Ruwah adalah nama bulan ke-8 di kalender Jawa. Dalam kalender Arab, namanya Sya’ban. Dengan kata lain, bulan ke-9 nanti adalah bulan Pasa atau Ramadhan.
Dalam tradisi Jawa, bulan Ruwah kerap diperingati dengan acara nyekar alias ziarah kubur. Di bulan ini makam-makam pun bersolek. Rumput serta ilalang tertebas rapi. Nisan-nisan dihiasi warna-warni mawar dan melati. Seakan-akan para peziarah disambut hangat oleh mereka yang telah mati.
Adapun hari Minggu (31/5/2015) yang lalu merupakan hari ke-12 di bulan Ruwah 1436 H. Mbah Gundul dan aku berkesempatan mampir di salah satu pemakaman yang terletak di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Tapi... bukan karena tradisi nyekar sih...
“Wis, Wis, mandeg sik!” (Wis, Wis, berhenti dulu)
“Ngopo e mbah?” (Kenapa Mbah?)
“Wit e gedi apik!” (Pohonnya besar bagus)
Pohonnya memang bagus, menarik, unik. Gede banget! Cabang-cabangnya seakan membelah angkasa! #lebay
Kalau dalam kamus kami, pohon semacam ini termasuk ke dalam kategori “apartemen”. Saking besarnya jadi muat menampung banyak “penghuni” layaknya apartemen. Lebih spesifiknya, tanya Mbah Gundul saja. #hehehe
Aku sebenernya ya penasaran. Kenapa ya pohon-pohon besar seperti ini umumnya tumbuh di pemakaman? Apa karena “pupuknya” bagus? Ataukah ada hal-hal “lain” yang mempengaruhi pertumbuhannya? Hmmm... pernah ada yang meneliti nggak ya?
Salah satu hal yang menarik untuk diteliti dari pemakaman tidak bernama ini adalah sekumpulan nisan yang memiliki bentuk unik. Selepas memanjatkan do’a bagi mereka yang terbaring damai, aku mencoba mengamati nisan-nisan ini lebih dekat. Yah, daripada bengong nunggu Mbah Gundul “bercengkrama” dengan pohon gede itu. #hehehe
Berikut adalah rangkuman pengamatanku:
- Nisan-nisan ini terbuat dari susunan lempengan batu kali atau lempengan tanah liat.
- Ukuran nisan-nisan ini jauh lebih besar dari nisan modern.
- Bagian atas nisan ini terbagi ke dalam dua jenis, runcing (gunungan) dan tumpul (membulat). Dari informasi di gudeg.net, nisan pria yang runcing sedangkan nisan wanita yang tumpul.
- Sebagian besar nisan tidak menyertakan informasi almarhum/ah. Hanya ada tiga nisan yang aku jumpai memuat nama latin, aksara arab, dan tahun angka latin.
- Selain nisan untuk orang dewasa ada pula nisan untuk anak-anak dengan ukuran yang bervariasi. Mungkin tergantung dari usia almarhum/ah saat wafat.
Seingatku, dulu pas bersepeda ke Purworejo aku pernah melihat pemakaman dengan nisan-nisan seperti ini. Tapi waktu itu sayangnya karena asyik ngebut jadinya nggak mampir (juga karena di sana nggak ada “apartemen” #hehehe).
Untungnya nisan-nisan unik yang aku jumpai ini kondisinya fisiknya masih bagus. Tapi, kalau aku mengamati nisan-nisan lain, kok terkesan tidak terawat ya? Apa tidak ada juru peliharanya? Aku perhatikan juga tidak ada taburan kembang. Apa pemakaman ini tidak lagi diziarahi? Atau mungkin diziarahi tapi para peziarahnya tidak membersihkan tempat ini walau hanya sekadar mencabuti rumput liar? Entahlah.
Dalam kacamata agama, tradisi ziarah kubur tidak jarang mengundang pro dan kontra. Tapi, kalau melihat kondisi pemakaman yang terabaikan seperti ini, mungkin sesekali ya ada baiknya juga berziarah sekaligus untuk bersih-bersih. Minimal, kan ya kebersihan nisan menjadi tanggung-jawab kerabat yang masih hidup.
Mumpung ini masih bulan Ruwah, kapan terakhir Pembaca berziarah kubur?
Makanya bentuk nisan (dalam bahasa Jawa disebut \"candi\") nampak mirip dengan peninggalan Hindu/Kejawen walaupun alarhum beragama Islam (ada aksara Arab di nisan tersebut).
Bahkan ajaran Kejawen ini masih dipraktekkan oleh kakek saya (1929-2008) walaupun beliau beragama Islam di KTP.
Kakek saya tetap menjalankan ajaran Kejawen seperti membakar kemenyan dan sesaji, meyakini adanya dewa dewi, serta doa pun dalam bahasa Jawa kuno yang saya tidak paham artinya.
Namun, ajaran Kejawen mulai ditinggalkan oleh mereka yang lahir setelah kemerdekaan (era modern).
Pernaah, tapi yang batu itu sih, modelnya yang kayak anak kecil, bukan yang model
lempengan dari tanah liat. Apa kalo yang itu beda ya?
Ya umumnya klo nisan anak-anak memang ukurannya kecil ya? Ada standarnya apa ya?
\"Motif sederhana di bagian atas nisan.\"
yang nisan ibu2, disitu ada motif sepasang kelopak bunga dan di tengah2 ada garis
tajam memanjang ke atas, mirip konsep lingga-yoni jaman hindu :) mirip monas juga
kejawen mode : on
Dari bentuk sederhana bisa diinterpretasikan banyak hal
pantes gak ada juru kuncinya.
Walau terkesan lusuh dan nggak dibersihkan,
tapi nisan dan kijingannya itu tampak awet
sekali. Terlihat masih kokoh.
bener2 \"aura\"nya kerasa ... :)
ukurannya kecil jugaaa. :)
kayak gini, ternyata ini juga gaya Jawa yah? tapi baru kali ini sih lihat nisan yang dari tanah
liat
Nisan sing cilik iku aku wis pernah weruh, nang kuburane tante, berarti mbiyen tante ku meninggal pas masih kecil :(
Aku ya punya tante yg meninggal pas masih kecil. Klo Ibuku ngundangnya pakai awalan \"Bu\". Padahal kan ya sebenernya klo melihat usia pas meninggal diundangya \"dek\" ya?
segalA
mungkin jadi \"jemuwah legi\" alias Jumat Legi.
ini emang modelnya aja. :o
Ih yakin itu pohon gede nek malem ketoke jadi tempat nongkrong plus dugem.
mundur di tengah puasa ihik ihik