HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Demi Sepiring Takjil Bubur di Pandak Bantul

Selasa, 4 September 2012, 16:37 WIB

Takjil. Istilah ini sering kita dengar saat bulan Ramadan tiba. Banyak orang yang memaknai takjil sebagai santapan berbuka puasa. Walaupun ada juga orang yang memaknai takjil sebagai sesuatu yang lain, pada kesempatan ini aku memaknai takjil sebagai santapan berbuka puasa.

 

Seperti rutinitas yang kerap aku lakukan pada bulan Ramadan di tahun-tahun silam. Bersepeda di sore hari sembari mencari takjil merupakan salah satu kegiatan ngabuburit favoritku. Nah, pada Ramadan kali ini, aku bersama Paris menyusun rencana bersepeda mencari takjil bubur yang merupakan sajian tradisi dari Masjid Sabilurrosyad. Masjid ini berada di Kelurahan Wijirejo di Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

 

 

Selasa sore (7/8/2012), setelah menuntaskan kewajiban memburuh #hehehe, aku dan Paris berangkat bersepeda menuju Masjid Sabilurrosyad. Jarum jam rupanya sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Sempat terbesit kekhawatiran, nyandak ora yo tekan Pandak? (arti: keburu sampai nggak ya di Pandak?). Sebab, Kecamatan Pandak itu lumayan jauh dari Kota Jogja. Ya, jaraknya ada lah sekitar 15 km. #lumayan.jauh

 

Bertolak Kota Jogja, kami menyusuri Jl. Bantul ke arah selatan yang pada sore hari itu ramai kendaraan bermotor. Melalui Jl. Bantul, tibalah kami di Kota Bantul. Dari Kota Bantul kami masih tetap melanjutkan bersepeda ke arah selatan menuju perempatan Palbapang. Dari perempatan Palbapang kami mengambil arah ke Jl. Srandakan. Kira-kira di Jl. Srandakan km 1, di pertigaan yang dijaga lampu lalu lintas, kami mengambil jalan ke barat menuju Kelurahan Wijirejo.

 


Bersepeda dikelilingi hamparan sawah yang cantik saat senja...amboinya...

 

Di sepanjang perjalanan menuju Kelurahan Wijirejo mata terhibur oleh pemandangan hamparan padi yang menguning diterpa hangatnya cahaya mentari senja. Ah, rasa-rasanya kok jadi ingin berlama-lama bersepeda di sini ya? #senyum.lebar

 

Sesampainya di Kelurahan Wijirejo, kami lantas kebingungan mencari letak Masjid Sabilurrosyad. Alhamdulillah, ada seorang warga baik hati yang membantu menunjukkan arah. Ternyata, Masjid Sabilurrosyad itu persisnya terletak di Dusun Kauman. Lokasi Masjid Sabilurrosyad berada tidak jauh dari pertigaan yang dijaga beringin besar.

 


Suasana di dalam Masjid Sabilurrosyad, sepi ternyata.

 

Sekitar pukul 17.00 WIB, sampailah kami di Masjid Sabilurrosyad. Suasana di masjid terlihat sepi sehingga membuat kami canggung dan bertanya-tanya.

 

Apa benar ini masjid di Pandak, Bantul yang konon menyajikan tradisi takjil bubur?
Apa jangan-jangan takjil buburnya sudah habis?

 

Ah, mungkin saja aku terlalu membandingkannya dengan kemeriahan tradisi takjil bubur yang disajikan oleh Masjid Darussalam di Serengan, Solo, Jawa Tengah.

 


Masjid ini pernah dipugar untuk diperluas.

 

Sebetulnya, pada sore hari itu terjadi pergolakan batin di dalam diriku. Datang ke masjid hanya untuk takjil kok rasa-rasanya nggak pantas ya? Tapi, masak jauh-jauh singgah ke sini nggak dapat apa-apa? Hmmm, bagaimana ya?

 

Akhirnya, setelah pergulatan batin yang nggak seberapa lama, masuklah aku ke dalam masjid. Tentu setelah sebelumnya kami memarkir sepeda, berwudu, dan mengenakan baju koko. Lha mau ngapain? Ya tadarus lah! #senyum.lebar

 

Gimana ya? Aku mengambil kesimpulan bahwa di bulan Ramadhan yang suci ini, perkara ibadah harus come first. Ada takjil atau nggak, biarlah itu jadi urusan belakangan. #senyum

 

Beberapa saat setelah aku selesai menuntaskan tadarus, berkumandanglah azan magrib. Alhamdulillah, sudah tiba waktu berbuka puasa. Selesai mengumandangkan azan, ndilalah bapak muadzin lantas mengundang aku dan Paris menuju selasar masjid. Tak tahunya, di sana para jamaah sedang duduk rapi menyantap takjil bubur. Alhamdulillah, akhirnya bisa menyantap takjil bubur juga. #senyum.lebar

 


Wah ternyata jamaah yang lain sudah lebih dulu bersantap bubur.

 

Di bawah ini adalah foto takjil bubur lodeh yang disajikan di Masjid Sabilurrosyad. Pelengkapnya sayur lodeh tanpa sayur, hehehe, hanya tahu dan tempe. Penyajiannya di atas piring kaleng. Terkesan unik dan nostalgik.

 


Demi sepiring bubur ini kami bersepeda kemari.

 

Penyajian takjil bubur lodeh ini merupakan tradisi warisan Panembahan Bodho. Bubur sendiri memiliki banyak makna, dari sisi ekonomi, kesehatan, hingga filosofi dakwah Islam. Setiap harinya takmir masjid memasak sekitar 50 porsi bubur lodeh.

 

Selain bubur lodeh, di sekitar Masjid Sabilurrosyad juga bisa ditemui warisan Panembahan Bodho yang lain, yaitu yoni yang berada di sisi utara masjid. Di dekat yoni ada benda antik lain. Mulanya aku pikir itu lingga pasangannya yoni, akan tetapi ternyata itu adalah jam matahari penentu waktu salat. Jam ini juga dikenal dengan nama jam istiwak atau jam bancet.

 


Enak sekali duduknya Mas #hehehe. Yang diduduki itu Yoni, sedangkan sandaran kakinya itu jam bantet.

 


Sumur tua tempat berwudhu dahulu kala masih ada.

 


Semoga di bulan Ramadhan mendatang masih sempat kemari lagi ya.

 

Selepas menunaikan salat Magrib berjamaah aku dan Paris pun bergegas bersepeda pulang ke kota Jogja. Perjalanan pulang masih jauh! #senyum.lebar Meski demikian, kami masih menyempatkan mengikuti salat tarawih berjamaah di masjid di seputar Desa Kasongan, Bantul.

 

Eh ya Pembaca, apa ada takjil unik di sekitar tempat tinggal Pembaca?

NIMBRUNG DI SINI