HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Dari Pulau Batam, ke Pulau Bintan, ke Pulau Lingga

Minggu, 19 Juni 2016, 06:45 WIB

Sampai dengan beberapa bulan yang lalu, aku salah membayangkan Pulau Bintan. Ya maklum, seumur-umur aku sama sekali belum pernah main ke Pulau Bintan. Jadi ya, pengetahuanku tentang Pulau Bintan paling hanya dari iklan-iklan. Gambaran kasarnya kurang lebih seperti foto di bawah ini.

 


foto dipinjam dari: http://www.nirwanagardens.com/hotel/mayang-sari-beach-resort/

 

 

Ya itu!

 

Selama bertahun-tahun lamanya, aku membayangkan kalau Pulau Bintan itu mirip-mirip dengan Pulau Bali. Yang mana, di Pulau Bintan itu:

 

  1. Banyak resor mewah.
  2. Banyak bule.
  3. Eh, bule ceweknya banyak yang berbikini. #hehehe
  4. Banyak pantai.
  5. Plus, pasir pantainya putih. #senyum.lebar

 

Hanya saja, kesalahan PALING fatal dan PALING bikin malu harga diri sebagai seorang WNI adalah aku menyangka Pulau Bintan itu ada di Malaysia!

 

Gyahahaha. #senyum.lebar

 

Padahal eh ternyata, Pulau Bintan itu merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau. Sekaligus juga pulau di mana Kota Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau berada.

 

Hmmm... kayaknya aku mesti belajar geografi lagi ini. #hehehe

 

 


Kesan pertama saat menapakkan kaki di Pulau Bintan, ternyata pantai pasir putihnya JAUH!
#hehehe
Eh, bangunan putih yang ada di latar itu adalah Gedung Daerah Tanjungpinang.
Residen Belanda untuk Tanjungpinang yang terakhir, Dr Waardenburg, tinggal di sana sampai tahun 1950.

 

Bila dibandingkan dengan Kota Batam, Kota Tanjungpinang ini seperti kalah tenar. Dari sekian banyak wilayah di Kepulauan Riau, yang sering diekspos ya Batam. Pusat geliat ekonomi adanya di Batam. Orang-orang nyeberang naik kapal feri ke Singapura seringnya dari Batam #eh. Aku sendiri mendarat di Kepulauan Riau ya lewat Bandara Hang Nadim di Batam.

 

Wew... Batam lagi... Batam lagi...

 

Jadi, mungkin itu sebabnya kenapa Batam “rewel” ingin memisahkan diri menjadi provinsi baru. Kalau begini ceritanya, nanti bakal semakin banyak provinsi yang mesti dihafalkan anak-anak sekolah dong? #hehehe

 

 


Suasana pagi di salah satu sudut Kota Daik di Pulau Lingga.

 

Selain Pulau Batam dan Pulau Bintan, di Kepulauan Riau masih terdapat BUANYAAAK pulau-pulau lain. Salah satu pulau tersebut bernama Pulau Lingga. Pulau inilah yang menjadi lokasi blusukan-ku di penghujung April 2016.

 

Pulau Lingga merupakan salah satu pulau besar yang terletak di wilayah selatan Kepulauan Riau. Nama Lingga juga dipakai sebagai nama kabupaten yang menaungi pulau ini, yakni Kabupaten Lingga. Ibu kota Kabupaten Lingga adalah Kota Daik dan bertempat di Pulau Lingga.

 

 

Pulau Lingga berjarak lumayan jauh dari Pulau Bintan dan juga Pulau Batam. Hitungan kasarnya, jarak dari Pulau Batam ke Pulau Bintan itu kan 30-an km. Jarak dari Pulau Bintan ke Pulau Lingga itu 100-an km. Jadinya, total jarak dari Pulau Batam ke Pulau Lingga ya sekitar 130-an km!

 

Gimana? Jauh kan? Lha, terus ngapain dong aku kurang kerjaan jauh-jauh blusukan ke Pulau Lingga?

 

Ya jelas lah untuk menyambangi panorama alam andalan Pulau Lingga yang fotonya di bawah ini. #senyum.lebar

 


Air Terjun Resun yang menjadi primadona wisata di Pulau Lingga.

 

 

Nah, di artikel ini aku mau bercerita perihal pengalaman perjalananku ke Pulau Lingga yang berawal dari Pulau Batam. Siapa tahu, ada Pembaca yang tertarik menyambangi obyek wisata di atas tetapi bingung bagaimana caranya untuk pergi ke Pulau Lingga.

