HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Empat Ronde Puas PEDAS Makan Murah di Nganjuk!

Rabu, 4 Maret 2015, 09:13 WIB

PERHATIAN!
Dilarang baca artikel ini pas lagi laper! Apalagi laper berat!

#senyum.lebar

 

Jadi ceritanya tuan rumah Nganjuk alias sang Vectoria Jenaka alias Ndop kayaknya terobsesi banget ngenalin aku sama kuliner Nganjuk, Jawa Timur yang bercita rasa gurih nan PEDAS. Masak dari pagi sampai sore di hari Kamis (26/2/2015) itu kami berdua EMPAT kali makan lho!? Untung perutku nggak meledak!

 

Eh, mungkin Ndop sebenernya pingin bikin aku gemuk deh. Pas di rumahnya saja aku langsung disuruh nimbang berat badan. Kayak nggak rela gitu aku beratnya cuma 65 kg sedangkan dia 75 kg, hahaha. Tapi tenang Ndop! Ukuran sepatu kita masih sama-sama 44 ke atas kok. #senyum.lebar

 

Ronde 1: Sego Banting @ Warung Dipa

Ronde pertama kuliner di kota Nganjuk adalah sego kucing versi Nganjuk yaitu sego banting. Aneh banget ya namanya sego (nasi) banting? Apa ini nasi sering dipakai buat nimpuk maling ya?

 

Anyway, lokasi mangsa kuliner pertama ini bertempat di sebuah warung mungil di pinggir jalan Ahmad Yani bernama Warung Dipa. Di dalam terlihat berbagai susunan sego banting lengkap dengan kawan bersantap goreng-gorengan berkolesterol.

 


Kalau nggak kebagian tempat di dalam, makannya di luar aja sambil lesehan.

 


Transaksi sibuk sego banting di pagi hari itu.

 

Penampakan sego banting ini 11-12 lah sama sego kucing di Jogja. Bedanya, porsinya lebih gemuk sekitar seperempatnya dengan dua lauk yaitu oseng tempe (versi pedas), dan mie goreng (nggak pedas).

 

HATI-HATI menyantap sego banting ini karena di dalamnya banyak bertebaran ranjau cabai merah! Aku nggak sengaja nggigit satu dan habis itu ketelan... PEDES BRO!

 


Cocok kan dipakai untuk nimpuk maling? #eh

 


Mirip sego kucing di Jogja tapi dengan dua lauk dan porsi yang lebih gemuk.

 

Cowok yang nggak jaim butuh sekitar 2-3 bungkus supaya perut kenyang. Kalau aku kemarin itu cuma makan satu bungkus aja. Bukan karena jaim lho, tapi itu salah satu caraku me-manage “panggilan alam”, wekekekek. #senyum.lebar

 

Harga satu bungkus nasi banting Rp2.500. Sedangkan untuk harga gorengan dan minumannya sama seperti angkringan di Jogja. Ini sarapan enak-murah-meriah yang patut dicoba! Inget ya! Lewat pukul 7 pagi biasanya sudah habis.

 

Ronde 2: Nasi Pecel Sambal Tumpang @ Warung BLEDEX

Mbok kamu laper lagi! Nanti kita mampir makan nasi pecel.”

 

Ronde kedua kuliner di kota Nganjuk adalah ngicipin nasi pecel versi Nganjuk yang konon berbeda dari versi Madiun (apalagi versi Jogja). Oleh sebab itu mampirlah kami ke TKP bernama warung pecel BLEDEX (aslinya Bledek #hehehe) yang letaknya dempetan sama Gedung Juang 45.

 

Menu utamanya nasi pecel dan nasi tumpang dengan pendamping minum Es Jerman, Kopasus, Premium, dan Tap Tap-an Olie. Bisa nebak nggak kira-kira minuman apaan itu? #senyum.lebar

 


Warung pecel BLEDEX yang nggak pernah sepi pas pagi.

 

Setelah nimbrung antri sama pesanan pelanggan, akhirnya datang juga bensin perut kedua di pagi hari itu yaitu nasi pecel dengan sambal tumpang. Komposisinya terdiri dari nasi (ya iyalah!), tauge, dan sayuran hijau (kayaknya bayam + petai cina deh) dengan pelengkap dua peyek. Aku suka sama peyeknya karena gampang digigit dan sangat crunchy! Kalau peyek di Jogja kan keras-keras.

