Sebetulnya, aku itu jarang motret dengan panjang fokal besar (istilah fotografinya: tele). Rata-rata, aku itu motret dengan panjang fokal di kisaran 18 sampai 24mm (istilahnya: wide).
Tapi perlu diakui, kadang-kadang aku merasa butuh lensa dengan panjang fokal besar. Terutama untuk situasi pemotretan di mana aku harus memotret objek dari jarak yang cukup jauuuh. Seperti saat aku motret sendatari Ramayana atau siluet Borobudur di Punthuk Setumbu.
Jika lantas aku harus menebus lensa tele yang masih bau toko, aku merasa kurang pantas. Lha wong aku jarang motret dengan panjang fokal besar kok. Eh, tapi dilema yang seperti ini tidak sampai membuat galau lho ya, hahaha. #senyum.lebar
Lensa Bekas dari d’Camera Djokja
Ndilalah, di bulan November ini kawanku Danu yang mengelola toko d’Camera Djokja, menggelar jajanan aksesori kamera second-hand. Salah satu yang menarik perhatianku adalah lensa Nikkor 55-200 DX VR yang ditawarkan seharga Rp1.650.000. Hmmm, yummy!
Selang beberapa minggu, setelah arus kas mengalir lancar masuk dompet, lensa itu pun segera berpindah ke tanganku, hahaha. #senyum.lebar
Asal tahu saja, harga baru lensa ini sekitar Rp2,5 juta. Menurutku, harga yang ditawarkan cukup murah dan sepadan dengan kondisi lensa yang masih bersih, halus, dan mulus, hehehe. Sayangnya, belum sampai 24 jam, lensa ini sudah harus mencium kerasnya aspal Jl. Parangtritis. Doooh!
Fitur yang Ala Kadarnya
Kalau mengingat harga lensa yang sekitar Rp2,5 juta itu, sebetulnya kita nggak boleh berharap terlalu banyak dengan kualitas lensa ini. Seperti yang bisa dilihat, mount pada lensa terbuat dari plastik dan tanpa disertai karet pelindung. Badan lensa pun mayoritas terbuat dari plastik. Yah, walaupun sudah pernah terjatuh, kondisi fisiknya masih tetap kokoh kok. Eh, tapi bukan berarti lensa ini siap untuk dibanting-banting lho ya! >.<
Fitur yang cukup menarik dari lensa ini adalah VR (Vibration Reduction) untuk meredam getar, yang cukup membantu saat memotret di kondisi minim cahaya tanpa bantuan tripod. Eh ya, aku bilang cukup membantu karena ya... kadang-kadang efektif dan kadang-kadang tidak, hehehe.
Kinerja autofokusnya pun biasa saja. Tidak secepat dan sesunyi dua lensa Nikon lain yang kumiliki. Kadang kala autofokusnya sering “bingung”, terutama saat berada di panjang fokal 200mm. Kabar baiknya, bagian depan lensa tidak ikut berputar saat proses mencari fokus. Lensa ini memiliki diameter filter 52 mm.
Kok Nggak Tajam ya?
Sebenarnya aku bukan orang yang terlalu mempermasalahkan resolusi alias ketajaman lensa. Namun, ketika aku mengamati objek sepeda pada foto yang kujepret di bawah ini, aku merasa sepedanya itu buram dan sepertinya aku perlu mengecek ketajaman lensa ini.
Aku pakai cara yang mudah saja. Aku jepret halaman iklan surat kabar menggunakan lensa ini di panjang fokal 55 mm dan 200 mm. Hanya dua panjang fokal itu, karena sesuai kebutuhanku lensa ini kan bakal aku gunakan di panjang 200 mm. Sedangkan untuk pilihan diafragmanya aku menggunakan bukaan f/5.6, f/8, dan f/11.