 

Yah, semoga artikel ini membantu deh. #senyum.lebar

 

Pengantar Nama Tempat di Batam, Bintan, dan Lingga

Sebelum membahas lebih jauh tentang cara berlayar ke Pulau Lingga, ada baiknya kita kenalan dulu dengan nama-nama tempat di wilayah Kepulauan Riau berikut ini.

 

Pulau Batam
Pulau “tenar” di Kepulauan Riau. Kota Batam terletak di Pulau Batam. #ya.iyalah

 

Pulau Bintan
Pulau di mana Kota Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau berada.

 

Pulau Lingga
Pulau yang menjadi tujuan blusukan-ku. Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga terletak di Pulau Lingga.

 

 

Bandar Udara Internasional Hang Nadim
Airport yang terletak di Pulau Batam dan disinggahi banyak penerbangan dari berbagai provinsi di Indonesia.

 

Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah
Airport yang terletak di Pulau Bintan. Dahulu bernama Bandar Udara Kijang. Hampir seluruh penerbangan ke bandara ini bertolak dari Jakarta. Sayangnya, frekuensi penerbangannya jarang banget.

 

 

Pelabuhan Telaga Punggur
Pelabuhan yang terletak di timur Pulau Batam. Pelabuhan ini menghubungkan Pulau Batam dengan Pulau Bintan.

 

Pelabuhan Sri Bintan Pura
Pelabuhan yang berada di Kota Tanjungpinang di sisi barat Pulau Bintan.

 

Pelabuhan Tanjung Buton
Pelabuhan yang berada di Pulau Lingga dan dekat dengan Kota Daik.

 

Cara Paling Fleksibel ke Kota Tanjungpinang

Oke! Setelah kenalan dengan tempat-tempat di atas, sekarang saatnya kita memahami fakta yang terjadi di bulan April 2016 silam, bahwasanya

 

Kapal ke Pulau Lingga hanya ada dari Pulau Bintan

 

Itu artinya, untuk berlayar ke Pulau Lingga, Pembaca harus terlebih dahulu singgah di Pulau Bintan. Lebih tepatnya, di Pelabuhan Sri Bintan Pura yang terletak di Kota Tanjungpinang.

 

 

Dari sini, muncullah pertanyaan,

 

Bagaimana cara pergi ke Tanjungpinang?

 

Nah, berdasarkan pengalamanku, tersedia dua pilihan cara untuk melancong ke Kota Tanjungpinang. Pembaca tentu sudah bisa menebak. Pilihan pertama, naik pesawat. Pilihan kedua, naik kapal.

 

Eh, karena Provinsi Kepulauan Riau itu wujudnya wilayah kepulauan, jadinya ya JANGAN HARAP ada transportasi antar pulau berwujud bus atau kereta! #senyum.lebar

 


Untuk kali ini benar-benar merasakan bahwa Indonesia itu negara kepulauan. #senyum.lebar

 

 

Semisal bertolak dari Jakarta, Pembaca bisa memilih penerbangan dengan rute langsung Jakarta – Tanjungpinang. Sayang sekali, umumnya jadwal penerbangan ini hanya tersedia satu kali dalam sehari. Nggak fleksibel sekali kan?

 

Cara lain untuk menuju Kota Tanjungpinang adalah memadukan antara metode jalur udara dengan jalur laut. Dari Jakarta (atau kota-kota besar lain), Pembaca bisa naik pesawat tujuan ke Batam (Bandar Udara Internasional Hang Nadim) kemudian dilanjut naik kapal dari Batam ke Tanjungpinang.

 

Menurutku, metode gabungan ini merupakan pilihan cara yang cukup fleksibel. Sebabnya, frekuensi penerbangan dengan tujuan Batam bisa dibilang cukup sering. Kapal yang melayani rute Batam – Tanjungpinang pun berangkat setiap 1 jam sekali dari pukul 8 pagi hingga 6 sore.

 

Ongkos Transpor Sampai ke Bintan

Selanjutnya, hehehe, mari kita singgung perkara ongkos. #senyum.lebar

 

Saat bukan peak season, penerbangan dari Jakarta menuju Tanjungpinang umumnya bertengger di rentang harga Rp450.000-an. Sedangkan penerbangan dari Jakarta menuju Batam umumnya bertengger di rentang harga Rp500.000-an.