 


Di Nganjuk kalau makan nasi pecel mayoritas pakai alas pincuk dari daun pisang.

 

Sambal pecelnya sendiri nggak terlalu pekat seperti yang biasa aku santap di Jogja. Tapi PEDES-nya bukan main! Adalah kesalahan terbesar menyikat nasi pecel Bledek ini tanpa pesan minum! Walaupun begitu cita rasanya sungguh nyamleng! ENAK!

 

Oh iya, tentang sambal tumpangnya itu silakan googling sendiri ya! #hehehe Wujudnya ya gitu-gitu aja kok. Katanya Ndop sambal tumpangnya itu ada tempenya, tapi waktu itu aku cuma kebagian tahu. Mungkin akunya kurang beruntung ya... hiks hiks hiks.

 


Kalau nggak kebagian tempat di dalam warung, bisa bersantap di pos siskamling sebelah.

 

Yang istimewa, Ndop bilang total harga semua yang kami santap di warung pecel BLEDEX itu HANYA Rp13.000! APA!? Seporsi nasi pecel harganya Rp3.500!? Ini tahun 2015 Masehi kan Ndop?

 

Ya Allah! Terima kasih di Nganjuk ada makanan muraaah dan enaaak! #sujud.syukur

 

Ronde 3: Kerupuk Pecel + Nasi Jagung @ Sedudo

Ronde ketiga petualangan kuliner bergeser ke tempat yang lumayan jauh di lereng gunung Wilis yaitu di kawasan wisata Air Terjun Sedudo. Awalnya Ndop hanya pesan nasi jagung. Tapi begitu tahu di sana juga ada kerupuk pecel, alhasil pesanan nambah satu jenis lagi. Jadi, total pesanannya itu berjumlah dua jenis makanan dikali dua orang sama dengan empat pincuk.

 

Pikirmu perutku muat makan segitu banyak Ndop!? DOH!

 

“Mumpung kamu di sini jadi icipin aja semuanya.”

 

Duh! Baik hati sekali pria lajang berzodiak Leo ini! Aku doakan semoga rejekimu lancar dan sekaligus enteng jodoh! Ya sudahlah, mari kita sikat!

 

Eh, yang mana dulu ya? Kerupuk pecel? Atau nasi jagung? Hmmm...kerupuk pecel dulu deh! Soalnya tampilannya begitu menggoda.

 


Lupakan nasi pecel! Di Nganjuk ada kerupuk pecel!

 

Kerupuk pecel ini kuliner Nganjuk yang menurutku unik banget! Aku bener-bener nggak kepikiran kalau nasi putih bisa disubstitusi dengan kerupuk. KREATIF!

 

Kok makanan yang kayak beginian nggak ada di Jogja ya? Padahal sederhana banget lho. Cuma kerupuk, sayuran ijo, dua potong tempe goreng yang disiram pakai sambel pecel. Rasanya enak enak enak!

 


Nasi jagung dengan segudang lauk.

 

Sekarang gantian kita ngicip nasi jagungnya! Kuliner yang satu ini sih sebenernya sih bukan asli Nganjuk alias banyak dijumpai di mana-mana (tapi sayangnya di Jogja nggak ada). Aku pertama kali makan nasi jagung malah di Kebumen, Jawa Tengah.

 

Penampakan nasi jagung Nganjuk ini juga cukup menggoda iman. Nasi jagung (yang mana berbentuk remah-remah) bertabur sayur urap serta dilengkapi sepotong ikan asin, tempe goreng, bakwan (yes! dari jagung), dan peyek. Asinnya ikan asin berperan mengimbangi nasi jagung yang minim rasa. Sedangkan tempe dan bakwan membuat suapan demi suapan terasa lebih berbobot masuk perut. Semuanya itu terangkum dalam satu kesimpulan rasa: ENAK! #senyum.lebar

 


Cobain aja tawar harganya, siapa tahu dapat lebih murah. #hehehe Maklum tempat wisata...

