HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Ngemper di Masjid Agung Demi Nasi Penggel Khas Kebumen

Rabu, 4 Januari 2017, 04:41 WIB

Pada siang hari itu. Di rest area SPBU. Di sela-sela tegukan coca-cola dingin, sang Otaku berujar,

 

“Kamu mestinya bersyukur!”

 

“He? Syukur apaan?” aku bingung.

 

“Nggak semua orang bisa berwisata kuliner seperti kita. Yang pas kepingin makan bisa langsung berangkat. Malam-malam pula!”

 

 

Hmmmm…. Ada betulnya juga omongannya sang Otaku itu. Baru dua hari yang lalu kami terlibat obrolan yang nggak bermutu. Tentu semua diawali dari aku yang asal nyeplos,

 

“Ayo jalan-jalan!”

 

“Ke mana?” tanya sang Otaku.

 

“Ke Tuban!”

 

“Waduh! Jangan ke Tuban! Nanti repot aku ketemu sama temanku yang ngajak debat!”

 

Yo wis, ke Kudus apa ke Demak po? Aku ya belum pernah ke Pantura je.”

 

“Kenapa nggak sekalian saja ke Jepara? Terus nyeberang ke Karimunjawa?”

 

“Yo ayo! Ke sananya sepeda motoran atau ngebis?”

 

“Waduh! Kalau sepeda motoran sudah tua begini aku nggak kuat je! Lha tujuan jalan-jalannya mau ngapain toh?”

 

“Apa ya? Paling wisata kuliner.”

 

“Kalau cuma wisata kuliner yang dekat-dekat sajalah. Yang bisa dijangkau naik sepeda motor.”

 

 

Kemudian sang Otaku pun tenggelam menelusuri berbagai halaman Wikipedia. Mencari referensi kabupaten mana yang sekiranya cocok untuk berwisata kuliner. Singkat penelusuran, terpilihlah Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah sebagai target operasi.

 

Akan tetapi ....

 

“Kamu sudah pernah makan nasi penggel?” tanya sang Otaku.

 

“Belum! Lha gimana?”

 

Catatan:
Kedua huruf “e” pada kata “penggel” diucapkan seperti pada kata "empuk".
 

“Ini nasi penggel kayaknya menarik. Tapi katanya pukul 8 pagi sudah habis!”

 

“Ya sudah, berangkat ke Kebumennya malam-malam saja!”

 

“Lha? Tapi kan nasi penggelnya baru ada pagi?”

 

“Ya ngemper di masjid agung kan ya gampang toh?”

 

“Yoh! Kapan berangkat? Sekarang?”

 

“Ngawur! Sekarang hari kerja yo! Ngoding woy!”

 

“Yo sudah berangkat Jumat malam gimana?”

 

“Okey!”

 

Dari Yogyakarta ke Kebumen di Malam Hari

Jadi ya begitulah. Pada Jumat (25/11/2016) yang lalu, sekitar pukul 9 malam, kami berangkat bersepeda motor dari Yogyakarta menuju Kebumen. Rutenya lewat Jl. Wates yang menghubungkan Kota Jogja, Kota Wates, Kota Kutoarjo, Kota Purworejo, dan Kota Kebumen.

 

Perjalanan kami dari Yogyakarta ke Kebumen bukan tanpa halangan. November itu kan masuk musim penghujan. Alhasil ya... Alhamdulillah... perjalanan kami di malam hari itu turut ditemani guyuran hujan deras. #hehehe #nasib

 

Mana nggak tanggung-tanggung pula! Dari Kota Yogyakarta sampai Kota Kutoarjo (60-an km lebih!) hujan turun lumayan lebat. Karena aku salah kostum, jadinya celana panjangku basah kuyup deh. #sedih #sedih

 


Lewat Jl. Wates karena kalau lewat Jl. Daendels di malam hari bakal lebih horor. #hehehe

 

 

Rupanya, hujan bukanlah satu-satunya halangan pada perjalanan panjang sejauh 100 km ini. Di jalan raya provinsi Jawa Tengah, beberapa kali aku sempat menjerit,

 

WADOW!

