Semua bermula dari senggol-menyenggol komentar di media sosial antara aku dan Indra sang punggawa blog Mari Kita Dolan. Sepertinya cocok tuh kalau satu hari di akhir Desember 2015 silam (yang hari liburnya dempet-dempetan itu) dipakai untuk sepedaan. #senyum.lebar
Berhubung aku kalau memilih rute sepeda ujung-ujungnya pasti bakal “begitu” (Pembaca artikan sendiri lah ya #hehehe), alhasil aku pasrahkan saja deh ke Indra perkara mau dibawa ke mana sepeda kita. #nyanyi Eh, malah Indra menjawabnya manut-manut. Weleh, repot ini!
Apa boleh buat. Memutar otaklah aku memilah-milih rute sepeda. Aku tanya mau rute datar atau nanjak. Dijawab Indra nanjak boleh asalkan manusiawi. Waduh! Tanjakan manusiawi itu yang macam mana ya Ndra? #bingung
Setelah mencari inspirasi sambil ngendog, akhirnya mencuatlah ide bersepeda ke Gua Jepang di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Selain karena aku merasa sudah lama bingits nggak menyapa wilayah Pundong, Gua Jepang ini aku pilih karena lokasinya masih di seputar Bantul (yang notabene daerah kekuasaannya tim Mari Kita Dolan) plus... ya... ada tanjakannya #hehehe.
Eh, eh, eh, tapi tanjakan Gua Jepang Pundong ini menurutku sih manusiawi ya. Dengar-dengar hanya perlu menempuh sekitar 3 km jalan nanjak. Lagipula, aku belum pernah tahu cerita kalau tanjakan Gua Jepang Pundong ini lebih jahanam dibanding tanjakan Mangunan atau tanjakan Cinomati.
Dari Jogja Menuju Pundong
Jadilah di hari Kamis pagi (24/12/2015) yang bertepatan dengan libur Maulid Nabi Muhammad SAW, aku bersama tim Mari Kita Dolan ~ Male Version (Indra, Novi, Charsidi, dan Yudho) berangkat bersepeda menuju Gua Jepang Pundong dari Pasar Jejeran, Pleret pukul 6 pagi.
Kalau dolan sama anak-anak muda ini, aku jadi sregep bangun pagi. Kalau sama kawan-kawan sepuh eks-SPSS sih janjian pukul 6, berangkatnya setengah 8, gyahahaha. #senyum.lebar
Perjalanan dari Pasar Jejeran menuju Pundong terbilang was-wus-was-wuus. Sampai di wilayah Pundong sekitar pukul 7 pagi. Kemudian langsung mengarah ke Kali Opak. Lebih tepatnya, mencari jembatan penyebrangan untuk berpindah sisi ke wilayah Pundong yang ada di seberang selatan Kali Opak.
Weh! Kagetlah aku pas sampai di jembatan. Dulu banget, aku ngertinya jembatannya ini ya jembatan gantung yang warnanya kuning. Eh, nggak bener-bener jembatan gantung juga sih. Soalnya jembatannya ya masih pakai pondasi kaki beton di Kali Opak juga.
Difoto pada Agustus 2013.
Di tahun 2015 ini kok ujug-ujug sudah ada jembatan beton yang lebih kokoh dan lebih besar. Lokasi jembatan baru dan jembatan lama itu hanya terpaut jarak sekitar 100 meter. Kalau ada jembatan jembar seperti ini kan mobil, truk, atau bus bisa lebih enak wira-wiri-nya.
Sepertinya, kalau aku dan Pembaca mau lebih update lagi perihal info-info Pundong atau lokasi-lokasi menarik di Pundong, wajib hukumnya mlipir ke blog-nya Mbak Dwi Susanti selaku wanita berdarah Pundong. #senyum.lebar
Semangat Menanjak ke Gua Jepang!
Wokey! Selepas beristirahat sejenak di jembatan, mengambil napas sembari mengumpulkan niat, perjalanan pun dilanjutkan menuju dasar tanjakan Gua Jepang. Letaknya persis di pinggir Jalan Raya Siluk – Parangtritis. Kalau dari jembatan baru ini, kira-kira jaraknya sekitar 3 km lah.
Begitu sampai di dasar tanjakan lagi-lagi aku kaget.
Kok intro tanjakannya sudah vertikal begini yak?
Glek... mendadak dengkul jadi lemas. Niat yang sudah susah-payah dikumpulkan jadi pada berceceran entah ke mana...
Tapi, melihat anak-anak muda yang tampak bergairah melibas tanjakan, aku sebagai member yang paling uzur pun tergugah nggak mau kalah. Mau ditaruh di mana harga dengkul seandainya Mbah Gundul tahu? #hehehe
Woladalah... ternyata mereka menggeh-menggeh juga di 200 meter pertama... #hehehe
Aku pun didaulat untuk berada di posisi terdepan. Ya sudah lah...
Sekitar 600 meter dari dasar tanjakan adalah titik pemberhentian pertama yang berwujud tanah lapang. Di sini Yudho undur diri karena mau menghadiri acara nikahan. Alhasil, rombongan tersisa 4 orang. Waktu menunjukkan pukul setengah 9 pagi.
Berjarak 200 meter dari titik pemberhentian pertama adalah titik pemberhentian kedua yang berwujud pos ronda dusun Payahan. Anggota rombongan mulai pada mumet. Kok nggak sampai-sampai ke Gua Jepang sih? Kan jaraknya hanya 3 km dari dasar tanjakan? Menurut omongan bocah-bocah dusun, katanya sih lokasi Gua Jepang masih jauh. Weleh...
Di sini aku belajar pengalaman yang mana jarang terpikirkan sewaktu aku bersepeda sendiri atau bareng Mbah Gundul CS. Sepertinya, aku harus siap sedia bekal semacam biskuit, roti, atau sejenisnya. Bukan buatku, tapi buat teman-teman yang sepertinya butuh asupan tenaga ekstra guna melibas tanjakan.
Agaknya aku terlalu “sombong” dan lupa kalau kekuatan bersepeda setiap orang itu berbeda-beda. Duh! Jadi merasa berdosa ini sudah mengajak mereka bersepeda ke mari. #sedih
Leren Dengkul di Sendang Surocolo
Berjarak 300 meter dari pos ronda adalah titik pemberhentian ketiga yang melegakan. Kenapa aku sebut melegakan? Karena titik pemberhentian ketiga ini adalah kawasan Gua Sunan Mas atau yang dikenal juga sebagai Gua Surocolo.
Meskipun objeknya adalah gua, tapi yang dominan terlihat dari pinggir jalan raya adalah Sendang Surocolo yang asri (sekaligus wingit #hehehe) dinaungi pohon besar nan rindang. Benar-benar ibarat oase bagi para musafir yang kelelahan. #senyum.lebar
Di kawasan Gua Surocolo ini juga ada warung yang kemudian dimanfaatkan Indra untuk menimbun perbekalan. Selain warung, ternyata juga ada toilet umum! Sepertinya sih untuk memfasilitasi para peziarah Gua Surocolo. Tapi ya lumayan lah, seandainya aku bersepeda ke sini lagi aku nggak perlu mumet menjajah semak-semak jadi tempat ngendog. Hahaha. #senyum.lebar
Kayaknya kapan-kapan aku mesti ngajak Mbah Gundul bersepeda kemari untuk “menerawang” Gua Surocolo. Siapa tahu ada batu meteorit nyasar di sini Mbah? #hehehe
Tanjakan Jilid 2 yang Penuh Tantangan
Sekitar pukul 9 pagi lebih sedikit dimulailah petualangan jilid 2 menuju Gua Jepang Pundong. Eh, anggap saja perjalanan dari dasar tanjakan ke Gua Surocolo tadi sebagai petualangan jilid 1 alias intro.
Petualangan jilid 2 ini aku istilahkan sebagai petualangan yang sesungguhnya. Kenapa? Karena wujud jalan dari Gua Surocolo menuju Gua Jepang Pundong adalah seperti foto di bawah ini.
Pembaca paham? #senyum.lebar
So far, medan jalan di petualangan jilid 2 ini berwujud tanjakan yang lumayan tidak manusiawi. Dengan remah-remah tenaga yang tersisa, kami pun melibas tanjakan dengan banyak-banyak menuntun sepeda.
Sorry ya Indra CS. Aku nggak nyangka tanjakannya seperti ini. #sedih
Pukul setengah 10 siang lebih sedikit, kami dengan sangat terpaksa menggelar lapak di pinggir jalan aspal yang jarang dilalui kendaraan itu. Lokasi di pemberhentian keempat ini sebetulnya ideal untuk menggelar tenda. Sebab, terlihat ada bekas-bekas api unggun di salah satu sudut lapangan.
Yang Istimewa dari Puncak Bukit
Pucuk dicinta, ulam pun tiba!
Sekitar pukul 10 siang akhirnya kami mendarat dengan selamat di Gua Jepang Pundong pertama! #senyum.lebar
Eh, Gua Jepang pertama?
Iya, soalnya di kawasan ini terdapat total 18 gua yang dibangun pada masa penjajahan Jepang. Bisa dibilang kawasan ini adalah benteng pertahanan Jepang terbesar dan tersembunyi di wilayah Yogyakarta.
Welcome to Japanese Hidden Fortress in Yogyakarta!
Let’s Save Our Heritage! #senyum.lebar
Oh iya, sebetulnya lokasi Gua Jepang ini berada di perbatasan kabupaten Bantul dan Gunungkidul. Sebab, di jalan aspal menuju kemari, kami sempat melewati patok batas kabupaten. Semoga saja letak Gua Jepang ini nggak membuat kedua pihak saling mengklaim wilayah. Nggak seperti kasusnya Gua Cerme itu. Bener nggak sih kalau Gua Jepang ini masuk wilayah Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta?
Karena keterbatasan waktu dan juga tenaga, kami nggak sempat mengunjungi ke-18 gua Jepang tersebut. Meski begitu, dari sejumlah gua yang kami sambangi, kiranya bisa ditilik karakteristik unik dari gua-gua Jepang Pundong ini.
Berbeda dengan gua Jepang di Kaliurang atau di Berbah, gua-gua Jepang di Pundong ini berukuran lebih kecil. Gua-gua ini dibuat dengan membuat lubang-lubang di dinding bukit yang kemudian disamarkan dengan susunan batu karst. Mungkin di masa lampau, bagian luar gua-gua ini juga disamarkan oleh rimbunnya semak belukar.
Konstruksi gua Jepang terbuat dari beton. Alhamdulillah, masih bertahan kuat hingga saat ini. Hanya saja, akses masuk ke gua-gua jepang ini umumnya harus menuruni jalan tanah yang curam. Jalan ini rawan longsor saat dipijak.
Sejumlah gua yang kami temui dilengkapi dengan cerobong sebagai lubang udara. Ada pula gua yang dilengkapi jendela intai. Pokoknya, benar-benar lokasi yang pas deh untuk main perang-perangan. #eh
Yang aku nggak habis pikir adalah lokasi gua Jepang ini berada di puncak bukit yang berlatarkan pemandangan indah Pantai Parangtritis. Tempat yang cukup romantis untuk menikmati terbenamnya matahari senja.
Tapi mungkin orang-orang di waktu itu nggak begitu ambil urusan dengan panorama indah tersebut. Warga pribumi jadi romusha yang membangun gua-gua pertahanan ini. Sedangkan prajurit Jepang sibuk mengintai pesisir laut selatan, kalau-kalau tentara sekutu mendarat via Samudera Hindia.
Ah, hidup di zaman perang-perangan memang sulit. Makanya, hidup damai lebih enak toh? Kalau misalkan ada yang merasa tidak damai, bisa jadi yang demikian disebabkan karena hati yang sedang bermasalah. #ngelatur
Sampainya kami di ujung jalan aspal kawasan Gua Jepang ini merupakan suatu isyarat bahwa kami harus pulang ke kediaman masing-masing #senyum.lebar. Sekitar pukul setengah 11 siang, kami pun pulang. Medan jalan yang semula berwujud tanjakan tidak manusiawi itu pun berubah menjadi turunan. Eh, kok ya hanya butuh waktu sekitar 7 menit untuk turun dari Gua Jepang menuju Jl. Raya Siluk – Parangtritis. #hehehe
Pembaca mau main perang-perangan di Gua Jepang Pundong? #senyum.lebar
,Jilid 1 juga sama waktu pemula jadi
goweser ,Sampai 4 Kali berhenti ... Setelah
5-6 bulan berlalu dan sering berlatih ke Jalur
tanjakan Nglingseng ,,Bukit Hijau BNI dan
Tanjakan Cino mati akhirnya Aq
dipertemukan lagi ke tanjakan Goa Jepang
PD jilid ke 2...dan Alhamdulillah Akhirnya
bisa lolos Sampai ke atas Tanpa Berhenti ....
Dan sampai Atas agak berkunang kunang
kepalanya ... AQ sandarkan sepada dan coba
lari lari kecil ... 2_3 menit dan sudah normal
lagi ..sedikit cerita dari q
karena njlungup pas turun
Jangan-jangan habis ini akan banyak cerita dunia lain.
Sepedaan with kunti and wowo (gendruwo). Hahaha ^^v
Jadi aku nggak bisa bayangin securam apa tanjakannya ini. :D
Duuh itu Gua Jepang, kalau saja aku bisa ngelihat makhluk astral, pingin tahu di guanya apa ada juga. :D Hihihi
Makasih banget sudah promosiin blogkuh :p dan Pundong tentunya. :)
Mampir Pasar Pundong terus nyoto. :p
Padahal nggone Gua Jepang iku ndek puncak bukit. Modele wedhuse gak koyok wedhus biasane, sikile iso kuat nyengkram ndek watu-watu bukit.
Sangar pokok e, recommended mblusuk mrono Mas, mumpung gratis cuman mbayar parkir motore tok.
Yoh, sip lah nek sesuk iso dolan Jember tak parani. Nuwun infone.
Saya mantan mahasiswa KKN di situ Wij...
Pernah naik sampai atas tapi jalan kaki...
Tapi kok yo diriku lagi seneng mlayu, walhasil ketika diajak sepdahan sama mereka, diriku males. HAHAHA
Btw, koyoke sesuk diriku tak sepedahan munggah gunung ah... Dadi pingin nanjak-nanjak maneh...
Cuma di sini jauh dari gunung.
Wong Jepang mbiyen munggahe numpak opo yo? Mlaku mungkin yoo... tur durung diaspal alus koyo saiki mestine...
Memang dolan kalo nggak diselakne susah yo... hahaha
Fotoku ketok wangun pit e tumpaki terus, padahal asline nuntan nuntun wae... hahaha
Jempol!
Bookmarked.