HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Sepanjang Jalan dari Playen sampai Karangmojo

Jumat, 21 Oktober 2016, 07:09 WIB

April adalah bulan pancaroba.
April adalah yang tak kunjung tiba.
Belum sepenuhnya kemarau.
Namun, belum pula penghujan berlalu.

 

Yogyakarta di awal bulan April bernaung di bawah langit yang berawan. Didampingi semilir angin yang sesekali datang menyapa. Hingga terik matahari pun tak terasa menyengat kulit.

 

Hmmmmm…

 

Benar-benar cuaca yang cocok untuk bersepeda.... pada hari kerja. #hehehe

 

... EH !? ....

 

Bersepeda Perdana ke Karangmojo

Hari Rabu (6/4/2016), pukul 8 pagi, Alhamdulillah aku tiba dengan selamat di Perempatan Lapangan Gading. Ke sininya jelas dengan bersepeda lho! Dan seperti biasa, Trek-Lala lah yang menjadi tunggangan andalanku. #senyum.lebar

 

Perempatan Lapangan Gading terletak di ruas jalan raya utama yang menghubungkan ibu kota Provinsi Yogyakarta dengan Kota Wonosari di Kabupaten Gunungkidul. Dari Perempatan Lapangan Gading ke Kota Wonosari jaraknya lumayan dekat, sekitar 7 km. Sedangkan jarak dari perempatan ini ke Kota Yogyakarta… euh?…. nggg… barangkali 30-an km ada ya? #hehehe

 

Satu lagi, jangan tanya berapa jumlah tanjakan yang mesti dilibas untuk bisa sampai di sini. #hehehe

 


Hanya orang-orang tertentu yang sudi bersepeda dari Kota Jogja ke perempatan jalan ini. #hehehe

 

Dari Perempatan Lapangan Gading tujuan utamaku bukanlah ke Kota Wonosari. Kalau menurut para kawula kekinian, ke Kota Wonosari itu sudah terlalu mainstream. #hehehe

 

Alhasil, di Perempatan Lapangan Gading itu aku mengambil cabang jalan arah ke Kecamatan Karangmojo. Sebab, seumur-umur hidup 12 tahun di Jogja, aku sama sekali belum pernah lewat cabang jalan ini. Jadinya, ini bukan rute yang mainstream toh? Paling nggak ya buatku sendiri sih. #senyum.lebar

 

Wokey! Ini pengalaman perdana (sekaligus bersepeda) ke Karangmojo dari Perempatan Lapangan Gading. Eh, supaya nyambung sama judul artikel, Perempatan Lapangan Gading itu masuknya wilayah Kecamatan Playen. Alhasil, ini ceritanya bersepeda dari Playen ke Karangmojo. #senyum.lebar

 


Buat Pembaca yang barangkali penasaran lokasi cerita ini tempatnya di mana.

 

Bersepeda Sepanjang Jalan Sepi

Pindah dari jalan raya provinsi ke jalan raya kecamatan, akibatnya ya ganti juga dong suasana dan pemandangannya! Kalau tadi aku bersepeda ditemani sama bus dan truk yang saling kebut-kebutan, sekarang ini seakan-akan akulah penguasa jalan raya, hahaha. #senyum.lebar

 

Lha ya gimana? Lha wong jalannya SEPI kok.... #hehehe

 

Tapi, justru karena jalannya sepi itu aku sempat mengamati hal-hal menarik di sepanjang jalan. Inilah asyiknya bersepeda. Sambil mengayuh pedal, aku bisa menikmati pemandangan sekaligus mencumbu “pikiran liar”, wekekeke. #senyum.lebar  

 

Hamparan Ladang Kacang Tanah

Sepanjang cabang jalan raya dari Perempatan Lapangan Gading ini pemandangan di kanan-kirinya adalah ladang kacang tanah (Arachis hypogaea). Melihat hamparan ladang kacang tanah ini aku jadi kepikiran. Kayaknya, sudah lama banget aku nggak makan lotek, gado-gado, sate ayam, dan segala macam makanan lain yang berbumbu sambal kacang.

 

Lha, mendadak mikir makanan kok malah jadi ngiler ya?... #efek.laper

 


Sedang musimnya menanam kacang tanah apa ya? Sepanjang jalan mayoritas ladang kacang tanah semua.

