Aku kira, kita semua kenal Kartini. Wanita Jepara ini dikenal sebagai penggagas gerakan emansipasi wanita. Maklum, di tahun 1800-an, gerak-gerik wanita tak seluwes di masa kini. Kiranya, wanita masih terpasung pada adat dan budaya Jawa yang masih mengikat kuat.
Sepeda? Menurut Wikipedia, alat transportasi ini mulai berkembang di tahun 1800-an. Aku tak begitu tahu apakah Kartini juga pernah merasakan naik sepeda. Namun yang jelas, di masa itu, seorang wanita tak diperkenankan untuk mengendarai kendaraan seorang diri. Bahkan hingga saat ini, beberapa masyarakat Jawa masih ada yang menganut paham demikian.
Kolot. Mungkin itu kesan pertama yang kita lontarkan. Sebab, apabila kita tengok sejenak suasana di jalan raya. Kiranya, jumlah pengendara motor ataupun mobil yang berjenis-kelamin wanita sudah tak dapat dicacah dengan jari lagi. Yah, ini salah satu buah emansipasi wanita Kartini.
Namun, di manakah wanita yang mengendarai sepeda?
Tak bisa ditampik, sepeda sangat erat dengan konotasi maskulin. Yakni wilayah yang didominasi para pria. Wanita, kita tahu selalu mempertimbangankan penampilan. Oleh karena itu, banyak yang segan untuk turun ke jalan dan mengayuh sepeda. Sebab, mereka tak ingin penampilannya sejajar dengan para pria.
Ada yang mengatakan wanita ndableg, mereka yang mengayuh sepeda di jalan raya, dianggap sebagai suatu anomali.
Terlebih pula, ada seorang kawan yang berujar,
“Seandainya kamu jadi orangtua, kamu rela anak perempuanmu bersepeda di jalanan yang padat kendaraan bermotor yang rawan kecelakaan ?”
Resiko, saya pikir akan selalu ada di setiap pilihan hidup yang kita ambil. Yang paling ditakuti dari sepeda beberapa di antaranya adalah menghitamkan kulit, membuat tubuh bau keringat, membuat letih, dan terutama yah... rawan kecelakaan.
Ah, saya tak ingin membahas ketakutan yang berlebihan tersebut. Yang jelas, bersepeda itu membuat sehat. Bukankah tiap orang, baik pria ataupun wanita ingin sehat? Dan mungkin apabila lebih banyak pesepeda wanita di jalan raya, para pengemudi kendaraan bermotor itu akan berkendara jauuuh lebih sopan lagi. Iya toh?
Di Jogja, hari Rabu (21/4/2010) yang lalu, pemerintah kota menggelar acara Women on Bicycle. Sore harinya, sahabat srikandi SPSS dan Bike2Work Jogja juga turut menggelar acara bersepeda. Di hari Rabu itu, Kota Jogja penuh dengan Kartini yang bersepeda.
Jadi, apa pendapat Pembaca tentang para Kartini yang bersepeda?
tapi belum mahir betul naik sepeda,,,, hehehe
aku sendiri tak pernah memikirkannyah :p
lha serem tho kalo saya lepas di jalan raya?
salam
http://solokomunitas.wordpress.com
bersepedanya ga pake kebaya... :D
sepeda, lungsuran kakak-kakak, itupun dulu. sekarang udah dijual, lantas
saya dibelikan sepeda yg ada motornya. hehehe
Ngomong-ngomong, bersepeda bikin otot betis wanita jadi besar. Cukup besar segede gada.
Nah kan, perkara betis besar itu kan masalah penampilan. Satu hal yang sering menghantui kaum wanita. Betis bisa ndak besar kalau mengayuh sepedanya benar. Caranya, kayuh perlahan dengan gir enteng.
Ibu saya juga suka bersepada ria kemana - mana.........
[mas, komen saya kok sering ilang ya ?! Udah diulangi juga ilang....]
Lam kenal
biar jalanan tidak berbahaya..maka car free day diadakan tidak hari minggu saja...