 

Lumayan mahal ya? #hehehe

 

Maka dari itu, mari kita berdoa semoga maskapai-maskapai memberi tarif promo saat low season. Sebab, memperoleh tiket Jakarta – Batam/Tanjungpinang seharga Rp300.000-an itu merupakan pilihan hemat untuk menjaga dompet agar tetap gemuk. #senyum.lebar

 


Bukan promosi lho, tapi waktu itu memang Citilink yang sedang menebar promo tiket yang "agak" murah. #hehehe

 

 

Pilihan transportasi dari Bandara Hang Nadim menuju Pelabuhan Telaga Punggur hanya dilayani oleh taksi dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Ada banyak perusahaan taksi yang beroperasi di Batam. Taksi-taksi juga sudah dilengkapi dengan argometer. Hanya saja, seringnya sopir taksi lebih mengedepankan “tarif nego”. Waduw!

 

Untuk menuju ke Pelabuhan Telaga Punggur, biasanya sopir taksi menawarkan tarif awal Rp90.000 hingga Rp100.000. Alangkah dermawannya Pembaca bilamana tarif yang mahal ini nggak ditawar, hahaha. #senyum.lebar 

 

Cobalah tawar dengan sedikit berbasi-basi. Tarif awal bisa turun jadi Rp80.000 itu sudah bagus. Dengan trik menyaru sebagai warga Sumatra (lengkap dengan logatnya #hehehe), bisalah itu tarif turun menjadi Rp70.000. Pembaca berhak menyandang predikat “jagoan nawar” bilamana sukses mendapat tarif Rp50.000 hingga Rp60.000. #senyum.lebar

 

Usahakan jangan melakukan proses tawar-menawar lebih dari 3 menit. Nanti sopir taksinya bakal ill feel dan menganggap Pembaca pelit. Toh, UMK Batam di tahun 2015 saja sudah mencapai Rp2,9 juta (bandingkan dengan UMK Jogja yang “hanya” Rp1,3 juta). Biaya hidup di Batam mahal bung!

 

Trik lain untuk mendapatkan tarif taksi murah adalah patungan dengan naik taksi beramai-ramai. Cobalah ajak obrol orang-orang yang sepertinya ingin naik taksi. Siapa tahu tujuannya sama dan berkenan naik taksi bareng. #senyum.lebar

 


Suasana tempat penjualan tiket kapal feri di Pelabuhan Telaga Punggur.
Begitu masuk ke sini harus siap dengan teriakan para agen tiket dari loket-loket. Bagusnya nggak ada calo.

 

 

Di Pelabuhan Telaga Punggur silakan membeli tiket feri yang dijual di sejumlah loket seharga Rp57.500. Bayar juga retribusi masuk pelabuhan sebesar Rp5.000 per orang. Setelah itu ya silakan naik ke kapal dan nikmati perjalanan kurang-lebih 1 jam menuju Kota Tanjungpinang.

 

Seperti yang aku sebutkan di atas. Jadwal keberangkatan kapal dari Batam menuju Tanjungpinang itu setiap 1 jam sekali dari pukul 8 pagi hingga pukul 6 sore. Hal yang serupa juga berlaku untuk jadwal keberangkatan kapal dari Tanjungpinang ke Batam. Enak kan hilir mudik Batam – Bintan? #senyum.lebar

 

Cara ke Lingga dari Tanjungpinang

Nah sekarang, kita sudah berada di Tanjungpinang, tepatnya di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Mari, tarik napas dalam-dalam dahulu sebelum berpindah ke pertanyaan terakhir yang paling krusial,

 

Bagaimana cara naik kapal dari Tanjungpinang ke Lingga?
Jadwal keberangkatannya kapalnya kapan saja?

 

Ini yang menarik. #senyum

 

 

Jadwal kapal dari Pelabuhan Sri Bintan Pura (Kota Tanjungpinang, Pulau Bintan) menuju Pelabuhan Tanjung Buton (Kota Daik, Pulau Lingga) hanya tersedia SATU KALI dalam sehari, yaitu berangkat pukul 11 siang dan tiba sekitar pukul 4 sore.

 

Lama perjalanannya memang tergolong lama. Sekitar 5 jam. Itu kalau kondisi laut (ombak) sedang bersahabat ya. Kalau kondisi lautnya buruk ya... mbuh! #hehehe

 

Sebaliknya, kapal yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Buton ke Pelabuhan Sri Bintan Pura juga hanya tersedia SATU KALI dalam sehari, yaitu berangkat pukul 7 pagi dan tiba sekitar pukul 12 siang.

 


Ah... Pulau Penyengat. Semoga suatu saat bisa mampir ke sana. Sekarang ke Pulau Lingga dulu.

 

 

Jadi, untuk Pembaca yang berniat pergi ke Pulau Lingga, harus siap sedia di Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang paling lambat pukul 10 siang! Implikasinya, Pembaca harus sudah sepagi mungkin berada di Pelabuhan Telaga Punggur, Batam. Kalau bisa sih paling lambat pukul 9 pagi sudah harus berlayar dari Batam menuju Tanjungpinang. Kalau mau yang lebih nyaman Pembaca bisa menginap semalam dulu di Batam.

 

Aku sendiri baru merapat di Tanjungpinang pada hari Kamis sore (29/4/2016). Alhasil, aku wajib bermalam di Tanjungpinang untuk mengejar keberangkatan kapal esok siang. Aku sengaja memilih menginap di Tanjungpinang. Konon, tarif penginapan di Tanjungpinang lebih murah daripada di Batam. Aku juga penasaran dengan kehidupan di Tanjungpinang.

 

Eh, tapi... itu artinya besok Jumat aku nggak bisa menunaikan salat Jumat berjamaah karena ya situasiku kan sedang di atas kapal. #sedih

 

Berangkat ke Lingga dari Pelabuhan Sri Bintan Pura

Dari penuturan petugas di pelabuhan, pada hari Jumat (30/4/2016) aku harus siap sedia di Pelabuhan Sri Bintan Pura sekitar pukul 9 pagi. Tapi namanya juga seorang Wijna. Urusan ngendog yang berkepanjangan bikin aku baru tiba di pelabuhan sekitar pukul 10 kurang beberapa belas menit. #hehehe

 

Pelayaran dari Pelabuhan Sri Bintan Pura ke Pelabuhan Tanjung Buton (dan sebaliknya) dilayani oleh kapal MV Arena 3. Kapal ini dioperasikan oleh MV Lingga Permai. Di bulan April 2016, tarif tiket kapal feri dari Tanjungpinang ke Lingga adalah sebesar Rp173.000 per orang.

 

 “Itu tarifnya baru saja turun Bang.”, kata si bapak yang bertugas menjual tiket

 

Turunnya tarif tiket ini jelas dipengaruhi oleh turunnya harga solar yang terjadi di awal April 2016. Sebelum harga solar turun, katanya harga tiketnya Rp180.000 per orang. Semisal di masa mendatang harga solar naik lagi, bisa-bisa harga tiketnya juga ikut naik lagi dong ya? #sedih

 

 


Suasana tempat penjualan tiket kapal feri di Pelabuhan Sri Bintan Pura.
Di luar ada beberapa calo yang bergentayangan. #hehehe

 

Setelah menebus retribusi masuk pelabuhan sebesar Rp5.000 per orang, duduklah aku menunggu panggilan keberangkatan di ruang tunggu penumpang. Ini momen-momen terakhir di mana aku bisa browsing-browsing internet pakai sinyal HSDPA. Karena nanti di tengah laut dan juga di Pulau Lingga, sinyalnya jadi kurang bersahabat.

 


Ruang tunggu penumpang paling nyaman menurutku tetap ruang tunggu di bandara.
Walaupun sama-sama padat orang, seenggaknya di sana ada AC-nya. #hehehe

 

Sekitar pukul setengah 11 siang, akhirnya terdengar juga panggilan agar para penumpang kapal Lingga Permai segera naik ke kapal. Aku kira penumpang tujuan ke Lingga pada Jumat itu sedikit karena ada ibadah salat Jumat. Eh, ternyata ya banyak juga.

 


Naik kapal dengan tujuan "Antar Pulau" itu rasanya kayak gimanaaa gitu. #senyum.lebar
Serasa menjelajah ke wilayah Indonesia yang pokoknya posisinya ada di tengah laut. #senyum.lebar

 


Keluar dari ruang tunggu penumpang ke area keberangkatan ini. Semacam dermaganya lah.

 


Semisal ada Pembaca yang bertanya-tanya, "Bisakah kiriman paket menjangkau pulau-pulau kecil?"

 

Sepintas, dari luar wujud kapal MV Arena 3 memang kurang meyakinkan. Nggak sebesar kapal yang menghubungkan Tanjungpinang dan Batam. Padahal, kapal Tanjungpinang – Batam ukurannya besar tapi penumpangnya sedikit. Lha ini, kapal Tanjungpinang – Lingga ukurannya kecil tapi penumpang dan barangnya berjubel. #senyum.lebar

 


Lima jam perjalanan laut naik kapal ini. Semoga nggak mabuk laut....