 

Empat pincuk dan dua gelas teh yang kita santap itu dihargai total Rp20.000. Termasuk murah kan? Tapi katanya Ndop harga segitu itu kemahalan. Soalnya kerupuk pecel sama nasi jagung itu umumnya harganya sekitar Rp3.000. APA!? MURAH BANGET!? #jedotin.perut.ke.tembok

 

Eh, sebentar ya! Aku mau ke toilet dulu. Ada “panggilan alam”, hehehe. #hehehe

 

Ronde 4: Nasi Becek @ Warung Pojok

Ronde keempat adalah last mission bagi Ndop sebelum kepulanganku ke Jogja naik KA Sancaka yang berangkat pukul 17.13 WIB dari Stasiun Nganjuk. Semoga kuliner yang terakhir ini benar-benar kuliner pamungkas dari segala kuliner enak (dan pedas) yang bersarang di Nganjuk.

 

Angkot jurusan Sawahan – Nganjuk yang kami tumpangi dipaksa berhenti di pertigaan Jl. Sutomo. Tinggal nyebrang jalan raya dan sampailah kami di TKP terakhir yaitu warung nasi becek. Ada banyak warung nasi becek di Jl. Sutomo, tapi Ndop sudah punya tempat langganan yang konon terenak se-Nganjuk dan juga ter-best deal karena sudah kenal akrab sama penjualnya.

 


Warung Nasi Becek Pojok langgangan sang juragan Nganjuk.

 

Dengan kata sandi “seperti biasa”, sepertinya Ibu warung sudah paham macam mana selera Ndop. Betul saja, nggak pakai lama terhidanglah seporsi nasi becek di meja.

 

“Eh ini yang pedes lho Mas.”, kata Bapak warung memperingatkan

“Nggak apa-apa Pak.”, balas Ndop sambil menyodorkan piring itu ke arahku

 

Ya Gusti Allah SWT, berikanlah kesehatan kepada hamba-Mu ini yang dalam sehari sudah berkali-kali makan pedas. Aamiin! >.<

 


Penampakan nasi becek alias nasi berkuah gulai.

 

Nasi becek dari penampilannya sih mirip nasi gulai. Sebenarnya aku juga sudah menyangka nasi becek itu pasti semacam nasi disiram sedikit kuah yang jadinya becek alias nyemek kalau katanya orang Jogja.

 

Tapi yang aku nggak nyangka adalah nasi becek itu ternyata nasi kambing! HOOOH! Akhirnya ritual makan kambing setelah berburu air terjun terpenuhi juga! SPESIAL sekali!

 

Ya Gusti Allah SWT, terima kasih atas nikmat-Mu hari ini! Bismillah! Mari disikat! #senyum.lebar

 


Amunisi kalau dirasa kurang pedas. Kok warnanya kuning semua ya?

 

ENAK! Daging kambingnya empuk! Beda banget dengan gulai kambing di Jogja dan sekitarnya yang cenderung berkuah pekat dan manis. Kuah nasi becek ini segar! Pas lah mengimbangi gurihnya potongan daging kambing.

 

Nasi becek ini juga termasuk kuliner Nganjuk yang nggak kalah pedas. Rasa pedasnya agak menipu. Di suapan pertama sih nggak begitu pedas. Tapi lama-lama makin pedas, pedas, dan pedas. Mirip kuliner Minang yang pedasnya menyiksa pelan-pelan. Untung saja tadi aku belum jadi ngambil cabai rawit…

 

Untuk kelezatan nasi becek ini pengunjung cukup membayar Rp12.000 per porsi. Lagi-lagi murah banget!!!

 

 

Akhir kata, cukup tiga kata untuk mewakilkan kuliner Nganjuk yang sempat aku icip hari ini: ENAK, MURAH, dan PEDAS. Dengan perut kenyang aku pun duduk nyaman di dalam ular besi yang membawaku pulang ke kota Jogja. Sampai di Jogja, tiba-tiba pingin makan yang hangat-hangat dan lanjut nyari mie godhog. Jadi sehari ini aku makan LIMA KALI! #senyum.lebar

 

Pembaca jadi tertarik makan murah enak pedes di Nganjuk kan? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI