HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Jogja, Sesajen, dan Perempatan Jalan

Selasa, 12 Oktober 2010, 13:09 WIB

Jogja, di pukul empat pagi, tatkala langit masih pekat dan jalanan masih lenggang. Aku mengayuh sepeda dari rumah ke arah utara.

 

Melewati Tugu Jogja yang masih dipadati turis yang asyik berfoto. Melewati sudut Pasar Kranggan yang mulai dipadati manusia. Hingga sampailah aku di sebuah perempatan jalan yang dijaga lampu-merah.

 

Di tengah perempatan yang diapit oleh restoran KFC, kampus selatan FMIPA UGM, Madrasah Aliyah Negeri 1 Yogyakarta, dan pertokoan Mirota Kampus, aku menangkap sebuah obyek menarik.

 

Sesajen

 

Sepinya perempatan di pukul empat pagi, memudahkanku untuk leluasa mendekat dan memotret, tanpa takut diserempet kendaraan bermotor.

 

 

Kulihat sekitar, tak ada seorang pun. Kecuali para penarik becak yang terlelap di becaknya masing-masing.

 

Siapa yang menaruhnya?

Dan untuk apa?

 

Selama 4,5 tahun aku hilir-mudik melintasi perempatan itu, baru sekali ini aku menjumpai adanya sesajen. Ini di Jogja, bukan di Bali. Ah ya, mungkin saja yang menaruhnya adalah warga Jogja yang masih melestarikan budaya kejawen.

 

Perempatan adalah tempat melintasnya berbagai nyawa dari berbagai penjuru. Mungkin, karena itu perlu ada sesajen untuk menjaga agar tak ada nyawa yang saling beradu di tempat perlintasan itu.

 

Ah...aku mencoba memahami maksud di penaruh sesajen. Tapi cukup menggelitik, mengingat di sekeliling perempatan diapit oleh simbol-simbol kemajuan zaman yang menafikan budaya semacam ini.

 

 

Entahlah. Aku kembali mengayuh sepedaku. Kuyakin sesajen itu akan menghilang, seiring menyingsingnya matahari dan melintasnya berbagai nyawa di perempatan tersebut.

 

Pembaca pernah juga berjumpa dengan sesajen?

NIMBRUNG DI SINI