 


Kok ya jadi khawatir juga seandainya barangnya terjatuh ke laut. #hehehe

 


Aku membayangkan papan kayunya tiba-tiba patah, orang yang melangkah bakal BYUR! #senyum.lebar

 

 

Setelah aku masuk ke dalam, ternyata kondisi kapal MV Arena 3 nggak buruk-buruk amat kok! Untuk ukuran kapal kelas ekonomi, menurutku fasilitasnya terbilang memadai. Kursi-kursinya terlihat bersih dan belum rusak (semoga nggak rusak #hehehe). Ada AC (dingin banget!) dan juga televisi yang memutar film dari DVD player. Cocoklah ini untuk mengobati kebosanan perjalanan berjam-jam tanpa ditemani sinyal koneksi internet. #hehehe

 

Hal yang menurutku kurang nyaman adalah susunan baris kursi yang jaraknya cukup sempit. Itu pun kaki masih harus berbagi tempat dengan jaket pelampung yang dijejalkan di rongga di bawah kursi. Untuk penumpang dengan postur tubuh besar, bisa jadi kurang nyaman duduk di kursi ini.

 


Yang patut disyukuri adalah di ruang duduk ini BEBAS ASAP ROKOK!
#yes

 

 

Sebelum berangkat, petugas hilir mudik memeriksa tiket dan juga mencatat nama-nama penumpang. Di tiket sendiri sudah tertera nomor kursi. Jadinya, penumpang harus duduk di kursi yang telah ditetapkan.

 

Oh iya, di kapal MV Arena 3 juga tersedia kantin. Di sepanjang perjalanan para ABK bisa dimintai tolong untuk memesankan makanan dan minuman dari kantin. Kalau nggak salah, segelas teh panas itu harganya Rp10.000 dan nasi goreng serta pop-mie itu Rp20.000.

 

Bertugas Menjaga Unggas

Aku kenalan dengan “tetangga” penumpang yang duduk di sebelahku. Namanya Een. Dia ini mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (disingkat UMRAH, bagus ya? #senyum.lebar). Katanya sih sedang mengambil cuti. Jadinya, pulang kampung deh.

 

“Bang, tolong titip jaga ayam saya ya.”

“Hah? Iya”

“Makasih ya Bang”

 

Kemudian Een berlalu, meninggalkan aku yang tengah asyik menonton film Smurf. Di saat menonton film itulah aku merasa ada yang aneh. Kotak kardus yang ada di bawah bangku Een sepertinya kok bergerak-gerak?

 

Lha, kan aku jadi curiga? Alhasil, sambil menonton film, sesekali aku mengalihkan pandangan ke arah kardus. Eh, tiba-tiba muncul sesuatu dari dalam kardus!

 

WEH! NONGOL KEPALA AYAM!

 


Nggak hanya menjulurkan kepala, tapi juga mematuk-matukkan paruhnya ke kakiku. Mungkin dia lapar.... #hehehe

 

 

Aku pikir yang dimaksud ayam oleh Een itu ayam mati yang sudah dimasak dan siap disantap. Makanya, dimasukkan ke dalam kardus. Eh, ternyata ayam hidup toh!?

 

Pas Een kembali ke kursi, aku interogasi lah dirinya.

 

“Ini ayamnya hidup?”, pertanyaan yang terdengar bodoh sih, tapi ya untuk lebih meyakinkan aku saja sebetulnya #hehehe

“Iya Bang, yang satu lagi ditaruh di atas kapal mati. Tertindih barang-barang lain.”

“Hah? Terus gimana?”, pikirku Een mau menuntut ganti rugi

“Nggak apa-apa. Kan masih ada satu ini Bang.”

“Ini ayam apa?”

“Ayam Bangkok Bang.”

“Dari Bangkok?”, lagi-lagi ini terdengar seperti pertanyaan bodoh #hehehe

“Nggak Bang, belinya di Tanjungpinang.”

“Berapa harganya?”

“Tiga ratus lima puluh ribu Bang.”

 

WUIH! Ayam mahal ini rupanya! Sedih dan sayang banget ayam yang satu sudah dipanggil Gusti Allah SWT ke surga.

 

 

Jadilah, di sepanjang perjalanan itu aku berusaha sekuat tenaga menjaga agar satu-satunya ayam Bangkok yang tersisa tetap menjulur-julurkan kepala ke luar kardus. Itu kan artinya dia masih bernyawa, hahaha #senyum.lebar. Een sendiri sering pergi meninggalkan kursi. Entah ke mana. Mungkin dirinya merokok di suatu tempat sana?

