HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Asalnya dari Pabrik Gula Gondang-Winangoen

Jumat, 11 Juni 2010, 12:56 WIB

Setiap kali melewati Jl. Raya Yogyakarta – Solo, di sekitar km 20-an, pastilah kita bakal berjumpa dengan suatu pabrik yang letaknya di sisi utara jalan raya. Pemandangan lori-lori tebu yang ditarik lokomotif kecil masuk pabrik menjadi tontonan unik semasa aku kecil. Waktu itu, aku menyangka itu pabrik kereta api, hehehe #hehehe, tapi ya lama-lama aku tahu kalau itu ternyata pabrik gula. #senyum.lebar

 

Namanya adalah Pabrik Gula (disingkat PG) Gondang Baru. Setelah berkali-kali cuma bisa melihat itu pabrik gula dari jalan raya, akhirnya di hari Sabtu pagi (5/6/2010) yang lalu, aku bareng sahabat SPSS berkunjung ke sana. Jelas pakai sepeda, lha wong jaraknya "relatif dekat" dari Jogja kok. #hehehe

 

 

Titik Awal

Rodalink Janti

Titik Tujuan

Pabrik Gula Gondang Baru, Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

Jarak Tempuh (Waktu Tempuh)

20-an km (1,5 jam)

Rute Perjalanan

Sebenernya kita pergi ke sana pakai rute blusukan, lewat desa-desa dan sawah di utara jalan raya. Tapi rute termudah tetap lewat Jl. Raya Yogyakarta – Solo.

Medan

Mayoritas perjalanan pada jalan aspal, karena kita blusukan ya lewat jalan tanah deh. #hehehe

 

 


Di Museum Gula dipajang berbagai hal yang berkaitan dengan gula.

 

PG Gondang Baru semula bernama PG Gondang-Winangoen. Pabrik gula ini sudah ada sejak tahun 1860 dibawah kepemilikan perusahaan Belanda, Mirandolle Vaute & Co. PG Gondang Baru merupakan salah satu sisa-sisa pabrik gula peninggalan era kolonial yang masih berfungsi hingga detik ini.

 

Cukup dengan membayar Rp5.000, pengunjung akan diantar oleh petugas untuk berkeliling-keliling pabrik gula. Pertama, pengunjung akan diajak untuk memasuki museum gula. Di sana dipajang segala hal yang berkaitan dengan gula. Dari mulai mayat tikus naas yang menggerogoti tebu #tragis, sampai produk gula zaman Belanda yang jelas sudah kedaluwarsa. #senyum.lebar

 


Ini mesin yang paling tua, buatan Perancis tahun 1884.

 

Isi di dalam museum gula itu sih masih biasa, tapi ada yang luar biasa lho!

 

Selepas dari museum gula, pengunjung bakal dibawa masuk ke dalam pabrik gula untuk melihat proses pembuatan gula secara langsung! Yiiiha! #senyum.lebar

 

Di sini sahabat SPSS mulai terkagum-kagum melihat mesin pabrik gula yang beroperasi. Gimana nggak? Semua mesin di pabrik gula Gondang Baru ini berasal dari era kolonial dan masih bisa berfungsi hingga detik ini! Serasa bisa membayangkan gimana pabrik ini dulunya hidup.

 

Buat Pembaca yang ingin tahu bagaimana alurnya dari tanaman tebu bisa jadi gula pasir, akan aku jelaskan secara singkat sebagai berikut.

 

  1. Batang-batang tebu yang ada di lori, diangkut pakai kerekan (crane) masuk ke pabrik gula.
  2. Batang-batang tebu masuk mesin pemotong untuk dipotong berukuran kecil-kecil.
  3. Potongan batang tebu masuk mesin pemeras. Diperas sebanyak 3 kali dan disiram air panas agar nira yang keluar bisa maksimal.
  4. Ampas perasan tebu digunakan sebagai bahan bakar 9 tungku uap. Ya, seluruh mesin di pabrik ini bekerja dengan tenaga uap, bukan listrik!
  5. Nira kemudian diuapkan dan masuk mesin pengkristalan untuk kemudian menjadi kristal gula.
  6. Kristal gula masuk ke mesin sentrifugal untuk memisahkan kristal gula yang sempurna.
  7. Kristal gula yang sempurna itu kemudian dipecah menjadi serbuk halus dan dikemas.

 

Tapi tunggu! Gula pasir yang dikemas itu kualitasnya masih jelek! Gula-gula itu harus melewati proses pemurnian lagi hingga akhirnya menjadi gula pasir yang kita konsumsi sehari-hari.

 


Di dalam pabrik, melihat mesin bekerja dengan tenaga uap.

 

PG Gondang Baru beroperasi hanya di bulan Mei – September, yang merupakan musim panen tanaman tebu. Selama 5 bulan itu, PG Gondang Baru bekerja non-stop 24 jam. Tapi, kalau mau berwisata kemari, sebaiknya datang pada pukul 8 pagi hingga 12 siang.

 

Aku sempat memikirkan Indonesia yang kini menjadi pengimpor gula terbesar. Padahal dahulu kala, Indonesia adalah produsen gula terbesar. Ironis yah? Dengan kinerja pabrik gula seperti itu, memang rasanya sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan gula di dalam negeri secara mandiri. Tak hanya itu, mesin-mesin tua itupun kini kesulitan suku cadang.

 

Tapi, apakah merosotnya produksi gula Indonesia itu murni kesalahan pabrik dengan mesin-mesin tua? Aku kira, menyusutnya luas ladang tebu dan minimnya pabrik gula yang beroperasi juga patut diperhitungkan. Yah, bagaimanapun berkat PG Gondang Baru ini, kita masih bisa merasakan gula lokal yang diolah menggunakan mesin tua. Patut dilestarikan.

 


Gula pasir yang siap dikemas, tapi ini masih kualitas rendah.

 

Oh ya, pihak manajemen PG Gondang Baru juga memperkaya fasilitas di lokasi ini. Seperti homestay di rumah kolonial dan area bermain air, Green Park, bertarif Rp3.000 per orang. Sepertinya di masa mendatang, PG Gondang Baru bakal menjelma menjadi obyek agrowisata untuk keluarga. Menarik bukan? #senyum.lebar

 

Jadi, kapan terakhir Pembaca beli gula?

Eh, maksudku berkunjung ke pabrik gula? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI