Ada yang protes. Katanya, caraku untuk sampai ke tempat-tempat eksotis di blog ini dengan bersepeda sungguh tidak manusiawi. Terutama bagi mereka yang hendak mengajak serta putra-putrinya. #sedih
“Ke sana bisa naik angkutan umum nggak?”
Itu adalah pertanyaan yang sering aku jumpai. Untuk turis luar daerah, angkutan umum adalah solusi hemat untuk mengatasi kendala transportasi dibandingkan jika harus menyewa kendaraan.
Seperti di kota, desa juga memiliki armada angkutan umum. Namun, seperti halnya masalah angkutan umum perkotaan, kita juga tidak bisa sepenuhnya menggantungkan kaki pada angkutan umum desa. Kendalanya ada di tiga faktor: jumlah armada, jam operasi, dan rute trayek.
“Desa butuh angkutan umum nggak sih?”
Setelah aku cermati dari aktivitas warga desa, jawabannya berkisar antara ya dan tidak. Butuh banget ya nggak. Tapi kalau nggak ada ya repot.
Berbeda dengan masyarakat kota, intensitas berpergian masyarakat pedesaan tidak setinggi masyarakat perkotaan. Sehari-hari paling ya hanya rumah – tempat kerja. Itu pun mayoritas tempat kerja adalah di sawah, ladang, atau kebun yang mana tidak terjamah oleh akses angkutan umum.
Satu-satunya kondisi yang menuntut ketersediaan angkutan umum bagi masyarakat pedesaan adalah ketika mereka hendak berpergian ke kota (bisa pasar) untuk membeli kebutuhan harian atau menjual hasil bumi. Memang, sebagian besar masyarakat pedesaan punya sepeda motor. Namun ada hal-hal di luar batas kemampuan “akrobat” sepeda motor sehingga menuntut peran angkutan umum.
“Jadi, ada angkutan umum yang lewat sana?”
Lewat sana belum tentu dan malah bisa jadi tidak. Lewat desa pun juga belum tentu dan bisa jadi malah tidak. Bingung? Memang sebaiknya membawa kendaraan pribadi.
Maaf, bilamana sepertinya kita belum bisa sepenuhnya mengandalkan angkutan umum. Seperti yang kita ketahui (dan mungkin kita lakukan juga), kendaraan bermotor pribadi (entah itu sepeda motor atau mobil) adalah penyelesaian sebagian besar masyarakat kita dalam mengatasi masalah transportasi.
Kita tidak pernah mau menempatkan transportasi publik menjadi prioritas teratas dalam pilihan cara berpergian kalau situasi dan kondisi masih memungkinkan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Sebabnya ada banyak dan hal ini lumrah terjadi baik di kota maupun di desa.
Oh iya, kalau Pembaca jeli, ketiga foto di artikel ini memiliki objek yang serupa. Apa hayooo? #senyum.lebar
kunjunganbalik
nya ngojek. Ngak sanggup banget buat jalan, mikir kalo gw mesti nyetir balik jakarta :)
ngojek, ya ngojek. kalau jalan kaki, ya jalan. kayak di curug malela aku jalan kaki 2 jam.. :D