 

Kemudian melayangkan sejumlah protes pada sang Otaku,

 

“Weh! Santai Bro!”

 

“Kamu bisa bawa motor nggak sih!?”

 

“Ada jalan bolong kok main terobos aja!?”

 

Sang Otaku pun menjawab dengan template yang nyaris sama,

 

“Kamu ngerti nggak? Ini bedanya jalan di Yogyakarta sama Jawa Tengah! Jalanan Jawa Tengah itu banyak LOBANGNYA!

 

“Aku nggak bisa ngamatin jalannya yo! Lha gimana? Gelap dan hujan begini?”

 

 

Ah, yo wis lah. Banyak-banyak berdoa dan sabar saja. Perjalanan dari Yogyakarta ke Kebumen malam-malam hujan-hujanan demi nasi penggel memang banyak halangannya.

 

Yang sabar ya pantatku... #hehehe

 

Numpang Bermalam di Masjid Agung Kebumen

Alhamdulillah! Sekitar pukul 12 malam kurang sedikit kami tiba dengan selamat di Masjid Agung Kebumen. Jadi, total waktu tempuh dari Yogyakarta ke Kebumen pada malam hari ini sekitar 3 jam. Hanya berhenti satu kali sewaktu mengisi bensin di SPBU di Jl. Wates.

 

Aku baru tahu ternyata Masjid Agung Kebumen sudah direnovasi menjadi lebih bagus. Aku terakhir ke sini pada tahun 2009. Sepertinya dulu masjidnya belum sebagus sekarang.

 

Buatku, hal yang menarik di Masjid Agung Kebumen sih toiletnya. Selain cocok dipakai untuk mencari inspirasi sambil ngendog #eh, ternyata toiletnya dilengkapi shower untuk mandi juga lho! Sayangnya, pas aku coba ternyata airnya belum mengalir keluar. #hehehe

 


Siap-siap tidur di serambi Masjid Agung Kebumen! #senyum.lebar

 

Setelah membersihkan diri, berganti pakaian, berwudu, serta tak lupa menunaikan salat sunah, aku pun terlelap di serambi masjid. Dua bapak-bapak sudah terlebih dahulu mencontohkan pada kami caranya ngorok bertualang ke alam mimpi. #hehehe  

 

Eh, tapi aku nggak bisa tidur nyenyak! Aku sempat terbangun beberapa kali saat mendengar ada suara-suara orang. Khawatir diusir sama takmir masjid, hahahaha. #senyum.lebar

 


Sepertinya kalau tidur di dalam sini lebih hangat dan lebih pulas. #eh

 

Pada Sabtu (26/11/2016) sekitar pukul 4 pagi aku terbangun oleh bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan dari kaset murattal bervolume maksimal. Selain bacaan dari kaset, dentuman bedug raksasa yang ditabuh berkali-kali oleh bapak takmir ternyata bikin kesadaranku cepat pulih.

 

Kesimpulannya, kalau nggak mau telat salat Subuh berjamaah, silakan tidur di serambi masjid! Gyahahaha. #senyum.lebar

 

Pukul Lima Pagi di Lapak Nasi Penggel Pak Melan

Sekitar pukul 5 pagi kami baru berangkat dari Masjid Agung Kebumen menuju lokasi petualangan kuliner. Apalagi kalau bukan lapak nasi penggel!

 

Ya itu! Kabarnya kan pukul 8 pagi nasi penggelnya sudah habis. Jadi, sejak pagi kami sudah harus tiba di lapak nasi penggel demi mendapatkan nomor urut pertama. Kalau nggak ya ngapain dibela-belain sampai ngemper di serambi masjid agung? Wekekekek. #senyum.lebar

 

 

Oh iya, kami sangat berterima kasih kepada bloger putra Kebumen yang kini sedang hijrah di negeri kangguru dan telah berbagi info keberadaan lapak nasi penggel. Siapa lagi coba kalau bukan saudara Iqbal Kautsar dengan blog-nya Diaspora Iqbal.

