Mumpung mampir di Aceh, kapan lagi bisa mengicip kuliner Aceh yang dimasak oleh orang Aceh yang bahan-bahan masakannya juga dari Aceh, hehehe. #senyum.lebar
Nggak seperti di Yogyakarta (yang kuliner khasnya berkisar seputar gudeg, soto, dan bakmi #hehehe), dua hari di Aceh (23-24/9/2014) sepertinya belum cukup deh kalau dipakai untuk memuaskan hasrat petualangan kuliner. Soalnya, ragam kuliner Aceh lebih buanyak! Barangkali bisa jadi sebanyak ragam kulinernya Jawa Tengah.
Tapi ya nggak apa-apa. Karena begini jadinya kan selalu punya alasan untuk kembali ke Aceh lagi... yang... entah kapan bakal terlaksana, hahaha #senyum.lebar.
SILAKAN DIBACA
Menangkap si Ayam Tangkap
Kesempatan pertama mengicip kuliner Aceh adalah pada Selasa malam (23/9/2014). Depo pengisian bahan bakar perut yang menjadi tujuan setelah melewatkan senja di Pantai Lhok Nga adalah RM Aceh Rayeuk di Jl. Tengku Imum, Lueng Bata, Banda Aceh.
Eh iya, rayeuk dalam bahasa Aceh berarti raya. Jadi Aceh Rayeuk artinya Aceh Raya.
Sebagaimana yang terpampang di papan nama, masakan yang kami pesan untuk santap malam punya nama yang lumayan ganjil, yaitu ayam tangkap.
He... apa pula ayam tangkap itu?
Apa kami mesti menangkap si ayam dulu sebelum dirinya dibeleh, dicincang, kemudian dimasak?
Setelah menunggu sekitar 15 menit, rasa penasaran pun terjawab dengan barang bukti sepiring ayam tangkap yang terhidang di meja makan. Inilah wujud dari kuliner khas Aceh yang disebut sebagai ayam tangkap.
Santapan yang tersaji di atas piring putih besar tersebut sepertinya wajib dibedah supaya kita makin mengerti apa sajakah unsur-unsur penyusunnya. #senyum.lebar
Dari foto terlihat bahwa sajian ayam tangkap RM Aceh Rayeuk terdiri dari 4 unsur, yaitu
- ayam (goreng),
- dedaunan (goreng),
- cabai (goreng), dan
- bawang (juga digoreng #senyum.lebar).
Menurutku, ayamnya berukuran agak mini. Sepertinya sih bukan satu ayam utuh. Tekstur daging ayamnya agak kenyal. Mungkin ini ayam kampung dari Aceh.
Setelah itu untuk unsur penyusun lain ada dedaunan yang terdiri dari
- daun salam (lebar dan pinggirnya mulus),
- daun kari (kecil dan pinggir-pinggirnya agak bergerigi), dan
- daun pandan yang dicacah-cacah (nggak usah aku jelasin lah ya #hehehe).
Harap diperhatikan bahwa masakan Aceh ini TIDAK menyertakan daun ganja ya!
Walaupun kalau misalnya daun ganjanya dirajang kecil-kecil aku ya juga nggak bakal ngeh, hahaha. #senyum.lebar
Oh iya, di foto kan ada cabai goreng. Tapi, berhubung cabainya digoreng jadi ya rasanya nggak pedas. Bisa dibilang semacam pemanis tampilan sajian thok lah.
Menurutku santapan ini diberi nama sebagai ayam tangkap karena barangsiapa yang menyantapnya harus “menangkap” si ayam yang bersembunyi di balik rimbunan dedaunan. Kira-kira ya seperti itulah asal-muasal nama ayam tangkap menurut penalaranku yang ala kadarnya ini. #hehehe
Soal rasanya sih sama saja seperti rasa ayam goreng pada umumnya. Hanya saja yang bikin beda adalah sensasi ketika menyantap dedaunan yang digoreng. Teksturnya kriuk-kriuk seperti keripik. Serasa makan nasi dengan lauk keripik, hehehe. #hehehe
Satu porsi ayam tangkap di RM Aceh Rayeuk dihargai Rp60.000. Walaupun harganya nggak begitu murah, sajian khas Aceh ini bisa disantap untuk 3 orang.
Adapun santapan dan minuman yang kami pesan di RM Aceh Rayeuk adalah sebagai berikut:
Nasi | Rp5.000 |
Gulai Ayam | Rp12.000 |
Ayam Tangkap | Rp60.000 |
Emping | Rp10.000 |
Cah Kangkung | Rp15.000 |
Ikan Bakar | Rp50.000 |
Capcay | Rp30.000 |
Cumi Goreng | Rp40.000 |
Teh Panas | Rp3.000 |
Eh iya, harga-harga di atas itu belum termasuk PPN 10% lho #hehehe. Ditambah lagi, harga-harga tersebut nggak dicantumkan di daftar menu. Jadi, jikalau berdompet cekak, sebaiknya bertanya harga dulu sebelum bersantap. #senyum.lebar
Mie Caluek si Spaghetti-nya Aceh
Selanjutnya kita pindah dari kuliner rumah makan menuju kuliner kaki lima. #senyum.lebar
Selain mie Aceh yang tersohor itu, ada juga kuliner khas Aceh yang bernama mie caluek. Dalam bahasa Aceh, caluek berarti jumput. Jadi mie caluek artinya mie jumput karena penyajian mie ini dijumput langsung dari wadahnya.
Mie ini ibarat spaghetti-nya Aceh. Tapi seperti foto di bawah, hanya bentuk mienya yang mirip dengan pasta spaghetti. Sedangkan bumbunya ya nggak jauh beda dengan bumbu mie Aceh.
Soal harga, jelas bersahabat banget. Seperti halnya jajanan pasar, kuliner ini bisa ditebus dengan harga sesuai porsi, mulai dari Rp1.000. Mie caluek yang di foto ini itu hasil blusukan-nya Ibu di Pasar Gampong Peuniti.
Makan Mie Aceh dengan Air Tahu
Ngomong-ngomong perkara mie Aceh. Mumpung lagi di Aceh ya sekalian saja toh mengicip mie Aceh yang asli dari Aceh, hahaha. #senyum.lebar
Oleh sebab itu, mampirlah kami pada Rabu siang (23/9/2014) ke RM Mie Razali. Alamatnya di Jl. T Panglima Polem no. 83-84, Peunayong, Banda Aceh.
Rumah makan legendaris yang berdiri sejak tahun 1967 ini ternyata menyediakan menu dengan harga yang ramah kantong! Mie goreng dan mie rebus biasa dihargai Rp10.000 per porsi. Sedangkan rekor menu dengan harga termahal, yakni Rp35.000, ditempati oleh
- mie kepiting + udang,
- mie kepiting + cumi,
- mie kepiting + daging, dan
- mie daging + udang + cumi.
Aku nggak pesan mie kepiting karena sudah menyerah pas melihat tampilan porsinya, hahaha. #senyum.lebar
Untuk minumnya aku mencoba air tahu. Awalnya, aku menduga minuman ini dibuat dari tahu yang digiling lalu diseduh dengan air panas. Tapi, aku jadi curiga dengan dugaanku ketika abang pramusaji bertanya mau air tahu yang dingin atau yang panas.
Nah, begitu air tahu disajikan di meja makan kecurigaanku makin bertambah. Lha kok yang hadir malah Frestea botol yang isinya cairan putih? Setahuku Frestea itu kan produk teh ya? Ini air tahu atau air teh?
Ternyata oh ternyata, air tahu ini 11-12 dengan susu kedelai. Menurut sumber-sumber di internet sih, air tahu itu ya susu kedelai.
Tapi, kok di lidahku rasa air tahu nggak mirip dengan susu kedelai ya? Apa ada perbedaan ramuan antara susu kedelai di Aceh dengan di Jawa? Apa diberi ramuan tambahan ya? Ramuan tambahannya Frestea barangkali? #hehehe
Ah, mbuh lah!. Yang penting enak, murah lagi. #senyum.lebar
Jadi demikian kiranya paparan singkat mengenai sedikit kuliner khas Aceh yang sempat mampir di perut, hehehe #hehehe. Semoga (dan semoga, dan semoga, dan semoga) pada suatu hari nanti aku bisa mampir ke Aceh lagi dan mengicipi kuliner-kuliner lainnya.
Aamiin. #senyum.lebar
Wahai Pembaca! Di kota kediaman Pembaca ada kuliner Aceh juga kah? Kalau di Jogja ternyata sebagian besar kuliner yang aku ceritakan di artikel ini tersedia di RM Aceh Bungong Jeumpa yang cabangnya tersebar di mana-mana.
Ngiler spaghetti khas Aceh! Murah pisan euy!
Kalo di RM Aceh Bungong Jeumpa bisa seenak itu nggak ya? :D
Asli ngiler liat foto-fotonya, apalagi Mie Aceh Kuahnya tuh.
Huwooow. :(
malah ayam lepass .. :) ..
yang lainnya yang pernah nyoba . hanya mie goreng aceh ... itu juga di jakarta .. tapi
rasanya koq ... gimana gitu .. apa beda antara yang di aceh dengan yang disini ... atau
ga sesuai aja sama taste saya ..
makanannya hanya ada enak dan enak bangettttt... itu baru sebagian kecil mas... kamu
blm cobain sate matang, mie bangladesh, gule kepala kambingnya, beeuuhhh...
jd makin pgn balik kesana -__-
dedaunan.
Kalo di Pekanbaru, kuliner Aceh yang banyak cuma mie aceh aja. Saya pun belum
pernah nyobain :D
disela sela dedaunan deh.. lucu..
Makanannya yang mie kepiting itu besar
banget kepiting nya..
Kayaknya yang mie aceh rebus itu enak.. :3
Air tahu.. aneh namanya hehehe tapi enak
rasanya.. ya.. hehehe
ayamnya panjang jadi disebut pramugari..
tampilan hidangan nya jg mirip mas, ada daun yg
digoreng garing..
Salam kenal mas..
Saya salah satu penggemar mie aceh, ada di bandung penjual mie aceh yang laku keras..
Tapi semoga suatu saat bisa mengunjungi aceh kaya mas mawi.. Thanks ya share nya
2. itu pakai botol frestea ya? kalau ketahuan pihak fresteanya gimana ya? kan pakai properti mereka, heuheuheu, apakah kerjasama?
3. harga nya relatif terjangkau yaa, lebih murah dibanding di lombok
doang?
hidangkan, harus nangkap dulu kemudian di sembelih, di cincang, di bumbui terus di
masak,,, kemudian dihidangkan. Ew ternyata nggak seperti itu. Teru mie calueknya
boleh tuh di coba kalau ke Aceh. Air tahunya juga nggak ketinggalan. Yaw di Jogja
adanya Soto, gudeg, sate dan mie yang melegenda. Sekali - kali nggak ada salahnya
nyoba yang lain...