Aku membayangkan pas zamannya aku masih duduk di bangku SD. Zaman di mana aku tahunya kalau candi itu cuma ada 2, yaitu Candi Borobudur sama Candi Prambanan. Itu ya karena aku tahunya dari buku pelajaran IPS.
Kalau aku pikir-pikir, di zaman dahulu kala itu, sepertinya orang-orang pada umumnya ya tahunya hanya Candi Borobudur sama Candi Prambanan thok deh. Bagi warga Yogyakarta, barangkali ya ngerti Candi Kalasan juga karena toh kelihatan dari jalan raya Jogja – Solo (asalkan matanya jeli #hehehe).
Tapi, untuk candi-candi yang nge-tren di zaman sekarang ini, seperti misalnya Candi Sambisari atau Candi Ijo barangkali di zaman dulu hanya segilintir orang yang tahu. Bisa jadi karena dulu itu candi-candinya belum berwujud bangunan utuh seperti sekarang dan juga karena keterbatasan wawasan orang-orang tentang percandian.
Nggak jauh beda dengan candi, pantai pun ya sama. Aku jadi inget sama obrolan dengan Pakdhe Prap kapan itu, bahwasanya pas zaman beliau muda, pantai di Gunungkidul ya hanya Pantai Baron. Umumnya warga Yogyakarta ngerti pantai ya hanya Pantai Parangtritis thok.
Sedangkan sekarang? Aku jadi teringat kejadian di dekat rumah belum lama ini. Ada bocah yang merengek ke Ibunya.
“Bu, suk Minggu dolan Indrayanti ya Bu!”
(artinya: Bu, besok Minggu main ke (pantai) Indrayanti ya Bu!)
Dibalas oleh sang Ibu, “Adoh le, ng Parangtritis wae yo!”
(artinya: Jauh Nak, ke (pantai) Parangtritis saja ya!)
“Parangtritis kui ndi e Bu?”, tanya si anak kebingungan
(artinya: (pantai) Parangtritis itu di mana Bu?)
Lha ini fenomena unik toh? Ada kejadian bocah zaman sekarang ngerti pantai Indrayanti di Gunungkidul sana tapi nggak ngerti pantai Parangtritis yang notabene pantai trademark-nya Yogyakarta? #senyum.lebar
Tapi si bocah jangan ditanya tentang Pantai Pulang Syawal karena mungkin dirinya juga nggak ngerti kalau itu nama resmi dari Pantai Indrayanti. #hehehe
Kalau direnungkan sambil ngendog wawasan orang di zaman sekarang ini lebih luas dibandingkan orang-orang zaman dulu. Terutama terkait tempat-tempat menarik yang kemudian berkembang jadi tempat wisata.
Padahal ya kalau dipikir-pikir, tempat tersebut dari kapan tahun kan ya sudah eksis di sana toh? Eh, kalau candi-candi ya mungkin saja zaman dulu masih porak-poranda tertimbun tanah ya. Tapi semisal pantai, air terjun, bukit, gua, dan bentang alam lainnya itu kan dulu kan ya sudah ada toh? (asalkan nggak diganggu sama bencana alam #hehehe)
Tapi kok tempat-tempat itu dulunya nggak populer tapi sekarang ramainya kayak pasar malam? Apa ya penyebabnya?
Ada pendapat yang bilang bahwa di zaman sekarang ini media sosial punya peranan penting dalam hal mobilisasi massa, membangun opini, membuat tren, dan lain sebagainya. Banyak hal-hal yang menjadi populer berkat media sosial. Di zaman dulu, kan media sosial belum eksis seperti saat ini.
Tapi apa benar seperti itu ya? Apa bisa jadi benar, tapi tidak selalu ya?
Misalkan ada suatu tempat menarik yang dikabarkan di media sosial. Apakah lantas dengan demikian tempat tersebut tidak seberapa lama akan menjadi populer? Apakah perlu promosi lewat kanal-kanal lain semisal lewat media cetak dan media sosial? Kalau dicermati, orang zaman dulu kan sudah punya cara promosi yaitu gethok tular alias lewat mulut ke mulut toh?
Jadi yang punya peranan unggul apakah media elektronik atau media non-elektronik? Bila melirik media elektronik, apakah yang unggul media televisi atau media non-televisi (dalam hal ini media sosial)?
Ada banyak pertanyaan yang kalau dipikir-pikir bisa jadi bahan untuk penelitian skripsi, hahaha #senyum.lebar.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bermunculan ketika mendambakan akan nuansa syahdu di masa lampau. Karena bisa jadi, di zaman yang akan datang, entah beberapa tahun dari sekarang, tempat yang sekarang ramai bakal lebih ramai lagi.
Jadi terlintas pertanyaan lagi, orang-orang di zaman dulu itu rekreasi ke mana ya? Kan tempat-tempat di zaman dulu itu umumnya masih sepi.
Apa bisa jadi karena pertambahan jumlah penduduk yang melonjak tinggi ya?
Ah, sebelum banyak pertanyaan yang muncul lagi, aku stop dulu deh artikel ini di sini dan dilanjut ke topik artikel berikutnya.
Yang jelas, pertanyaan semacam ini akan selalu muncul untuk orang-orang yang melancong menggunakan hati. #senyum.lebar
internet menjadi pembeda terbesar jaman orang tua dulu dengan generasi sekarang
Kalau jaman sekarang ... orang yang blusukan disebut kepo ... :)
Dulu orang nggak butuh berwisata karena ngejalanin hidup santai-santai aja. Toh lingkungan dulu masih asri. Itu opini saya Bang.
pasar entah pon wage dll... hehe entahlah ms... kalo saya gak kenal mawblusuk saya
juga gak bakal mikirin yg hits\" sekarang hadeeeh hehe... oia mas media TV mengikuti
pasar dan komersialitas mas... bgtlh hasil kuliah yg gak dikelarin... siapa yg punya duit
bsa Hits mas... tp kbnyk mereka survey lihat\" blog dl mas... baru action ke lokasi
biasanya kalo lokasi jauh dan gak ada biaya hunting mereka survey by internet jd scraa
g lngsung blog berperan mengurangi biaya survey tv tv dan media laennya... hehe
bahkan kadang nemu angle kerennya gara\" blog...
mas ajja deh.... dari pada saya jg ikut
bertanya......
jogja-parangtritis dulu rasanya jauuuh sekali..mau berangkat aja bawaane akeh kayak orang
nginep..beda sama sekarang modal mancal saja :))
berduaan, hahaha,,,, suasananya kali bisa melihat sunset. Terus itu mas, kalau dahulu
mah mana mungkin bisa rekreasi ke Pantai, dll. Mau rekreasi saja digangguin sama
kompeni,,, Di usik - usik gitu