HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Jejak Para Pembangkang di Dusun Mangir

Kamis, 23 Oktober 2014, 07:09 WIB

Setelah sekian bulan lamanya vakum bersepeda bareng, akhirnya pada hari Minggu (12/10/2014) bulan Oktober ini kami bisa ngumpul bersepeda bareng lagi. Oh yeah! #senyum.lebar

 

Rombongan terdiri dari Paklik Turtlix, Pakdhe Timin, Paris, Rizka, dan kawan baru bernama Jheje seorang barista belia. Semoga dirimu nggak kapok ikut kami bersepeda ya mbak Jhe, hehehe. #senyum.lebar

 


Peserta sepeda gembira dari kiri ke kanan: Paklik Turtlix, Paris, Rizka, Jheje, dan Pakdhe Timin.

 

Pagi hari ini, rencananya kami mau bersepeda ke arah Bantul. Tepatnya menuju Dusun Mangir di Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

 

Dusun Mangir berjarak sekitar 20 km di barat daya Kota Jogja dan bertetangga dengan Kali Progo. Kalau bingung, Pembaca bisa melihat peta di bawah ini. #senyum

 

 

Bersepeda Blusukan di Pajangan

Berangkat dari titik kumpul sejuta umat di 0 km pada pukul 07.10 WIB, kami memilih rute bersepeda "blewah" alias blusukan mepet sawah #hehehe. Kami mengarah ke PG Madukismo dan bablas terus ke selatan sampai tembus di Desa Wisata Kasongan.

 

Dari Desa Wisata Kasongan kami mengambil jalan kecil ke selatan yang tembusnya nanti di perempatan Pajangan. Di sana patung besar Pak Soeharto tegap menanti di pinggir perempatan.

 


Ternyata selama ini Pak Harto jadi penunggu perempatan...

 

Nah, di sini kami berhenti sejenak supaya Paklik Turtlix bisa memberi tindakan darurat pada cranck sepeda lipat Jheje yang mendadak lepas di tengah jalan #doh. Bautnya kendor rupanya.

 

Setelah urusan cranck beres, perjalanan tetap berlanjut ke arah selatan. Tahu-tahu, njedul-lah kami di Jl. Raya Pandak – Srandakan. #kebablasan

 

Oleh sebab sudah kebablasan, kami pun berbalik ke utara. Selanjutnya, bergerak ke barat mendekati Kali Progo.

 


Nyeberang Jl. Raya Pandak - Srandakan yang lumayan rame sama truk.

 

Di pinggir Kali Progo, kami sempat berfoto-foto ria. Lokasi foto-foto berdekatan dengan area penambangan pasir. Menurutku ini lokasi yang fotogenik.

 

Sayang, kami singgah di waktu yang kurang tepat. Matahari bersinar sangat terik di bulan Oktober yang SUPER HOT. #lebay

 


Ini pose spontan pas lihat ada truk pasir lewat dengan tulisan... ah sudahlah...

 

Nah, dari pinggir Kali Progo ini bergerak ke utara sedikit sudah masuk wilayah Dusun Mangir Kidul. Sampai deh! Kami tiba di lokasi sekitar pukul 09.20 WIB.

 

Oh ya, Dusun Mangir ini terbagi dalam tiga wilayah 

 

 

Kisah Wanabaya si Pembangkang 

Dusun Mangir yang kami sambangi ini identik dengan seorang tokoh bersejarah yang cukup tersohor dan sempat membuat geram raja Jawa. Siapa lagi kalau bukan Ki Ageng Mangir Wanabaya. #senyum.lebar

 

Eh, siapa pula itu Ki Ageng Mangir Wanabaya?

Pembaca tahu nggak? 

 

Untuk menjelaskan tentang siapa itu Ki Ageng Mangir Wanabaya, sepertinya perlu sedikit mengulas sejarah Kerajaan Mataram Islam. Jarang-jarang lho blog Maw Mblusuk? ini membahas sejarah. #hehehe

 

Desa Mangir sudah ada sejak zaman dahulu (sekitar tahun 1590-an), pada saat Kesultanan Yogyakarta masih utuh bernama Kerajaan Mataram Islam. Pada waktu itu, Desa Mangir menyandang status sebagai perdikan.

 

Status perdikan yang disandang Desa Mangir membuatnya istimewa. Desa Mangir dibebaskan dari kewajiban menyetor pajak ke kerajaan. Sayang, pada pelaksanaannya status perdikan ini membuat Desa Mangir tak ubahnya negara kecil. Desa ini memiliki sistem pemerintahan sendiri dan lambat laun mulai "membandel" pada kekuasan Kerajaan Mataram.

 

Ki Ageng Mangir adalah gelar yang diberikan kepada pemimpin Desa Mangir. Dalam cerita sejarah, Wanabaya adalah salah satu Ki Ageng Mangir yang lumayan terkenal. Untuk selanjutnya, Wanabaya ini aku sebut sebagai Ki Ageng Mangir Wanabaya.

 

Pada masa pemerintahan Ki Ageng Mangir Wanabaya, hubungan Desa Mangir dengan Kerajaan Mataram sangat tidak harmonis. Ki Ageng Mangir Wanabaya kerap membuat geram Raja Mataram, yaitu Panembahan Senopati. Puncaknya, Ki Ageng Mangir Wanabaya menyatakan tidak bersedia tunduk kepada Kerajaan Mataram! Nah lho!

 

Seiring berjalannya waktu, aksi pemberontakan Ki Ageng Mangir Wanabaya mulai menular ke demang-demang penguasa wilayah di sekitar Desa Mangir. Kerajaan Mataram menganggap hal ini sebagai sesuatu yang meresahkan. Apabila dibiarkan, bisa-bisa kekuasaan Kerajaan Mataram di wilayah selatan Jawa musnah. 

 

Untuk mengatasi permasalahan ini, Panembahan Senopati mengutus putrinya yang bernama Rara Pembayun untuk menyusup ke Desa Mangir. Rara Pembayun diberi tugas merayu Ki Ageng Mangir Wanabaya supaya menikahinya.

 

Singkat cerita, Rara Pembayun dan Ki Ageng Mangir Wanabaya menikah. Sebagai lazimnya orang Jawa, mau tidak mau Ki Ageng Mangir Wanabaya juga ikut menghadap ke Keraton Kerajaan Mataram untuk sowan kepada Panembahan Senopati yang kini menjadi ayah mertuanya. 

 

Nah, pada saat Ki Ageng Mangir Wanabaya hendak bersimpuh di kaki Panembahan Senopati terjadilah hal yang tidak ia duga. Oleh Panembahan Senopati, kepala Ki Ageng Mangir Wanabaya dihantamkan sekeras-kerasnya ke batu singgasana. Tamatlah nyawa pemimpin Desa Mangir itu.

 

Karena berstatus sebagai menantu Panembahan Senopati, maka jasad Ki Ageng Mangir Wanabaya dikebumikan di makam-makam Raja Mataram di Kotagede. Tapi, berhubung Ki Ageng Mangir Wanabaya juga berstatus sebagai musuh Panembahan Senopati, maka hanya setengah makamnya yang berada di dalam tembok makam raja-raja. Jadi, nisan Ki Ageng Mangir Wanabaya itu seperti terbelah dua oleh tembok. 

 

Sekadar informasi, ada beberapa orang yang meyakini bahwa makam Ki Ageng Mangir Wanabaya yang sesungguhnya itu berada di daerah Godean, Sleman.

    

Di luar sana memang ada banyak sekali versi kisah dari Ki Ageng Mangir Wanabaya. Baik yang berasal dari Babad Mangir maupun dari teori-teori spekulatif lainnya.

 

Terserah Pembaca deh mau percaya versi cerita Ki Ageng Mangir Wanabaya yang mana. Yang jelas, akhir kisahnya selalu sama: 

 

Ki Ageng Mangir Wanabaya is death sebagai menantu sekaligus musuh Raja Mataram, Panembahan Senopati.

 

Referensi kisah Ki Ageng Mangir Wanabaya:

 

  1. Kisah Tragis Percintaan Ki Ageng Mangir
  2. Ki Ageng Mangir, Jejak Gelap Pengislaman Perdikan Mangir
  3. Ki Ageng Mangir bukan Dibunuh oleh Panembahan Senopati

 

Napak Tilas Perdikan Mangir

Daripada pusing-pusing memikirkan versi kisah Ki Ageng Mangir, lebih baik langsung saja menyambangi lokasi bekas Perdikan Mangir! Apa masih ada ya jejak para pembangkang di sini? #hehehe

 

Sebetulnya, di sini sudah terpampang peta wisata yang mencantumkan lokasi-lokasi peninggalan Perdikan Mangir. Sayangnya, peta ini kurang dapat dipercaya, hahaha. #senyum.lebar

 

Oleh sebab itu, kiranya sangat perlu diterjunkan pasukan mahasiswa KKN jilid 2 ke Dusun Mangir untuk membuat peta yang lebih valid. Kalau bisa, dibuat panduan sejarahnya juga. #hehehe

 


Aku aja bingung posisiku sekarang ada di mana?