 

Haduuuh! Ini pikiran liar pasti karena dari tadi aku belum sarapan! Seperti biasa (dan jangan ditiru!) kalau bersepeda jarak jauh seperti ini aku nggak pernah sarapan. Paling ya sekadar makan roti sama minum susu. Eh, sarapannya orang Jawa itu kan ya mesti makan nasi toh? #hehehe

 

Ya nanti lah, seumpama di depan ada warung lotek atau gado-gado gitu aku tak mampir. Lagipula ya siapa tahu harganya lebih murah berhubung dekat dengan ladang kacang tanah? Wekekeke. #senyum.lebar

 

Orang Tua yang Berjalan Kaki

Momen di foto yang aku jepret di bawah ini, nggak tahu kenapa kok berkesan sekali buatku ya? Mungkin karena pemandangan yang seperti ini bikin aku teringat sama Bapak dan Ibu yang hobinya juga berjalan kaki. #senyum

 


Pemandangan yang khas pedesaan sekali. #senyum.lebar Eh iya, sepanjang lewat jalan ini aku nggak lihat ada angkot lewat.

 

Di pedesaan di wilayah Yogyakarta, sering aku lihat ada orang tua yang berjalan kaki di jalan raya. Sedangkan yang muda-muda naik kendaraan bermotor. Kebetulan, kali ini ada dua orang tua yang berjalan kaki, berpapasan, dan kemudian saling bertegur sapa.

 

Menyaksikan pemandangan di atas, lagi-lagi otakku disusupi pikiran-pikiran “liar”.

 

 

Pikiranku sering dihinggapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Karenanya, banyak yang bilang aku itu orang aneh, gyahahaha. #senyum.lebar

 

Lewat Lapangan Udara Gading

Balik lagi ke pemandangan di sepanjang jalan. Ternyata, jalan raya yang aku lewati ini terhubung dengan Lapangan Udara Gading. Mungkin ada Pembaca yang baru tahu ya kalau Gunungkidul itu juga punya bandara. Walaupun ya, ini bandara militer sih.

 


Seandainya Bandara Adisucipto dipindah ke sini pasti ini tempat jadi rame.

 

Duluuuuu, sempat ada gosip bahwa bandara Yogyakarta (Bandara Adisucipto) yang sudah overload itu bakal dipindah ke Gading ini. Tapi toh gosip itu nggak terbukti. Malah rencananya, bandara Yogyakarta yang baru bakal dibangun di Kabupaten Kulon Progo. Walaupun ya saat artikel ini ditulis, pembangunan bandara baru di Kulon Progo belum juga dimulai. #hehehe

 

Bisa jadi, salah satu faktor yang menyebabkan Lapangan Udara Gading kurang cocok sebagai bandara komersil adalah akses jalannya. Lha kan, jalan raya Yogyakarta – Wonosari itu dihuni banyak tanjakan panjang. Salah satunya adalah Tanjakan Patuk yang sering makan korban bus dan truk. Tapi, bagi pesepeda seneng nanjak doyan nuntun (macamnya aku), melibas Tanjakan Patuk itu adalah suatu kebanggaan. #senyum.lebar

 

Disambut Pak Jenderal Sudirman

Dari Bandara Gading aku tiba di suatu perempatan. Di perempatan ini aku disambut oleh sesosok pria yang berdiri gagah di tengah perempatan. Apa lagi kalau bukan patungnya Pak Jenderal Sudirman. Masak ya patungku? Siapa pula seorang Wijna ini? #hehehe #kabur

 


Jangan-jangan nama jalannya ini adalah Jl. Jenderal Sudirman? #senyum.lebar

 

Berhubung beliau tidak sedang dalam sikap menghormat (kalau menurutku sih, memang kurang pantas kalau beliau menghormat pada setiap pengguna jalan #hehehe) jadinya aku berhenti sebentar dan menghormat pada sang jenderal besar. #senyum.lebar

 

Boleh jadi, keberadaan patung Pak Jenderal Sudirman ini dikarenakan tempat ini dahulunya menjadi tempat persinggahan beliau saat bergerilya melawan Belanda pada Agresi Militer II. Kalau nggak salah, rute gerilya beliau kan ya lewat Kecamatan Playen juga.

 

Yah, semoga arwah Pak Jenderal Sudirman diterima di sisi Gusti Allah SWT. Semoga pula kita senantiasa mengingat jasa-jasa perjuangan beliau untuk bangsa ini. Pokoknya, jangan bermalas-malasan! Oke!?

 

Bersepeda Ingat Tuhan

Dalam setiap perjalanan jauh, seringkali aku menjumpai hal-hal menarik yang lantas mengingatkanku pada kebesaran Gusti Allah SWT. Nggak terkecuali pada perjalanan bersepeda hari ini.

 

Pemakaman di Pinggir Jalan

Di sepanjang perjalanan aku menjumpai banyak pemakaman yang letaknya persis di pinggir jalan raya. Yang seperti ini kembali mengingatkanku, bahwa sejauh-jauhnya kita pergi dari rumah untuk merantau, blusukan, keluyuran, jalan-jalan, traveling, dsb, ujung-ujungnya kita bakal pulang ke hadirat-Nya.

 

Dzikrul maut. Memento mori.

 


Salah satu tempat yang mengingatkan kita bahwa kehidupan ini tidaklah abadi.

 

Saat menjumpai pemakaman seperti ini, biasanya aku berhenti sebentar kemudian berdoa. Semisal aku lihat ada yang “menarik” di pemakaman, nah… baru deh aku mendekat. #eh

 

Untuk Pembaca yang sudah berkenan membaca hingga baris ini, aku doakan semoga senantiasa berada dalam lindungan Tuhan, tetap sehat, tetap bisa beraktivitas, dan pokoknya senantiasa diberikan yang terbaik oleh-Nya. Aamiin....

 

Ada Gua Maria Juga

Masih berkutat seputar dunia spritual dan religiusitas, di perjalanan aku sempat lewat di depan gerbang Taman Doa Goa Maria Sendang Rosario Ngijoreja. Ah, kok mendadak aku jadi teringat sama Pakdhe Timin ya? Salah satu misinya si Pakdhe kan mengunjungi gua-gua Maria yang ada di seputaran Yogyakarta. Entah sudah berapa gua Maria yang sudah berhasil dirinya sambangi.

 


Mampirnya kapan-kapan sajalah. Kalau sendiri rasanya wagu. #hehehe

 

Barangkali Pakdhe ya mau diajak bersepeda ke sini? Itu juga kalau dirinya masih kuat melibas Tanjakan Patuk sama Tanjakan Wanagama, wekekeke. #senyum.lebar

 

Antara Ibadah dan Politik

Di Masjid Al-Barokah yang ada di Desa Karangtengah (kalau nggak salah #hehehe), lagi-lagi mataku menangkap papan unik yang berisi tulisan seperti foto di bawah ini.

 

Aku kok merasa isi dari larangan tersebut menimbulkan kontroversi ya? Hahaha. #senyum.lebar

 


Hmmm, sekiranya patut juga menjadi renungan...

 

Sebagian orang ada yang meyakini bahwa ibadah itu meliputi segala aspek kehidupan. Termasuk di antaranya kegiatan berpolitik. Salah satu contohnya adalah penyebab mengapa mayoritas masyarakat Indonesia yang dahulu kala menganut Hindu-Buddha kini berpindah menganut Islam. Nggak menutup kemungkinan kan fenomena ini dipengaruhi oleh peran kerajaan-kerajaan Islam di nusantara? Politik dong jadinya? #hehehe

 

Tapi ya, tetap ada juga orang yang berkeyakinan bahwa ibadah dan politik itu jangan disangkut-pautkan. Barangkali alasan utamanya adalah untuk menjaga keintiman hubungan antara manusia dengan Tuhan saat beribadah. Sebab kalau bicara politik, ah, bukankah itu semata-mata urusan kekuasaan duniawi antar manusia? #hehehe

 

Sumpah Sampah Mati

Ada juga pesan menarik seperti foto di bawah ini. Kalau boleh jujur, ini bukan hal yang unik dan langka. Malah justru lumrah. Sebab, di Yogyakarta aku sudah berkali-kali menjumpai ancaman pesan yang isinya serupa ini.

 


Sebenarnya, papan yang dilingkari merah itu lebih menarik dari papan ancaman ini. #hehehe

 

Gimana ya? Kalau menurutku ini agak sarkas ya? Seakan-akan, orang-orang kini memasrahkan hukuman bagi pelaku pembuang sampah sembarangan kepada Tuhan. Padahal, bisa jadi mereka mulai kehilangan kesabaran. #senyum.lebar

 

Eh tapi sebenarnya, baik itu orang yang suka buang sampah sembarangan atau yang nggak, ya pasti bakal dicabut nyawanya sama Gusti Allah SWT. Kan semua makhluk yang bernyawa pasti mati toh? Hanya saja, seberapa cepat orang itu dipanggil untuk menghadap-Nya itu yang menjadi misteri Illahi.

 

Satu lagi! Kalau Pembaca perhatikan di foto ada rambu kuning kecil di pinggir jalan (yang dilingkari merah), ya... tahu sendirilah seperti apa medan petualangan selanjutnya. #hehehe

 

Bersepeda Lewat Gua Pindul

Jam bergulir ke pukul 9 pagi. Di bawah langit yang Alhamdulillah jadi sedikit mendung, aku masih setia bersepeda melintasi ladang-ladang kacang tanah. Ternyata, sampai sejauh ini belum kelihatan ada warung lotek ataupun gado-gado di pinggir jalan! Bahkan, warung soto dan bakso pun masih pada tutup!

 

Haduuuh! Mau sarapan di mana aku? Bensin perut sudah kelap-kelip merah ini....

 


Masih belum ketemu warung makan! Adanya ladang kacang tanah!

 

Nggak terasa, sejak 1 jam yang lalu bersepeda, aku sudah pindah ke berbagai kecamatan. Tadi dari Kecamatan Playen. Kemudian pindah ke Kecamatan Wonosari. Nah, sekarang ini aku sudah masuk ke Kecamatan Karangmojo!

 

Alhamdulillah, sampai Karangmojo juga. #senyum.lebar


 

Eh iya, menyinggung nama Karangmojo, mungkin banyak Pembaca yang kurang familiar dengan nama salah satu kecamatan di Gunungkidul ini. Tapi, kalau menyinggung nama obyek wisata Gua Pindul, pasti Pembaca semua sudah kenal toh?

 

Yup! Kecamatan Karangmojo ini adalah lokasi di mana Gua Pindul berada. Tapi, kok ya bisa-bisanya aku bersepeda sampai Gua Pindul? Gyahahaha. #senyum.lebar

 

Supaya nggak dibilang HOAX, ini fotonya. #hehehe

 


Yang jadi bukti biar si Trek-Lala saja. Penunggangnya males difoto.  #senyum.lebar

 

Terus terang, pas mau masuk ke wilayah Karangmojo ini aku sempat deg-degan. Soalnya, jalan raya utama yang aku lalui ini melintasi wilayah Desa Wisata Bejiharjo yang notabene desanya Gua Pindul. Tahu sendiri lah, saat ini semua akses jalan raya ke Desa Wisata Bejiharjo kan dijaga ketat sama pos retribusi.

 

Tapi, masak ya kalau numpang lewat saja mesti bayar retribusi sih? Kalau iya, kok sudah mirip jalan tol saja? Kalau sepeda motor sih okelah, tapi ini kan sepeda?

 


Lewat pos retribusi yang bikin deg-degan. Dan mereka masih mengawasiku.... #hehehe

 

Jadinya, pas melewati pos retribusi itu aku pelankan laju Trek-Lala. Aku menoleh sepintas ke bapak-bapak yang sedang bertugas. Si Bapak pun membalas pandanganku. Tatapan mata kami beradu. Tanpa sepatah dua patah kata terucap. Tanpa kode santun sebatas anggukan kepala.

 

Hingga pada akhirnya....

 

AKU LOLOS!

NGGAK BAYAR RETRIBUSI!

Gyahahaha! #senyum.lebar

 

Ternyata pesepeda dianggap sama seperti dhemit lewat. Sama-sama nggak dianggap maksudnya #hehehe. Tapi sepertinya, kalau banyak pesepeda yang melintas, ya bakal menarik perhatian petugas jaga pos retribusi juga sih. #hehehe

 


Gua Pindul pas lagi sepi-sepinya! Padahal kalau hari libur pukul 9 pagi ramenya minta ampun.

 

Kalau Pembaca singgah di Gua Pindul pas hari Rabu itu, pasti bakal heran kalau Gua Pindul itu SEPIII BANGET! Memang bener katanya Om Tomi Purba, kalau mau nyari sepi di Gua Pindul itu pas hari kerja. Kalau nggak Rabu ya Kamis. Bisa bebas deh berenang-renang di sungainya. #senyum.lebar

 

Tapi ya amat sayang sekali, tujuanku bersepeda kali ini BUKAN ke Gua Pindul lho!

 

 

Melalui artikel ini, aku sekadar ingin memberikan wawasan ke Pembaca akan suasana kehidupan di Gunungkidul, Yogyakarta. Khususnya, di sepanjang jalan raya yang menghubungkan Playen dan Karangmojo. 

 

Dan lagi, selain untuk mengolah raga dan menyegarkan mata, bersepeda juga dapat menggiring kita untuk mengingat Tuhan. Jadi, bersepeda itu nggak semata-mata kesenangan duniawi thok lho! #senyum

 

Paling nggak, pada Rabu pagi ini aku sudah menorehkan dua pencapaian. Pertama, bersepeda perdana ke Karangmojo. Kedua, bersepeda perdana ke Gua Pindul. Ternyata ya medan jalannya nggak terlalu menakutkan (baca: banyak tanjakan #hehehe) kok.

 

 

Dari Gua Pindul, pada bulan April, di bawah langit yang cerah berawan, aku pun melanjutkan perjalanan dengan Trek-Lala menembus pelosok Gunungkidul....

 

Kira-kira mau ke mana ya? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI