Mungkin ini bisa dianggap suatu keanehan, bahwa diriku betah duduk menyaksikan kesenian kethoprak yang digelar di Taman Budaya Yogyakarta saat Pasar Kangen Jogja 2011 berlangsung. Eh, apa itu kethoprak?
Kethoprak merupakan salah satu kesenian rakyat dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bentuk kesenian ini adalah pentas drama dengan warga desa sebagai pemainnya. Kethoprak lahir dari budaya warga pedesaan yang kerap menggelar kemeriahan di malam bulan purnama. Konon, raksasa bernama Buta Kala tak akan sudi menyantap bulan bila warga desa menggelar keriuhan.
Kethroprak yang dipentaskan di Pasar Kangen Jogja 2011 ini digelar pada sore hari. Jadi, mungkin Buta Kala masih berkesempatan untuk bisa menyantap bulan, hehehe. #senyum.lebar
Dengan jalan cerita yang sederhana dan penuturan memakai bahasa sehari-hari (jawa ngoko diselingi beberapa bahasa jawa krama madya yang sering dituturkan), membuatku cukup mudah untuk menikmati kesenian rakyat yang kian jarang ditemui di hiruk-pikuk perkotaan.
Sanggar kethoprak ini berasal dari kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Adapun mengusung nama kethoprak lesung sebab iringan musiknya berasal dari irama gejog lesung.
Cerita berawal dari Pak Kromo yang mengeluh tentang istrinya yang rupawan namun tak kunjung hamil, mengingat usia mereka yang kian menua. Di rumah, Bu Kromo mengabarkan bahwa dirinya sering merasa mual dan meminta dicarikan sarang lebah untuk dimasak. Pak Kromo lantas menduga bahwa istrinya hamil dan sedang mengidam. Untuk itu ia pergi mencari sarang lebah permintaan Bu Kromo.
Tak disangka, ketika Pak Kromo baru saja pergi, ada seseorang yang menyaru sebagai Pak Kromo datang ke rumah sambil membawa sarang lebah. Bu Kromo heran, dan tambah keheranan lagi ketika Pak Kromo kembali ke rumah dan mendapati dirinya memiliki kembaran.
Bu Kromo yang kebingunan lantas melaporkan kejadian ini ke perangkat desa. Kebetulan tak jauh dari rumah, sedang berkumpul Pak Lurah, Pak Dukuh, dan Pak Carik. Ketiga perangkat desa ini sedang memberikan petuah-petuah kepada penonton. Lantas, mereka dikagetkan oleh Bu Kromo yang menghampiri mereka sambil menangis.
Setelah Bu Kromo menceritakan ihwal duduk perkara permasalahannya, dipanggillah dua Pak Kromo itu menemui ketiga perangkat desa. Pak Lurah menyarankan Bu Kromo memeriksa tanda lahir di badan Pak Kromo untuk mengetahui siapa diantara mereka berdua yang palsu. Namun, ternyata keduanya memiliki tanda lahir yang serupa.
Oleh Pak Kadus, mereka berdua diperintahkan untuk saling membuktikan siapa diantara mereka yang palsu. Namun, masing-masing dari mereka tidak ada yang mau mengaku. Bu Kromo makin bingung dan tangisannya makin menjadi-jadi. Untuk memecah keributan, Pak Carik mengusulkan agar Bu Kromo dibelah jadi dua saja sama rata agar masing-masing Pak Kromo mendapatkan Bu Kromo.
Namun, tiba-tiba salah satu Pak Kromo bersujud dan menangis kepada para perangkat desa. Sebab, ia tak rela kehilangan Bu Kromo, istrinya yang tengah mengandung anak yang mereka nanti-nantikan. Nah, terbukti sudah siapa Pak Kromo yang asli. Sementara Pak Kromo palsu akhirnya mengaku sebagai dhemit penunggu hutan.
Mengingat prestasiku ini yang betah nonton kethoprak, mungkin suatu saat kelak aku akan mencoba nonton wayang. Tapi, wayang nggak ada yang siang ya? Kalau malam kan ngantuk, hehehe #hehehe.
kalo bisa di ajarin,hhe
Disini jarang dan hampir bisa dikatakan ga ada
Kemarin ada sebulan nanggep Ketoprak, tapi tanpa promosi jadinya ga tahu deh
Kalo wayang dah 3 kali nonton full time
Terakhir nonton pak Manteb tanggal 27 Juli 2011 :D