HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Mengicip Ayam Tangkap, Mie Caluek, dan Air Tahu Khas Aceh

Sabtu, 12 Desember 2015, 05:38 WIB

Mumpung mampir di Aceh, kapan lagi bisa mengicip kuliner Aceh yang dimasak oleh orang Aceh yang bahan-bahan masakannya juga dari Aceh, hehehe. #senyum.lebar

 

Nggak seperti di Yogyakarta (yang kuliner khasnya berkisar seputar gudeg, soto, dan bakmi #hehehe), dua hari di Aceh (23-24/9/2014) sepertinya belum cukup deh kalau dipakai untuk memuaskan hasrat petualangan kuliner. Soalnya, ragam kuliner Aceh lebih buanyak! Barangkali bisa jadi sebanyak ragam kulinernya Jawa Tengah.

 

Tapi ya nggak apa-apa. Karena begini jadinya kan selalu punya alasan untuk kembali ke Aceh lagi... yang... entah kapan bakal terlaksana, hahaha #senyum.lebar.

 

 

Menangkap si Ayam Tangkap

Kesempatan pertama mengicip kuliner Aceh adalah pada Selasa malam (23/9/2014). Depo pengisian bahan bakar perut yang menjadi tujuan setelah melewatkan senja di Pantai Lhok Nga adalah RM Aceh Rayeuk di Jl. Tengku Imum, Lueng Bata, Banda Aceh.

 

Eh iya, rayeuk dalam bahasa Aceh berarti raya. Jadi Aceh Rayeuk artinya Aceh Raya.

 


Penyajiannya mirip masakan Padang, "harap bayar yang dirimu ambil".

 

Sebagaimana yang terpampang di papan nama, masakan yang kami pesan untuk santap malam punya nama yang lumayan ganjil, yaitu ayam tangkap.

 

He... apa pula ayam tangkap itu?

 

Apa kami mesti menangkap si ayam dulu sebelum dirinya dibeleh, dicincang, kemudian dimasak?

 

Setelah menunggu sekitar 15 menit, rasa penasaran pun terjawab dengan barang bukti sepiring ayam tangkap yang terhidang di meja makan. Inilah wujud dari kuliner khas Aceh yang disebut sebagai ayam tangkap.

 


Jadi di mana ayamnya?

 

Santapan yang tersaji di atas piring putih besar tersebut sepertinya wajib dibedah supaya kita makin mengerti apa sajakah unsur-unsur penyusunnya. #senyum.lebar

 

Dari foto terlihat bahwa sajian ayam tangkap RM Aceh Rayeuk terdiri dari 4 unsur, yaitu 

 

 

Menurutku, ayamnya berukuran agak mini. Sepertinya sih bukan satu ayam utuh. Tekstur daging ayamnya agak kenyal. Mungkin ini ayam kampung dari Aceh.

 

Setelah itu untuk unsur penyusun lain ada dedaunan yang terdiri dari 

 

 


Unsur penyusun masakan ayam tangkap setelah dipilah-pilah.

 

Harap diperhatikan bahwa masakan Aceh ini TIDAK menyertakan daun ganja ya!

 

Walaupun kalau misalnya daun ganjanya dirajang kecil-kecil aku ya juga nggak bakal ngeh, hahaha. #senyum.lebar

 

Oh iya, di foto kan ada cabai goreng. Tapi, berhubung cabainya digoreng jadi ya rasanya nggak pedas. Bisa dibilang semacam pemanis tampilan sajian thok lah.

 


Kalau yang ini sih ikan bakar karena Ibu nggak makan ayam dan Bapak lebih aman makan ikan. #senyum.lebar

 

Menurutku santapan ini diberi nama sebagai ayam tangkap karena barangsiapa yang menyantapnya harus “menangkap” si ayam yang bersembunyi di balik rimbunan dedaunan. Kira-kira ya seperti itulah asal-muasal nama ayam tangkap menurut penalaranku yang ala kadarnya ini. #hehehe

 

Soal rasanya sih sama saja seperti rasa ayam goreng pada umumnya. Hanya saja yang bikin beda adalah sensasi ketika menyantap dedaunan yang digoreng. Teksturnya kriuk-kriuk seperti keripik. Serasa makan nasi dengan lauk keripik, hehehe. #hehehe

 

Satu porsi ayam tangkap di RM Aceh Rayeuk dihargai Rp60.000. Walaupun harganya nggak begitu murah, sajian khas Aceh ini bisa disantap untuk 3 orang.

 

Adapun santapan dan minuman yang kami pesan di RM Aceh Rayeuk adalah sebagai berikut:

 

Nasi Rp5.000
Gulai Ayam Rp12.000
Ayam Tangkap Rp60.000
Emping Rp10.000
Cah Kangkung Rp15.000
Ikan Bakar Rp50.000
Capcay Rp30.000
Cumi Goreng Rp40.000
Teh Panas Rp3.000

 

Eh iya, harga-harga di atas itu belum termasuk PPN 10% lho #hehehe. Ditambah lagi, harga-harga tersebut nggak dicantumkan di daftar menu. Jadi, jikalau berdompet cekak, sebaiknya bertanya harga dulu sebelum bersantap. #senyum.lebar

 


Berhubung menunggu ayam tangkapnya lama, yang seperti ini rawan tercomot tangan. #hehehe

 

Mie Caluek si Spaghetti-nya Aceh

Selanjutnya kita pindah dari kuliner rumah makan menuju kuliner kaki lima. #senyum.lebar

 

Selain mie Aceh yang tersohor itu, ada juga kuliner khas Aceh yang bernama mie caluek. Dalam bahasa Aceh, caluek berarti jumput. Jadi mie caluek artinya mie jumput karena penyajian mie ini dijumput langsung dari wadahnya.

 

Mie ini ibarat spaghetti-nya Aceh. Tapi seperti foto di bawah, hanya bentuk mienya yang mirip dengan pasta spaghetti. Sedangkan bumbunya ya nggak jauh beda dengan bumbu mie Aceh.

 


Spaghetti asal Aceh. Teksturnya mirip sekali dengan spaghetti. Cuma beda saus thok.

 

Soal harga, jelas bersahabat banget. Seperti halnya jajanan pasar, kuliner ini bisa ditebus dengan harga sesuai porsi, mulai dari Rp1.000. Mie caluek yang di foto ini itu hasil blusukan-nya Ibu di Pasar Gampong Peuniti.

 

Makan Mie Aceh dengan Air Tahu

Ngomong-ngomong perkara mie Aceh. Mumpung lagi di Aceh ya sekalian saja toh mengicip mie Aceh yang asli dari Aceh, hahaha. #senyum.lebar

 

Oleh sebab itu, mampirlah kami pada Rabu siang (23/9/2014) ke RM Mie Razali. Alamatnya di Jl. T Panglima Polem no. 83-84, Peunayong, Banda Aceh.

 


Abang koki mie Aceh sedang menyiapkan pesanan. Mienya dilebihkan dong Bang! #senyum.lebar

 

Rumah makan legendaris yang berdiri sejak tahun 1967 ini ternyata menyediakan menu dengan harga yang ramah kantong! Mie goreng dan mie rebus biasa dihargai Rp10.000 per porsi. Sedangkan rekor menu dengan harga termahal, yakni Rp35.000, ditempati oleh

 

 

Aku nggak pesan mie kepiting karena sudah menyerah pas melihat tampilan porsinya, hahaha. #senyum.lebar

 


Lihat dong itu. Mie kepiting yang betul-betul satu kepiting utuh. Gila...

 


Supaya nggak penasaran, ini penampakan mie goreng Aceh yang seharga Rp10.000 itu.

 


Mie rebus khas Aceh yang isinya cumi juga bikin ngiler kok.

 

Untuk minumnya aku mencoba air tahu. Awalnya, aku menduga minuman ini dibuat dari tahu yang digiling lalu diseduh dengan air panas. Tapi, aku jadi curiga dengan dugaanku ketika abang pramusaji bertanya mau air tahu yang dingin atau yang panas.

 

Nah, begitu air tahu disajikan di meja makan kecurigaanku makin bertambah. Lha kok yang hadir malah Frestea botol yang isinya cairan putih? Setahuku Frestea itu kan produk teh ya? Ini air tahu atau air teh?

 

Ternyata oh ternyata, air tahu ini 11-12 dengan susu kedelai. Menurut sumber-sumber di internet sih, air tahu itu ya susu kedelai.

 

Tapi, kok di lidahku rasa air tahu nggak mirip dengan susu kedelai ya? Apa ada perbedaan ramuan antara susu kedelai di Aceh dengan di Jawa? Apa diberi ramuan tambahan ya? Ramuan tambahannya Frestea barangkali? #hehehe

 

Ah, mbuh lah!. Yang penting enak, murah lagi. #senyum.lebar

 


Salahnya kamera atau salahnya mataku ya? Air teh kok warnanya putih seperti susu? #hehehe

 

Jadi demikian kiranya paparan singkat mengenai sedikit kuliner khas Aceh yang sempat mampir di perut, hehehe #hehehe. Semoga (dan semoga, dan semoga, dan semoga) pada suatu hari nanti aku bisa mampir ke Aceh lagi dan mengicipi kuliner-kuliner lainnya.

 

Aamiin. #senyum.lebar

 

Wahai Pembaca! Di kota kediaman Pembaca ada kuliner Aceh juga kah? Kalau di Jogja ternyata sebagian besar kuliner yang aku ceritakan di artikel ini tersedia di RM Aceh Bungong Jeumpa yang cabangnya tersebar di mana-mana.

NIMBRUNG DI SINI