HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

5 Alasan Tidak Berjalan Kaki di Jogja

Selasa, 26 Maret 2013, 07:24 WIB

Akhir-akhir ini banyak yang menyuarakan akan pentingnya fungsi ruang publik. Salah satu contoh ruang publik itu adalah trotoar, tempat di mana orang bisa berjalan kaki dengan aman dan nyaman walau yaaa... pada kenyatannya ya tidak selalu seperti itu kan? #hehehe

 

Omong-omong tentang jalan kaki nih, di Kota Jogja ini aku jarang melihat ada orang yang berpergian dengan berjalan kaki. Seringnya ya lihat orang berpergian naik sepeda motor lah. Belum lama ini juga ada penelitian yang mengungkapkan bahwa Orang Jogja itu Malas Berjalan Kaki.

 

Eh!? Masak sampai sebegitunya sih?

 


Eh iya, siang-siang sepi juga ya?

 

Jadi, aku mengadakan penelitian kecil-kecilan gitu. Aku tanya-tanya deh ke orang-orang di sekitarku tentang alasan mereka tidak jalan kaki di Kota Jogja dan memperoleh jawaban seperti di bawah ini.

 

Faktor Eksternal Tidak Berjalan Kaki

Faktor eksternal ini terkait dengan kondisi lingkungan yang membuat orang tidak nyaman berjalan kaki. Misalnya trotoar sempit, rusak, tidak teduh, banyak objek yang merintangi, dan lain-lain. Nah, kalau untuk urusan yang ini nih, lebih banyak yang disalahkan adalah pemerintah. Alasannya karena mereka tidak becus mengurusi fasilitas publik.

 

Padahal sebetulnya ya nggak salah pemerintah juga, sebab ada juga masyarakat yang memperlakukan ruang publik tidak dengan semestinya. Misalnya ya bikin warung di atas trotoar. Tapi ya... mayoritas lebih memilih menggugat yang bertahta daripada menggugat sesama jelata. Soalnya terkesan nggak adil gitu. Para jelata itu kan golongan tak berada yang hanya berusaha mencari sesuap nasi. Masak digugat?

 


Mereka cuma berusaha nyari sesuap nasi. Pemerintah aja yang disalahin.

 

Oleh karena itu pemerintah lah yang digugat. Pokoknya, selama pejalan kaki dan jelata yang lain tidak mendapat kemanjaan dari pemerintah di ruang publik, ya... gugat terus aja tuh pemerintah. Selama belum mendapat kemanjaan ya... nggak ada yang mau jalan kaki deh.

 

Faktor Internal Tidak Berjalan Kaki

Faktor internal ini terkait dengan motivasi dalam diri seseorang yang menghalanginya untuk berjalan kaki. Sebenernya ya faktor internal ini sih yang lebih mempengaruhi seseorang untuk memilih berjalan kaki. Yaaa, kan kalau sudah niat kan apa saja bakal dilakukan toh?

 

Yang menarik nih, aku mencoba bertanya pada responden wanita tentang faktor internal ini. Kenapa? Soalnya, para wanita itu kan lebih menuntut kenyamanan dibanding pria. Ya toh? Mudahnya aja, kalau para wanita nyaman berjalan kaki, maka pria juga pasti nyaman berjalan kaki.

 

Nah, ini dia 5 alasan dari para wanita kenapa mereka enggan berjalan kaki di kota Jogja.

 

1. Gengsi

Ini beneran, sebab mayoritas orang beranggapan berjalan kaki itu identik dengan orang susah. Lha wong pemulung saja naiknya sepeda motor, masak manajer bank ke kantor berjalan kaki?

 

Coba deh, keluar dari rumah terus berjalan kaki dengan tujuan < 1 km. Kalau berpapasan dengan tetangga misalnya sebagian besar omongan yang terucap dari mereka adalah:

 

“Mau ke mana? Kok jalan kaki?”

 

Tuh kan! Rasanya jalan kaki itu sesuatu yang tidak pantas kan? Hahaha. Bikin pencitraan diri jadi gimanaaa gitu kan? Masak mau disamakan dengan anak-anak sekolahan?

 


Teringat Oki yang jalan kaki ke sekolah.

 

2. Jauh

Aku tahu, ukuran “jauh” itu berbeda-beda buat setiap orang. Tapi, rata-rata orang memilih tidak berjalan kaki karena tempat tujuan mereka itu jauh.

 

Sejauh apa sih? Apa tidak bisa dijangkau dengan angkutan umum? Nah sayangnya, sebagian besar angkutan umum di Kota Jogja itu tidak melewati semua tempat. Jadi ya misalkan saja ada orang yang rumahnya di pelosok kampung. Untuk naik angkutan umum mereka harus berjalan kaki menuju jalan raya yang jaraknya menurut mereka... lumayan jauh. #hehehe

 

3. Buang-Buang Waktu

Berjalan kaki itu memang memakan banyak waktu dibandingkan naik kendaraan bermotor yang kecepatan minimalnya 15 km/jam. Apalagi kalau jarak tempuhnya jauh dan sedang diburu waktu. Duh! Makin nggak nyaman kan berjalan kaki?

 

4. Capek dan Panas

Ya ini resiko kita hidup di Indonesia yang notabene negara tropis. Kalau jalan kaki siang hari yaaa pasti... panas. Jangankan pas musim kemarau, di musim hujan sesaat sebelum hujan turun kan panasnya bukan main. Kalau kata banyak orang tuh siang hari di Jogja panasnya menyengat kulit dan bikin sakit.

 

Silakan beralasan kalau panas itu karena hidup di dataran rendah. Tapi kalau dipikir-pikir, hidup di dataran tinggi ya sama saja. Di dataran tinggi memang lebih sejuk, tapi kontur jalannya tidak landai, menanjak atau naik-turun, ya sama-sama bikin capek kan? Tapi bukankah jalan kaki itu menggerakkan tubuh yang ujung-ujungnya ya capek?

 

Ide untuk menanam pohon perindang juga menjadi kendala. Wong lahan untuk trotoar saja susah sempit, lha mau menanam pohon di mana? Apalagi kalau musim angin kencang, pohon bisa saja tumbang dan menimpa pejalan kaki. Belum lagi kabel listrik dan telepon yang malang-melintang.

 

Ya gitu deh, udah dandan cantik dan ganteng, masak sampai di tempat tujuan basah dan bau keringat?

 


Sebagian besar trotoar nggak seluas dan serindang ini. Kurang lahan!

 

5. Malas

Nah ini dia nih. Kata sederhana yang menduduki urutan pertama dari alasan untuk tidak berjalan kaki.

 

Bagaimana ya? Sepertinya berjalan kaki itu tidak menjadi budaya di negeri kita. Berjalan kaki itu belum bisa seperti tempe-tahu penyet atau pecel lele, yang bisa dibilang santapan kelas bawah tapi bisa diterima di lidah semua golongan.

 

Ya, kalau ada orang yang beralasan mereka malas berjalan kaki pasti ya disertai dengan alasan tambahan dari no 1 sampai 4. Memang sih, daripada berjalan kaki lebih enak ya secepatnya ngadem di dalam bangunan.

 


 

Kembali ke Diri Sendiri

Oleh karena itu, jangan heran kalau sebagus apa pun trotoar yang dibuat oleh pemerintah, besar kemungkinan bakal jadi sepi karena lima alasan di atas. Tapi mungkin nggak bakal pemerintah membuat trotoar bagus, sebab ya warga yang mau jalan kaki saja sedikit kok.

 

Ada orang yang pernah bilang ke aku,

 

“Kamu saja ke mana-mana naik sepeda, kapan mau jalan kaki!?”

 

Iya memang benar sih, sebab bersepeda lebih efisien dibandingkan harus berjalan kaki. Tapi ya nggak tepat juga kalau sepeda diusung menggantikan berjalan kaki. Lha kita ini manusia kan fitrahnya berjalan kaki kan? Eh, aku juga belum membahas tentang kaum difabel dalam memanfaatkan ruang publik.

 

Jadi apa penyelesaiannya agar orang-orang mau berjalan kaki? Ah! Semua itu berpulang pada niat kita masing-masing kok! Mau nggak sih kita berjalan kaki dengan segala macam kondisi yang ada dan jawabannya adalah ...

 

Silakan tulis di kotak komentar yah! Terima kasih!

NIMBRUNG DI SINI