HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Cerita KKN: Antara Esensi dan Birokrasi

Minggu, 9 Agustus 2009, 17:21 WIB

Orang bilang KKN itu enak. Soalnya KKN itu nggak pusing belajar. Tapi ada juga orang yang bilang kalau KKN itu nggak enak. Soalnya KKN itu kerap terbentur oleh masalah-masalah kecil yang dibikin rumit. Birokrasi kalau boleh disebut demikian.

 

Dalam satu unit mahasiswa KKN (dalam ini aku ngambil contoh di UGM), umumnya terdiri dari 30-40 orang. Satu unit tersebut kemudian dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil beranggotakan 5-7 orang. Kelompok kecil ini disebut subunit. Penempatan mahasiswa di suatu subunit tergantung dari keputusan koordinator unit.

 

Selain pengelompokan berdasarkan subunit, masing-masing mahasiswa juga dikelompokkan menurut asal fakultasnya. Pengelompokan ini ada 4 macam sebagai berikut.

 

  1. ST (Sains-Teknologi) : Fakultas Teknik, MIPA, dll
  2. SH (Sosio-Humaniora) : Fakultas Ekonomi, Ilmu Budaya, dll
  3. KM (Kesehatan Masyarakat) : Fakultas Kedokteran, Farmasi, dll
  4. AG (Agrikultura) : Fakultas Pertanian, Peternakan, dll

 

Nah, setiap mahasiswa diwajibkan melaksanakan program kerja sebanyak 288 jam kerja dalam jangka waktu kurang-lebih selama 60 hari. Kalau pakai hitung-hitungan sederhana, dalam satu hari idealnya seorang mahasiswa melaksanakan program kerja selama 288 / 60 = 4.8 jam. Itulah yang kerap dikatakan oleh fasilitator KKN saat kami pembekalan.

 

Terdengar ringan kan?

 


Komunikasi antar sesama mahasiswa KKN penting!

Namun kenyataannya tidak ringan seperti itu!

 

Birokrasi mulai bermain di sini. Dari 288 jam itu, sekurang-kurangnya 201 jam harus digunakan untuk program tematik yang telah ditentukan. Oleh pihak universitas, setiap unit diberikan suatu tema yang menjadi landasan setiap program KKN yang harus mereka kerjakan.

 

Ada kalanya tema yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Untuk itu kami harus pintar-pintar mencocokkan program kerja dengan tema yang kami peroleh. Beruntunglah apabila pihak universitas memberi kami keleluasaan untuk menentukan tema. Walau dengan syarat kami harus observasi ke lokasi 2-3 bulan sebelum penerjunan KKN untuk menggodok tema KKN kami.

 

Lebih anehnya lagi, dari 201 jam kerja itu dibagi lagi menjadi 121 jam program pokok dan 80 jam program non-pokok. Nah lho? Apa pula itu?

 

Program pokok adalah program yang bersesuaian dengan kelompok fakultas asal mahasiswa yang bersangkutan. Jadi, mahasiswa fakultas teknik ya program pokoknya berkaitan dengan ilmu-ilmu teknik. Tapi... program pokok yang dijalankan mahasiswa tetap harus mengacu ke tema unit yang sudah ditentukan. Jadi, mau tidak mau, lagi-lagi mahasiswa harus lihai mencocokkan program kerja. Contoh, kalau tema unit berupa Pemberantasan Buta Aksara, mahasiswa farmasi tidak diperkenankan menyelenggarakan program penyuluhan gizi, harus diakali menjadi program penyuluhan gizi untuk warga buta aksara. Aneh ya? #hehehe

 


Kalau ada masalah harus segera didiskusikan bersama.

Kendala ini pada intinya adalah mahasiswa KKN dihadapkan dengan ketidaksesuaian antara peraturan yang ditetapkan universitas dengan kondisi yang ada di lapangan. Dalam menghadapi kesulitan seperti ini kami ingin sekali bertanya. Tapi bagaimana mungkin kalau kami hanya diijinkan 5 x 24 jam untuk meninggalkan lokasi KKN dalam 60 hari itu?

 

Kami ya memanfaatkan komunikasi via telepon. Tapi rasanya tidak maksimal apabila kami tidak datang sendiri dan mengadukan masalah kami ini pada pihak universitas. Dosen Pembimbing Lapangan pun tidak setiap hari datang untuk mengecek kondisi dan memberi solusi atas masalah ini.

 

Dari apa yang aku paparkan di atas, mungkin terkesan bahwa kami ini mahasiswa KKN yang manja, yang ingin segala sesuatu yang berurusan dengan birokrasi terasa jelas dan ringkas. Esensi dari KKN sendiri sebenarnya ada dua kan; mengaplikasikan ilmu kuliah di masyarakat serta bertahan hidup di masyarakat. Nah, esensi yang kedua inilah yang sering salah dipandang sebagai alasan untuk menghalalkan segala cara.

 

Kalau ujung-ujungnya KKN hanya untuk mendapatkan nilai A dari universitas, buat apa capek-capek membantu orang? Untuk apa birokrasi dipatuhi? Manipulasi saja program kerjanya! Toh semua mahasiswa KKN juga melakukan itu.

 

Ini kan yang bikin KKN jadi enak? #hehehe

 


Birokrasi juga yang membuat kami harus lembur,
bikin lapangan bulutangkis ini contohnya.

Kalau begini caranya, tujuan mulia untuk membaur di tengah masyarakat sekaligus menerapkan ilmu di bangku kuliah bisa luntur. Lantaran semata-mata berupaya untuk menghindari belitan birokrasi yang ketat.

 

Aku ya paham alasan pihak universitas melakukan ini, mereka jelas tidak ingin mahasiswa KKN menyimpang dari tugas yang telah diembankan. Tapi terus terang, kalau alasan KKN untuk membantu orang lain, sekiranya kami juga diberikan kerenggangan dalam urusan birokrasi agar bantuan yang kami berikan dapat maksimal. Tentu ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari KKN dan bagi aku dan teman-teman yang sudah melaluinya, mengingat kenangan kendala itu hanya kan membuat bibir kami tersenyum simpul. #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI