HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

I Love (Pasar) Malino

Senin, 7 Mei 2012, 18:04 WIB

I Love Malino

 

Itulah sambutan dari deretan kaos-kaos yang menghiasi toko suvenir ketika kami berkunjung ke Pasar Sentral Malino di hari Selasa (25/10/2011) silam.

 

Nggak jauh berbeda dari kalimat tersebut:

 

I Love My Mom and My Mom Love Traditional Market

 

Hahaha #senyum.lebar

 


Is it really lovable guys? Let's find out!

 

Setelah puas berkunjung ke Air Terjun Takapala yang menjadi obsesiku, kini saatnya berganti memenuhi obsesi Ibu yang punya hobi keliling pasar tradisional. Hmmm, sebetulnya penasaran juga. Seperti apa ya gerangan Pasar Malino ini? Apa beda dengan pasar di Jawa ya?

 

Oke deh! Yuk kita telusuri sama-sama! Kita buktikan apa benar pasar Malino ini benar-benar mencitrakan I Love Malino seperti yang terpampang di deretan kaos-kaos itu.

 


Kami berjumpa dengan pedagang grosir mangga khas Sulawesi (entah apa jenisnya). Aku sih nggak sempat mengicipi tapi kata Ibu rasanya belum terlalu manis. Mungkin ya memang masih belum matang betul.

 


Pisang! Yang ini dahsyat! Dari ukuran dan rasanya menang telak dari pisang di Jawa. Nggak enak kalau dimakan langsung. Ini untuk dibuat pisang goreng atau pisang epe.

 


Ada juga tomat keriting. Wew, baru sekali ini lihat tomat yang berkerut. Katanya sih enak untuk disayur. Tapi kalau dibawa pulang ke Jawa bakal susah membawanya.

 


Ini dia oleh-oleh khas Malino, dodol dan wajik. Hahaha, manis-manis ya? Manisnya itu karena gula aren. Harganya sekitar Rp10.000 hingga Rp15.000.

 


Suasana di los-los Pasar Malino. Nggak jauh beda dengan pasar di Jawa. Hanya saja sepi karena memang kami datang di siang hari, hehehe.

 


Bicara Malino, belum afdol rasanya kalau belum menyinggung buah Markisa. Ya, banyak los yang menjual buah Markisa. Tentu harganya lebih miring dibandingkan jika sudah diolah menjadi sirup yang banyak dijajakan di kota Makassar.

 


Di beberapa los ada yang menjual gula aren. Gula ini dipakai untuk pemanis sajian khas Malino seperti dodol dan wajik.

 


Kami juga sempat singgah ke sebuah warung makan. Di sana kami menjumpai ubi yang digoreng. Kudapan nikmat untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan.

 


Ubi goreng itu ternyata juga bisa menjadi teman menyantap ikan balado ini. Kombinasi yang aneh memang, ubi dan ikan, tapi kalau dicoba rasanya enak juga.

 


Mayoritas warga setempat mengkonsumsi ikan. Beda ya dengan di Jawa yang lebih dominan menyantap unggas ternak. Ikan yang dijual seperti ini sudah dibersihkan dan dibumbui. Siap untuk digoreng.

 


Malino yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong berhawa sejuk, jadi lumrah bila banyak flora indah yang tumbuh di sana. Di pasar banyak juga yang menjual tanaman hias berbunga indah seperti ini.

 

Bagaimana Pembaca? Apakah sudah jatuh cinta pada (pasar) Malino? Hehehe. #hehehe

 

Eh ya, apa ada keunikan dari pasar di tempat tinggal Pembaca? Silakan berbagi di kotak komentar lho ya! #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI