Perihal meninggalnya Gus Dur itu aku pertama kali tahu dari jeritannya Mbak Lia. Awalnya kupikir Resta berulah lagi. Namun kulihat Mbak Lia malah tergopoh-gopoh menyalakan tevelisi sembari berujar, ”Gus Dur meninggal!”.
Tapi apa dikata aku tak sempat menyimak apa yang tertutur di layar kaca. Kalaupun Gus Dur meninggal karena penyakit itu bukan suatu yang mengagetkan. Sebab seingatku, saat beliau menjabat sebagai Presiden RI ke-4 pun, kondisi kesehatannya sudah terganggu. Pukul setengah sepuluh malam aku menerima SMS dari rekan Bike2Work, Tiwi, yang mengabarkan ada momen peringatan 1.000 lilin mengenang Gus Dur di Tugu Pal Putih Yogyakarta.
Pukul sepuluh lebih lima belas aku tiba di Tugu Pal Putih. Saat itu di seputar tugu yang baru selesai direnovasi itu penuh dengan kerumunan massa yang membawa lilin. Di antara mereka terdapat perwakilan dari berbagai kelompok sosial di Jogja. Seperti LBH Jogja, Perkumpulan Masyarakat Papua, Muda-Mudi Katolik DIY, Kerabat Rakyat Mataram, dan masih banyak lain. Mereka mendoakan arwah Gus Dur agar diterima di sisi-Nya dan bertutur kesan terhadap beliau.
Nah, bagaimana seorang Wijna mengenal Gus Dur? Saat beliau menjabat jadi Presiden RI ke-4 waktu itu aku masih duduk di bangku SMP. Di masa itu, diriku buta perkara politik (apalagi sekarang #senyum.lebar). Namun setidaknya di benakku mencatut nama Gus Dur sebagai pemimpin bangsa yang nyeleneh.
Gimana ndak? Seusai lawatan ke luar negeri, pasti ada saja pejabat negara yang dipecat. Selain itu manuver politiknya cukup kontroversial, semacam mengijinkan pengibaran bendera Papua Barat, hubungan diplomasi dengan Israel, sampai dekrit pembekuan DPR. Sebab itu nggak heran kalau di akhir masa jabatannya, pasukan TNI siap siaga mengepung Istana Negara.
Namun dibalik itu, aku memuji langkah beliau yang mendukung penuh toleransi antar umat beragama. Seperti pencabutan larangan publikasi budaya Cina. Juga keputusan beliau membubarkan Departemen Penerangan. Kita semua juga pasti hapal slogan beliau, ”Gitu aja kok repot?” yang selalu mengingatkan kita agar berpikir kritis.
Yah kini memang beliau telah meninggalkan kita untuk selamanya. Aku turut mendoakan agar arwah beliau diterima di sisi Allah SWT. Manusia memang tak ada yang sempurna, begitupun dengan beliau. Namun, semoga kita dapat mengambil pelajaran berharga yang diberikan oleh Gus Dur sebagai guru bangsa tercinta ini.
Eh iya, ini adalah artikel terakhir blog Maw Mblusuk? di tahun 2009. Agak aneh menutup blog di akhir tahun dengan obituari. Bagaimana menurut pembaca?
Menggambarkan bahwa pemerintah selama ini selalu
merepotkan diri sendiri supaya terlihat sibuk.
Owgh!
Aku akan merindukan gojeg-kere guyon-mlarat
guyon mikir dari seorang Gus Dur.