Bagi sebagian besar orang, kemeriahan festival yang dibalut dengan sorotan lampu berwarna-warni itu lebih memukau mata dibandingkan bila digelar di siang hari. Itu betul. Aku pun setuju. Sebab, ada nuansa warna yang bakal tampak mencolok oleh sorotan lampu bila disaksikan dalam situasi gelap. Tapi, ketika sudah berbicara tentang fotografi, bagiku festival di malam hari tak lebih dari sekadar mimpi buruk!
Lho kenapa?
Jawaban singkatku: GELAP!
Jangan pernah lupa! Fotografi adalah seni melukis dengan cahaya. Saat malam hari, intensitas cahaya jelas sangaaat berkurang dibandingkan pada di siang hari. Cahaya lampu paling terang sekalipun belum bisa menyamai kekuatan cahaya ciptaan Tuhan alias matahari. Saat matahari beranjak turun dan berganti dengan rembulan yang menerangi malam, saat itulah kita perlu mengubah siasat dalam memotret.
Berandai-andai di Sana Seperti Apa...
Mari kita berandai-andai. Pembaca datang ke sebuah festival, berharap untuk memotret. Festival digelar selepas magrib. Suasananya gelap dengan tata lampu ala kadarnya. Karena bukan jam kerja, penonton berjubel memenuhi area festival. Dengan kondisi seperti itu apa yang bisa Pembaca lakukan?
Jadi, mari kita bermain aman! Sebab langkah nekat selalu dimulai dari kondisi aman, betul? #hehehe
ISO Tinggi = Kewajiban
Silakan ambil kamera pembaca–entah itu SLR, kamera saku, atau piranti lainnya–dan atur ISO ke nilai tertinggi. Biasanya pengaturan ISO dapat dilakukan dengan tidak menempatkan kamera di mode otomatis (auto).
Pegang Kamera
Pegang kamera erat-erat. Selain untuk mencegah kamera pembaca jadi korban maling #hehehe, memegang kamera erat-erat akan mencegah kamera untuk bergoyang ketika mengambil foto yang dapat berujung kepada efek camera shake.
Tanpa Tripod dan Monopod
Di tengah situasi padat penonton, memotret menggunakan tripod atau monopod sangat tidak disarankan, sebab aksi Pembaca akan sangat mengganggu penonton. Walaupun penggunaan tripod efektif mencegah camera shake, namun itu saja tidak cukup, sebab...
Beh! Mereka Gerak!
...obyek foto juga ikut bergerak! Kemeriahan festival salah satunya karena adanya atraksi dari para peserta dan itu berarti mereka bergerak! Efek yang terjadi ini sebenarnya alami alias bukan kesalahan kamera.
Di malam hari, dengan kecepatan rana yang lambat, gerakan manusia akan sulit untuk dibekukan. Secara teknis, foto-foto di malam hari kemungkinan akan banyak dihasilkan dengan kecepatan rana di bawah 1/60 detik.
Bagaimana cara menyiasatinya? Jika pembaca nekat, bisa saja pembaca memotret menggunakan flash. Akan tetapi tanggung resikonya kalau nanti dimarahi oleh peserta dan dikejar aparat. Jadi, gimana dunk?
Cara pertama adalah memotret ketika peserta sedang diam, sebab nggak mungkin kan kalau mereka bergerak terus-menerus, kan capek hehehe. #hehehe
Cara kedua adalah menyiapkan jebakan. Apa itu? Jadi, pembaca diam di suatu posisi dan memotret saat peserta melewati suatu titik, yakni titik di mana cahayanya paling terang. Alhasil, kecepatan rana bisa meningkat bukan?
Cara ketiga adalah...persetan dengan semua kondisi itu! Manfaatkan gerakan peserta yang terlihat kabur itu untuk menciptakan suatu foto yang nyeni! Foto itu karya seni kan? Hehehe. #hehehe
Orang Sabar Disayang Tuhan
Memotret di tengah kerumunan penonton, memang membutuhkan kesabaran super tinggi. Apalagi kalau penontonnya tidak sabaran, seruduk sana-sini, injak kaki ini-itu, demi bisa menyelinap dan mengambil sudut untuk memotret. Bayangkan, satu peserta festival bisa dikerubuti sekian banyak penonton yang berjejalan untuk mengambil fotonya. Nah kalau begitu, bagaimana cara kita untuk memotretnya?
Kalau Pembaca memang orang yang berlapang dada, ya mengalah sajalah. Ada banyak obyek yang menarik untuk diabadikan selain peserta festival kok. Misalnya tingkah-polah penonton atau kejadian unik lain. Semua itu bisa kita abadikan asalkan kita jeli dalam melihat momen.
Tapi kalau Pembaca tak berniat untuk mengalah, ya...sikat saja! #senyum.lebar
Pembaca bisa berdesak-desakan dengan penonton menuju posisi terdepan untuk mendapatkan sudut pemotretan. Pembaca juga bisa menggunakan lensa dengan panjang fokal tinggi (> 70 mm) untuk mengisolasi obyek dan menciptakan foto dengan framing yang ketat. Menurutku, lensa sudut lebar tidak efektif jika digunakan dalam kondisi yang disesaki penonton seperti ini.
Namun segala siasat tetap memiliki hal-hal yang disebut dengan perkecualian. Tidak ada aturan yang baku, sebab segala sesuatunya berujung pada kreatifitas kita sebagai fotografer dan reaksi kita dalam menyikapi kondisi di lapangan.
Kecuali Kalau Pembaca itu...
Seperti bilamana Pembaca memiliki akses VVIP, Pembaca tak perlu itu turun ke jalan berjejalan dengan penonton lain. Tinggal duduk dan memotret dari bangku yang sudah disediakan oleh panitia. Namun yang demikian itu malah membuat kita tidak bisa aktif bergerak mencari sudut kan? Hehehe. #hehehe
Adapun pembaca bisa datang lebih awal ke lokasi sebelum festival dimulai. Namun yang demikian juga butuh waktu yang agak longgar kan? Hehehe.
Memotret festival adalah cara melatih kesigapan kita memotret obyek yang bergerak. Yang tersulit adalah memotret festival di malam hari karena gelap, banyak penonton, dan obyeknya bergerak. Tapi semua kendala itu bisa diatasi kok, asalkan kita kreatif dalam menyiasatinya.
Akhir kata, semoga artikelku ini berguna membantu Pembaca yang kesulitan memotret festival di malam hari. #senyum
Jadi, kapan ada festival malam hari di kota Pembaca? #senyum.lebar
lampunya jauh lebih baik ya...
:D
thanxz gan :D
Gimana kemarin motret Solo Batik Carnivalnya? Sukses dapat foto bagus?
Tips yang ok juga... Smoga tahun depan aku bisa jeprat jepret lagi di JJC :)