 

Berbekal ramah-tamah dengan warga desa, akhirnya kami tiba di peninggalan Perdikan Mangir yang pertama yaitu Watu Gilang. Batu ini konon dahulunya adalah singgasana alias alas duduk Ki Ageng Mangir. Tapi, menurutku batu ini juga menyerupai pondasi tiang kayu suatu bangunan. Mungkin bangunan Keraton Mangir?

 

Watu Gilang ini terletak di pinggir pohon randu besar yang besarnya masih kalah besar dari pohon randu di Pleret. Lapisan plastik mengelilingi Watu Gilang, menjaganya agar tidak keropos dihantam badai. #lebay 

 


Batu besar yang permukaannya rata ini disebut Watu Gilang.

 


Lokasi Watu Gilang yang dinaungi pohon randu raksasa.

 


Jejak peninggalan lain masih tersebar di sana-sini.

 

Selepas menyaksikan wujud Watu Gilang, terjadilah perdebatan kecil di antara kami.

 

“Foto yang di internet kayaknya bukan ini deh?” Paklik Turtlix kebingungan.

 

“Yang di internet itu bentuknya mirip pura,” sambung Pakdhe Timin.

 

Didorong oleh rasa janggal antara dunia maya dan dunia nyata #hadeh, kami pun bertanya lagi ke warga perihal keberadaan bangunan yang mirip pura itu. Alhamdulillah, didapat petunjuk. Katanya, bangunan pura itu bertetangga dengan watu gilang ini. Tapi, untuk ke sana harus memutar karena jalan yang tembus langsung nggak ada. #hadeh

 


Sedulur padepokan Ki Ageng Sekarjagad berkunjung ke padepokan Ki Ageng Mangir. #senyum.lebar

 

Nggak sampai 5 menit kami sudah tiba di peninggalan Perdikan Mangir yang kedua. Bangunan ini bernama Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya.

 

Menurut informasi di blog-nya Pakdhe Aroengbinang, petilasan ini mulai didirikan pada tahun 1980-an oleh Pak Suwandoyo, seorang warga setempat. Beliau mendirikan bangunan ini setelah mendapat wangsit mimpi dari Ki Ageng Mangir Wanabaya.

 


Ini sepertinya bangunan baru yang dirancang sebagai tempat ibadah umat Hindu.

 


Kalau lihat hio jadi ingat sama Mbah Gundul. #hehehe

 


Weh! Ada sesajinya juga lho!

 

Sekilas, bentuk petilasan ini menyerupai pura Bali. Sejumlah peninggalan Perdikan Mangir yang bercirikan Hindu juga dikumpulkan di tempat ini. Misalnya, arca lingga-yoni dan arca yang tak berbentuk.

 

Buatku, objek-objek di petilasan ini bener-bener menarik untuk difoto secara detil. Ah, coba waktu itu aku membawa lensa prime 35mm.

 


Lingga-yoni yang sudah dimakan usia.

 


Ada juga lingga-yoni raksasa yang dicat emas. #wow

 


Arca yang sudah tidak berbentuk. Mungkin ini arca Agastya?

 


Ada arca Nandi juga. Yang kurang arca Ganesha ada di mana ya?

 

Dari peninggalan-peninggalan bersejarah yang tersebar di Dusun Mangir, menurutku dahulunya tempat ini kental dengan peradaban yang bercirikan Hindu. Ada sumber yang menyebutkan bahwa status perdikan yang disandang Dusun Mangir diberikan pada masa Kerajaan Majapahit berkuasa.

 

Entah bagaimana prosesnya, peradaban bercirikan Hindu di Dusun Mangir sekarang lenyap. Mungkin hal ini ada kaitannya dengan "kebijakan" yang ditetapkan Panembahan Senopati, ketika kekuasaan Kesultanan Mataram Islam merambah pesisir selatan Jawa. 

 

Ah, mungkin Dusun Mangir masih menyimpan banyak peninggalan Hindu yang menanti untuk ditemukan. Siapa tahu, ada reruntuhan candi di sini, hahaha. #senyum.lebar #ngarep

 


Mejeng foto bareng dulu yes?

 

Pembaca apa masih ingat sejarah kerajaan-kerajaan nusantara yang dulu pernah diajarkan di sekolah ya? Kalau misalnya lupa, boleh lho dicoba main ke situs-situs bersejarah seperti ini!

NIMBRUNG DI SINI