HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Nisan-Nisan Unik di Pemakaman Galur

Rabu, 10 Juni 2015, 08:17 WIB

Ruwah adalah nama bulan ke-8 di kalender Jawa. Dalam kalender Arab, namanya Sya’ban. Dengan kata lain, bulan ke-9 nanti adalah bulan Pasa atau Ramadhan.

 

Dalam tradisi Jawa, bulan Ruwah kerap diperingati dengan acara nyekar alias ziarah kubur. Di bulan ini makam-makam pun bersolek. Rumput serta ilalang tertebas rapi. Nisan-nisan dihiasi warna-warni mawar dan melati. Seakan-akan para peziarah disambut hangat oleh mereka yang telah mati.

 


Kulo nuwun...

 

Adapun hari Minggu (31/5/2015) yang lalu merupakan hari ke-12 di bulan Ruwah 1436 H. Mbah Gundul dan aku berkesempatan mampir di salah satu pemakaman yang terletak di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Tapi... bukan karena tradisi nyekar sih...

 

Wis, Wis, mandeg sik!” (Wis, Wis, berhenti dulu)

Ngopo e mbah?” (Kenapa Mbah?)

Wit e gedi apik! (Pohonnya besar bagus)

 

Pohonnya memang bagus, menarik, unik. Gede banget! Cabang-cabangnya seakan membelah angkasa! #lebay

 

Kalau dalam kamus kami, pohon semacam ini termasuk ke dalam kategori “apartemen”. Saking besarnya jadi muat menampung banyak “penghuni” layaknya apartemen. Lebih spesifiknya, tanya Mbah Gundul saja. #hehehe

 

Aku sebenernya ya penasaran. Kenapa ya pohon-pohon besar seperti ini umumnya tumbuh di pemakaman? Apa karena “pupuknya” bagus? Ataukah ada hal-hal “lain” yang mempengaruhi pertumbuhannya? Hmmm... pernah ada yang meneliti nggak ya?

 


Waow... apartemen-nya dahsyat! Joss ke sini pas tengah malam.

 

Salah satu hal yang menarik untuk diteliti dari pemakaman tidak bernama ini adalah sekumpulan nisan yang memiliki bentuk unik. Selepas memanjatkan do’a bagi mereka yang terbaring damai, aku mencoba mengamati nisan-nisan ini lebih dekat. Yah, daripada bengong nunggu Mbah Gundul “bercengkrama” dengan pohon gede itu. #hehehe

 

Berikut adalah rangkuman pengamatanku:

 

  1. Nisan-nisan ini terbuat dari susunan lempengan batu kali atau lempengan tanah liat.
  2. Ukuran nisan-nisan ini jauh lebih besar dari nisan modern.
  3. Bagian atas nisan ini terbagi ke dalam dua jenis, runcing (gunungan) dan tumpul (membulat). Dari informasi di gudeg.net, nisan pria yang runcing sedangkan nisan wanita yang tumpul.
  4. Sebagian besar nisan tidak menyertakan informasi almarhum/ah. Hanya ada tiga nisan yang aku jumpai memuat nama latin, aksara arab, dan tahun angka latin.
  5. Selain nisan untuk orang dewasa ada pula nisan untuk anak-anak dengan ukuran yang bervariasi. Mungkin tergantung dari usia almarhum/ah saat wafat.

 


Nisan dari lempengan tanah liat.

 


Nisan dari lempengan batu kali.

 


Perbandingan ukuran nisan unik dengan nisan modern.

 


Nisan anak-anak yang berbeda ukuran.

 


Motif sederhana di bagian atas nisan.

 


Wangsa'ri'd? Kenapa huruf N nya terbalik ya?

 


ba, ma, waw, la, fa?

 


Tahun 1916 itu pas penjajahan Belanda toh?

 

Seingatku, dulu pas bersepeda ke Purworejo aku pernah melihat pemakaman dengan nisan-nisan seperti ini. Tapi waktu itu sayangnya karena asyik ngebut jadinya nggak mampir (juga karena di sana nggak ada “apartemen” #hehehe).

 

Untungnya nisan-nisan unik yang aku jumpai ini kondisinya fisiknya masih bagus. Tapi, kalau aku mengamati nisan-nisan lain, kok terkesan tidak terawat ya? Apa tidak ada juru peliharanya? Aku perhatikan juga tidak ada taburan kembang. Apa pemakaman ini tidak lagi diziarahi? Atau mungkin diziarahi tapi para peziarahnya tidak membersihkan tempat ini walau hanya sekadar mencabuti rumput liar? Entahlah.

 


... mengenaskan ...

 

Dalam kacamata agama, tradisi ziarah kubur tidak jarang mengundang pro dan kontra. Tapi, kalau melihat kondisi pemakaman yang terabaikan seperti ini, mungkin sesekali ya ada baiknya juga berziarah sekaligus untuk bersih-bersih. Minimal, kan ya kebersihan nisan menjadi tanggung-jawab kerabat yang masih hidup.

 

Mumpung ini masih bulan Ruwah, kapan terakhir Pembaca berziarah kubur?

NIMBRUNG DI SINI