Mengamankan Trek-Lala yang tergeletak di dekat sana. Lantas mencari bapak yang tadi menyapaku untuk pamit. Tapi ternyata, si bapak sedang berdiskusi dengan salah seorang personil dari mobil. Jadi ya, aku pamit saja ke salah satu bapak juru pelihara. Sepertinya semua bapak yang kujumpai di teras rumah tadi disibukkan oleh kehadiran tamu-tamu tersebut.

 

Ndilalah, sebelum aku bertolak pergi, seorang bapak dari mobil plat merah menyapaku dan memberondongku dengan pertanyaan yang serupa. Jujur, aku sendiri malas mengulang jawaban dari template yang sama. Hingga kemudian beliau bertanya,

 

“Sudah bersepeda sampai mana saja Mas?”

 

Yang kemudian aku jawab singkat, “Sampai Dieng pernah Pak!”

 

Aku pun pamit berlalu meninggalkan si bapak yang keheranan. Tapi tenang saja Pak. “Misi utama” bersepedaku kali ini nggak sejauh Jogja – Dieng kok. #hehehe

 

Eh, ke mana ya...? #hehehe

NIMBRUNG DI SINI