Ceritanya, ada seorang anak muda bernama Paris yang sedang dirundung rasa penasaran. Sepanjang hayat, dirinya sudah sering menyaksikan bermacam-macam lomba. Dari mulai lomba balap karung hingga lomba perahu naga. Tapi, cuma ada satu lomba yang belum pernah dia saksikan, yaitu lomba panahan.
Eh iya, Pembaca tahu kan apa itu panahan alias memanah? Itu lho, yang ada busur dan anak panah, (bahasa londo-nya bow and arrow). Yang ketika tali busur dilepas, anak panah melesat cepat menuju sasaran. Jleb!
Nah, anak muda bernama Paris ini penasaran untuk menyaksikan lomba panahan yang diselenggarakan pihak Keraton Yogyakarta, yakni Lomba Jemparingan. Lha apa pula itu?
Lomba Jemparingan Itu adalah lomba panahan gaya Mataraman, salah satu budaya Jawa yang patut kita lestarikan! Beruntung, di hari Selasa sore (5/7/2011), pihak Keraton sedang menyelenggarakan lomba ini.
Lomba Jemparingan ini diselenggarakan setiap hari Selasa Wage, 70 hari sekali. Periode 70 hari itu disebut dua lapan. Satu lapan itu 35 hari, yakni kombinasi hari pada penanggalan Masehi dan penanggalan Jawa.
Pembaca bingung? Sini biar aku jelaskan. Pada penanggalan Masehi, seminggu kan ada 7 hari yaitu, Senin sampai Minggu. Sedangkan pada penanggalan Jawa, seminggu itu ada 5 hari, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing. Jika kedua penanggalan itu dipadukan, kita akan memperoleh hari seperti Senin Legi, Kamis Pahing, dan #senyum.lebar">Jum’at Kliwon. Jadi, total satu bulan ada 7 x 5 = 35 hari toh?
Kembali ke Lomba Panahan!
Lomba Jemparingan ini dilaksanakan di halaman Kemandungan, utaranya Alun-Alun Selatan, belakang Sasana Hinggil Dwi Abad. Untuk menyaksikan lomba panahan ini pengunjung tidak dipungut biaya sepeser pun.
Begini aturan lombanya. Tiap peserta duduk berjajar (iya, memanahnya sambil duduk!) dengan jarak sekitar 10 meter dari sasaran. Tiap peserta diberi 5 anak panah untuk dipanah ke sasaran.
Bentuk sasarannya orang-orangan, dibuat dari kain mori, seperti gambar di bawah ini. Kalau anak panah menancap di kepala (warna merah) dapat nilai 3. Kalau menancapnya di badan (warna putih) dapat nilai 1.
Lomba Jemparingan ini terdiri dari 20 babak (disebut rambahan) yang bisa dipersingkat jika sewaktu-waktu turun hujan #senyum.lebar.
Menarik kan Pembaca?
Hmmm, tapi aku bingung perkara memfoto lomba panahan ini! Huaaaaaa!
Aku bingung, saking tidak beraturannya posisi pemanah dan saking cepatnya anak panah itu melesat ditembakkan. Jadinya aku harus motret apa? Duh, duh, duh!
Kebetulan, di sana juga hadir beberapa kawan SPSS yang lain, yakni Kang Indi dan Kang Sigit. Entah kenapa, Kang Sigit waktu itu ngasih aku gulungan karton. Mungkin waktu itu, saking bingungnya, aku jadi sedikit gila dan menganggap gulungan karton itu adalah pencerahan atas gundah-gulanaku ini.
Jadilah aku motret pakai karton! #senyum.lebar
Menurut desas-desus, beberapa peserta lomba menjadi tidak konsentrasi memanah tatkala melihat tingkahku motret yang seperti ini #hehehe.
Sebagai perbandingan, ini foto yang dijepret oleh fotografer Antara, Wahyu Putro A, yang dimuat di harian Kompas (6/7/2011).
Serasa ingin motret pakai lensa tele-zoom 70-200 f/2.8, karena itu satu-satunya cara (selain pakai karton #hehehe) untuk menyingkirkan hal-hal yang mengganggu dari obyek foto, dengan zoom panjang dan bukaan f/2.8. Padahal, kalau aku motret dengan lensa 35 DX mungkin hasilnya tak jauh berbeda.
Eh iya, hampir lupa, gimana dengan nasib anak muda kita yang bernama Paris? Berhubung yang bersangkutan sedang galau akut di hari itu, jadi dirinya tidak konsentrasi motret. Beruntung, Kang Indi tidak sedang galau, jadi hasil jepretannya bagus-bagus #senyum.lebar. Silakan menyimak foto-foto di akun Flickr! mereka yah! Yaitu http://flickr.com/ekoparis dan http://flickr.com/aunullah.
Jadi, kalau pembaca ingin datang menyaksikan lomba Jemparingan, silakan datang di hari Selasa, 13 September 2011.
pula hasilnya bagus...
asli tapi BM hahahahahahha
coba mas, menfoto anak panah yang sedang melesat, kelihatannya keren, apalagi kalau bisa
pan shoot anak panah melesat ...
Saya nggak galau kok ... cuma gundah-gulana ... ahahaa