Dari sekian banyak artikel travel blog yang pernah diriku kasih komentar, sebagian besar tidak menyertakan tanggal. Entah apa maksudnya yang seperti ini? Apa penulisnya lupa jalan-jalannya pas tanggal berapa. Atau memang sengaja tidak dikasih tanggal supaya tidak terkesan mirip berita di surat kabar ya?
Buatku pribadi, mencantumkan tanggal pas nulis artikel itu adalah hal yang wajib. Sewajib nulis tanggal, harga, dan lokasi pembelian di halaman pertama buku yang baru saja aku beli. Sebab, tanggal itu kan menyatakan “when” yaitu kapan perjalanan itu dilakukan. Inget-inget lagi, kan aku menekankan kalau nulis artikel itu selalu harus punya bumbu 5W + 1H.
Lagipula mencantumkan tanggal kan bisa sekaligus untuk menghindari “tuduhan” di kotak komentar. Semacam, “Pas aku ke sana kok kondisinya nggak seperti yang diceritakan?”. Misalnya saja jalan-jalan ke air terjun di musim hujan tapi nulis artikelnya baru di musim kemarau. Kalau nggak dikasih tanggal, bisa kecele itu para pembaca menyangka di musim kemarau air terjunnya masih deras airnya. Ya toh?
Kalau buatku, menulis artikel yang sudah “kedaluwarsa” itu bukan sesuatu hal yang tabu. Maksudnya kedaluwarsa itu, jalan-jalannya sudah beberapa bulan yang lalu tapi ceritanya baru ditulis sekarang (aku banget, hahaha). Asal ya itu, diberi tanggal, agar menghindari kesalah-pahaman pembaca dan penulis.
Lagipula artikel kedaluwarsa kan bisa menjadi motivasi buat pembaca untuk jalan-jalan ke sana. Kalau misal artikel yang dibaca berdasarkan pengalaman jalan-jalan beberapa bulan yang lalu, bisa jadi kondisinya akan berbeda bila jalan-jalannya dilakukan saat ini. Oleh karena itu harus ditulis artikel lagi tentang kondisi terbaru di lokasi.
Bukankah sesuatu yang up to date itu yang dicari banyak orang? Atau mungkin sekalian saja old school, supaya yang membaca jadi bernostalgia. Semua karena ada... tanggal!
Btw, kaus KKN-nya persis kayak punyaku, Mas, haha....