Ini sih seleraku saja sebenarnya. Kalau memotret, aku seringnya berkutat dengan tiga pilihan bukaan diafragma itu. Bukaan f/5.6 kalau objeknya hanya satu, f/8 kalau memotret kelompok orang, dan f/11 kalau memotret pemandangan alam.
Uji Ketajaman di 55 mm
Daerah di bagian tengah foto:
55 mm @ f/5.6 | 55 mm @ f/8 | 55 mm @ f/11 |
Daerah di bagian pinggir foto:
55 mm @ f/5.6 | 55 mm @ f/8 | 55 mm @ f/11 |
Uji Ketajaman di 200 mm
Daerah di bagian tengah foto:
200 mm @ f/5.6 | 200 mm @ f/8 | 200 mm @ f/11 |
Daerah di bagian pinggir foto:
200 mm @ f/5.6 | 200 mm @ f/8 | 200 mm @ f/11 |
Hasil Uji Ketajaman
Sesuai dugaanku, di panjang fokal 200 mm lensa ini mengalami penurunan ketajaman. Bahkan, ketajaman tertinggi diperoleh pada bukaan diafragma f/11. Sedangkan ketajaman sudut-sudut foto memang tampak kurang tajam jika dibandingkan di bagian tengah foto.
Aku nggak terlalu yakin apakah uji ketajaman ini menunjukkan karakteristik sesungguhnya dari lensa ini. Mengingat, yah... lensa ini kan second-hand dan sudah pernah terjatuh, hehehe.
Sebagai perbandingan tambahan, berikut aku sertakan foto yang dijepret dengan lensa 18-135 DX dan 55-200 DX VR. Kedua foto dijepret pada panjang fokal 200 mm dan bukaan f/5.6 dalam ukuran 2,4 MP, kemudian di-crop bagian tengah foto dengan ukuran 420 px × 320 px.
Jadi, Pendapat tentang Lensa ini adalah ...
Mari garuk-garuk kepala dulu, hahaha.
Dengan ketajaman optimal di bukaan f/11 pada 200 mm, penggunaan lensa ini terbatas di kondisi yang banyak cahaya. Prediksiku, f/11 pada 200 mm di ISO 100 dalam kondisi pencahayaan yang biasa membutuhkan kecepatan 1/2 detik. Yang seperti ini sangat susah untuk menjaga foto tidak buram karena goncangan tangan dan sulit juga untuk membekukan momen.
Padahal aku memprediksi lensa ini bakal membantuku memotret di bukaan f/5.6 di 200 mm. Yah memang membantu sih, walaupun hanya sedikit, hahaha. Mungkin sebaiknya kita tidak berharap lebih pada lensa kelas entry-level seperti ini.
SILAKAN DIBACA
Jadi, jika Pembaca ingin lensa tele yang powerful, lupakan lensa 55-200mm VR ini (dan juga 55-300mm VR) dan menabunglah untuk menebus lensa 70-300mm VR seharga Rp5 juta atau mungkin 70-200mm VR seharga 24 juta #hehehe ?
Kecuali... jika ada yang menawarkan lensa ini second-hand dengan kualitas bagus dan harga yang lumayan miring, ya... bolehlah dibeli, hahaha. #senyum.lebar
nikon D7000
ada lensa 55-200 DX VR
ada lensa 15-205 DX
battery charge
tas
no wa 0857-3894-5774
Menurut saya, ini lensa :
1. Karakteristik tone yang dihasilkan bisa padet.
2. Tajem di f5,6 - 8
3. Bisa bokeh juga di FL 150 - 200mm f5,6 (aktual DOF 80cm)
Nah loh... jadi beli lensa ini ga ya?
Tapi kelemahan yang versi VR2 ring fokusnya lebih kecil.. terus melu muter saat deteksi fokus. Keunggulanya ukurane lebih simple sama kualitas optik yang lebih bagus (jarene lho ya) wkwkwkwkwkkwk...
memuaskan ya gan ?
mending beli yg sigma apo dg 70-300 meskipun minus pereduksi getaran hehe