HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Parkir Sepeda Nyaman di Mana?

Jumat, 11 Desember 2009, 07:21 WIB

Semenjak tahun 2009 ini aku lebih sering pergi ke mana-mana naik sepeda. Sepeda itu hemat biaya. Toh, cuma pakai bahan bakar dengkul. Sepeda juga pas buat alat transportasi jarak dekat. Cocoklah kalau jaraknya 6–8 kilometer aja. Lebih dari itu bisa juga, tapi ditambah bonus cucuran keringat. #senyum.lebar

 

Dua alasan di atas biasa kupakai untuk promosi (meracuni) agar orang-orang melirik sepeda sebagai alternatif alat transportasi. Tapi, setelah orang-orang itu tergerak untuk bersepeda, malah timbul masalah baru.

 

Sesuai judul artikel. Ini perihal parkir sepeda. Kenapa mesti diparkir? Sebab ada aturan tak tertulis kalau kendaraan dilarang masuk bangunan. Bukan menganak-tirikan sepeda, lha wong mobil, bus, sepeda motor, bahkan odong-odong saja nggak boleh kok. Yang boleh paling hanya robot gajah-gajahan yang setiap harinya mengelilingi lantai mall itu. #senyum.lebar

 

Pertama, di manakah sepeda baiknya diparkir? Untung warga Jogja masih memandang sepeda beroda dua layaknya sepeda motor. Jadilah parkir di tempat parkir sepeda motor. Kalaupun tak ada maka harus dicari pohon atau tiang guna mengikat sepeda.

 

Meskipun sesungguhnya ada tempat parkir khusus sepeda, tapi nggak jarang malah jadi tempat parkir sepeda motor seperti foto di bawah ini. Jumlah tempat parkir khusus sepeda pun sedikit. Di sepanjang Jl. Maliboro sampai Jl. Ahmad Yani misalnya. Sepanjang pengamatanku, di sana hanya ada dua tempat parkir sepeda.

 


Mestinya ini buat parkir sepeda tapi kok...ya...itu memang sepeda...tapi...

 

Biasanya, setelah minta ijin pada penjaga parkir, kita bakal dikasih tahu lokasi mana yang halal buat sepeda nangkring. Biasanya sih letaknya terpencil. Maklum, namanya juga kendaraan minoritas #hehehe. Aman atau tidaknya ya walahualam deh. Pasrahkan saja pada juru parkir, rantai pengunci, dan tentunya nasib Pembaca sekalian. #senyum.lebar

 

Yang bikin bingung adalah besaran retribusi parkir. Entah ini halal atau haram, sebab aku tak tahu apakah ada peraturan daerah yang mengatur besaran retribusi ini. Yang sering bikin bingung itu sebab besarannya fluktuatif, tergantung kebijakan sang juru parkir. Kadang Rp1.000, seringnya Rp500, dan tak jarang malah digratiskan.

 

Biasanya, tukang parkir yang memberi tarif gratis itu melihat sepeda kita hanyalah onggokan besi karatan beroda dua. Tapi, nggak jarang tukang parkir juga menggeratiskan teman-teman yang pakai sepeda rangka campur aluminium dengan gir XTR yang harganya puluhan juta. Oleh sebab itu, kadang aku mikir, memarkir sepeda itu sama saja dengan mengikhlaskan sepeda kita hilang. Alhamdulillah sampai sekarang belum terjadi padaku (semoga aja nggak, Aamiin!).

 

Kita sih maunya bersepeda dengan nyaman, terutama saat sepeda kita parkir. Jangan malah problema ini bikin orang-orang kehilangan minat untuk bersepeda.

 

Pembaca parkir sepedanya di sebelah mana ya?

NIMBRUNG DI SINI