 

Yang mana aku sebel sama tulisan-tulisan di blog-nya karena tulisannya itu lebih pantas masuk majalah daripada masuk blog. #eh

 

Sang Otaku kepincut dengan blog-nya saudara Iqbal karena di artikelnya yang ini,

http://www.iqbalkautsar.com/2014/10/nasi-penggel-sarapan-sederhana-khas.html

 

beliau mencantumkan titik koordinat Google Maps yang memudahkan kami bernavigasi dari Masjid Agung Kebumen ke lapak nasi penggel Pak Melan. Walaupun sebetulnya, tanpa bantuan Google Maps pun panduan arah menuju lapak nasi penggel Pak Melan ini sederhana dan mudah diingat:

 

  1. Dari Masjid Agung Kebumen ikuti Jl. Pahlawan lurus ke utara sampai mentok ketemu pertigaan.
  2. Di pertigaan ini belok ke kiri mengikuti Jl. Letnan HM Sarbini. Nanti bakal melewati Pasar Mertokondo dan juga menyeberang jembatan yang di bawahnya mengalir sungai besar bernama Luk Ulo (kalau nggak salah #hehehe).
  3. Setelah menyebrangi jembatan ini nanti ketemu pertigaan. Belok kiri di pertigaan ini menuju Jl. Raya Sokka. Sekitar 100 meter di sisi kiri jalan itu lokasi lapak nasi penggelnya Pak Melan.

 


Lapak nasi penggel Pak Melan dari pagi sudah ramai! Padahal pukul 6 saja belum!

 

Jam menunjukkan pukul 5 pagi lebih 15 menit dan ternyata kami bukan pelanggan pertama di lapak nasi penggel Pak Melan! Doh!

 

Tapi untunglah. Karena bukan pelanggan pertama, jadinya kami bisa mencontoh bagaimana tata cara bersantap di lapak nasi penggel Pak Melan. Lha kalau salah caranya nanti kan malu ketahuan kalau kami pendatang, wekekeke. #senyum.lebar

 

 

Konsep lapak nasi penggel Pak Melan ini adalah self service alias melayani diri sendiri. Diawali dari pelanggan mengambil pincuk (wadah daun pisang), kemudian nasi, kemudian sayur, dan diakhiri lauk.

 

Pilihan minumnya hanya ada teh manis yang sudah disiapkan bergelas-gelas. Tentu mau pakai minum atau nggak itu ya terserah si pelanggan. Aku sendiri sih nggak pakai minum, hehehe. #senyum.lebar

 

Menurutku, konsep pelayanan yang self service seperti inilah yang membuat lapak nasi penggel Pak Melan ramai pelanggan. Kita serasa dimanjakan oleh Pak Melan karena boleh mengambil sesuai porsi yang dikehendaki.

 

Tapi, bisa jadi konsep self service ini muncul karena Pak Melan sendiri disibukkan melayani pelanggan yang membeli untuk dibungkus. Nggak sedikit lho pelanggan yang membeli untuk dibawa pulang! Termasuk si mbak-mbak yang sudah berdandan tapi masih berpiyama. #eh

 


Mbak-mbak yang sudah dandan tapi masih berpiyama itu... ah sudahlah... #menghela.napas.panjang

 

Monggo Mas, nasinya diambil sendiri, sesukanya.”, ujar Pak Melan

 

Waduh! Kata kunci “sesukanya” itu bisa bikin khilaf e Pak! #hehehe 

 

Bentuk nasi penggel ini lucu. Bulat-bulat seukuran bola pingpong. Jadinya kan bikin tergoda untuk ngambil nasi banyak-banyak toh? #hehehe

 

Tapi... ini kan baru ronde pertama #ups wisata kuliner di Kebumen. Masak baru-baru sudah ngisi perut sampai penuh sih? Lagipula, kalau aku ngambil nasinya banyak nanti pelanggan yang lain nggak kebagian lagi! Hahahaha. #senyum.lebar

 

Istilah nasi penggel ini mengacu ke wujud nasi yang dibentuk bulat-bulat kecil itu. Konon katanya sih bentuk nasi yang bulat-bulat ini supaya memudahkan saat mengirim dan membagikan jatah nasi kepada para pejuang di masa perang.

 


Katanya satu bakul ini memuat bulatan nasi dari 10 kg beras.

 

Teman bersantap nasi penggel Pak Melan ini ada tiga. Pertama, sayur lodeh yang berisi cacahan gori (nangka muda), melinjo, tempe, dan tahu. Kedua, segala jenis jeroan sapi yang disajikan dalam kuah santan. Ketiga, tempe mendoan yang walaupun sudah dilipat tapi ukurannya tetap jumbo.

 

Khusus untuk tempe mendoan ini, aku mau bilang kalau rasanya,

 

UENAK TENAN!

 

Jujur, awalnya aku menduga tempe mendoan ini terlihat jumbo karena casing tepungnya saja yang tebal. Tapi ternyata, potongan tempenya yang berukuran tebal! Wooooh!

 

Aku ikhlas dan rela deh makan nasi hanya dengan lauk 1 lembar tempe mendoan seperti ini. #senyum.lebar

 


Sepincuk nasi penggel Pak Melan khas Kebumen berlatar saluran induk Wadas Lintang barat.

 

“Sudah toh! Makan saja nasi penggelnya! Nggak usahlah kamu lihat-lihat artikelnya Mas Iqbal itu! Nanti malah tulisan blog yang bakal kamu tulis jadi mirip sama tulisannya dia.”

 

Beh! Lagi-lagi, betul juga omongannya sang Otaku ini!

 

Persetanlah itu dengan segala macam tetek-bengek blog-blog-an! Mari kita santap nasi penggel Pak Melan! #senyum.lebar

 

UEEENAAAK POOOL!

 

 

Selain karena tempe mendoan yang tebal, gurih, dan hangat, sayur lodehnya juga enak! Gorinya gurih dan lembut. Kuah santan jeroan sapinya juga terasa gurih dan sedikit pedas. Karena aku nggak menyertakan lauk jeroan sapi, jadinya aku nggak tahu perkara rasa jeroannya. Tapi, menurut penuturan sang Otaku sih enak.

 

Bagi sang Otaku yang lidahnya nggak bisa mentolerir rasa manis yang kuat (seperti manisnya gudeg #hehehe), nasi penggel ini adalah kuliner lezat yang reccomended. Aku juga menilai bahwa nasi penggel ini adalah santapan yang enak. Yang cocok sebagai sarapan. Yang mana di Jogja NGGAK ADA PENJUAL NASI PENGGEL! #sedih #terima.nasib

 

Padahal, menurutku cita rasanya lumayan bisa diterima lho! Maksudku ya rasa gurihnya pas. Apalagi harganya lumayan terjangkau. Dua porsi nasi penggel dengan 2 tempe mendoan, sepotong kikil, dan segelas teh manis panas itu dikenai harga total Rp21.000.

 


Pak Melan yang sibuk membungkus pesanan pelanggannya.

 

Alhasil, dengan rasa nasi penggel Pak Melan yang seperti ini, perjuangan kami menempuh jarak 100 km dari Yogyakarta sampai Kebumen, pada malam hari, di bawah guyuran hujan lebat, sampai-sampai harus tidur di serambi Masjid Agung  Kebumen seakan TERBAYAR LUNAS!

 

Nasi penggel Pak Melan sangat aku rekomendasikan bagi Pembaca yang ingin berkenalan dengan kuliner khas Kebumen selain lanting! #senyum.lebar

 

Oh iya, jangan sampai salah jadwal lho! Selain karena kabarnya pada pukul 8 pagi nasi penggelnya sudah habis, Pak Melan hanya berjualan nasi penggel 5 hari dalam seminggu. Supaya nggak kecele, bisa menelpon Pak Melan terlebih dahulu di nomor 0813 2723 8570.

 

Kami sendiri bilamana esok hari mendadak khilaf mungkin bakal mampir ke sini lagi. Tapi ya ganti strategi! Ngempernya nggak di masjid agung akan tetapi di masjid di seberang jalan lapak nasi penggelnya Pak Melan.

 

Supaya bisa dapat antrian nomor satu! Gyahahaha! #senyum.lebar

 

 

Petualangan di bumi ngapak pun masih berlanjut... eh... ke mana ya? #hehehe

NIMBRUNG DI SINI