 

Tapi ya ada untungnya juga aku menjaga ayam kenalan dengan Een, karena petualanganku di Pulau Lingga keesokan hari mungkin nggak akan berjalan lancar semisal kami nggak saling kenal. #senyum.lebar

 

Pesan moral yang bisa kita petik adalah,
Jangan lepaskan ayam dari jangkauan! Bila terpaksa, titipkan pada pemuda yang bisa dipercaya. #eh

 

Total Pengeluaran dan Cara Lain Menuju Lingga

Tanpa terasa, waktu menunjukkan pukul setengah 5 sore. Kapal MV Arena 3 akhirnya merapat juga di Pelabuhan Tanjung Buton. Telat setengah jam dari jadwal kedatangan. Biasalah Indonesia. #hehehe

 

Sejauh ini biaya yang aku keluarkan untuk transportasi menuju Pulau Lingga adalah sebagai berikut.

 

Pesawat Citilink ke Batam Rp400.000
Taksi dari Hang Nadim ke Telaga Punggur Rp70.000
Kapal Feri dari Batam ke Tanjungpinang Rp57.500
Kapal Feri dari Tanjungpinang ke Lingga Rp173.000
Total Rp700.500

 

Sebetulnya, selain rute perjalanan yang aku tempuh di atas itu, ada juga 2 rute alternatif menuju Pulau Lingga. Ya, masih lewat jalur laut juga sih.

 

Rute alternatif pertama adalah naik kapal dari Pelabuhan Sri Bintan Pura menuju Pelabuhan di Pancur. Pancur merupakan nama kota yang terletak di bagian utara Pulau Lingga. Lebih tepatnya di Kecamatan Lingga Utara. Kota Pancur dan Kota Daik terpisah jarak sekitar 20-an km dengan satu-satunya transportasi penghubung adalah kendaraan pribadi atau ojek.

 

Semisal Pembaca bertujuan mengeksplorasi wilayah Lingga utara, ada baiknya memang memilih Pancur sebagai lokasi basecamp. Aku kurang tahu berapa tarif tiket kapal dari Tanjungpinang ke Pancur beserta jadwal keberangkatannya. Tapi, sepertinya waktu tempuhnya nggak jauh beda dengan kapal ke Pelabuhan Tanjung Buton.

 


Letak Kota Daik, Kota Pancur, dan Pulau Senayang dalam peta.

 

 

Bila merasa waktu tempuh 5 jam Tanjungpinang – Lingga (yang bisa molor #hehehe) itu terbilang lama, Pembaca bisa mencoba rute alternatif kedua yang memangkas waktu tempuh yang 5 jam itu menjadi hanya 3 jam dengan kompensasi tarif yang sedikit lebih mahal. #hehehe

 

Rute alternatif kedua yang terbilang cepat dan menjadi pilihan bagi warga Lingga yang diburu waktu adalah melalui Pulau Senayang. Jadi, dari Kota Pancur Pembaca berlayar ke Pulau Senayang naik kapal milik warga yang tarifnya Rp40.000 per orang. Kemudian, dari Pulau Senayang barulah berlayar ke Tanjungpinang naik kapal cepat dengan tarif Rp200.000 per orang.

 

Yang patut menjadi perhatian adalah, baik rute umum maupun rute alternatif, jadwal keberangkatan kapalnya HANYA SATU KALI dalam sehari. Kalau telat ya... terpaksalah menggelar tikar di tengah pulau di Laut Natuna. #hehehe

 


Petualangan menjelajah sudut-sudut Pulau Lingga resmi dimulai. #senyum.lebar

 

 

Di bawah naungan langit sore yang mendung itulah blusukan-ku di Pulau Lingga dimulai. Kemudian, dengan ojek bertarif Rp20.000 tanpa nego, aku melanjutkan perjalanan sejauh sekitar 9 km dari Pelabuhan Tanjung Buton menuju Kota Daik.

 

Akhir kata, semoga dengan artikel ini Pembaca yang juga berkeinginan singgah di Pulau Lingga mendapat secercah gambaran perihal transportasi menuju ke sana. Artikel lain tentang Pulau Lingga tunggu di bulan depan ya! Hehehe. #hehehe

 

Pembaca juga pernah jalan-jalan ke pulau?

NIMBRUNG DI SINI