Gethuk Gerobak Nyaring Bunyinya

Pas aku lagi blusukan pakai sepeda, di dekat SMA 3 Yogyakarta aku berpapasan dengan bapak yang jualan gethuk. Bapaknya menjual gethuk pakai gerobak dorong. Jenis gethuk yang dijual pun berjenis getuk lindri. Itu lho getuk asal Magelang dan Purworejo, yang bentuknya seperti dililit-lilit, berwarna-warni, dan dimakan pakai parutan kelapa. Rasanya? Ya manis lah! Lha wong gethuk itu jajanan tradisional yang terbuat dari ketela dicampur gula kok.

Tapi, buatku yang bikin menarik dari gethuk yang dijual si bapak itu bukan rasanya, melainkan cara si bapak berjualan gethuk. Di atas gerobaknya, si bapak memasang corong speaker. Tentu gunanya supaya bisa mengeluarkan bunyi. Sayangnya, bunyinya bukan ringtone promosi seperti yang umum dipakai tukang es krim atau tukang susu. Tapi musik dangdut! Volumenya keras banget lagi!

Hadeh....

Ini yang bikin diriku terheran-heran. Kenapa pula gethuk lindri mesti dipadankan dengan musik dangdut? Strategi pemasaran aliran baru kah? Eh, memang benar sih kalau musik dangdut itu sudah jadi default-nya selera musik rakyat Indonesia. Tapi, kenapa enggak pakai lagu Gethuk yang dipopulerkan Manthous aja? Yang ini lho,

Gethuk, asale soko telo (Gethuk asalnya dari ketela)

Moto ngantuk, iku tambane opo? (Mata ngantuk, itu kepinginnya apa?)

Ach ach.. halah getuk asale soko telo (Ah, ah...halah getuk asalnya dari ketela)

Yen ra petuk atine rodo gelo (Kalau nggak ketemu, hatinya agak galau)

Uniknya lagi, aku juga pernah bertemu penjual getuk lindri di Jakarta dan Jawa Tengah yang memakai cara serupa. Ya, sama-sama pakai corong speaker dengan setelan musik dangdut ber-volume melengking. #hehehe

Apa ini udah jadi trademark para penjual gethuk ya?
Dan kenapa hanya getuk lindri?
Mungkin Pembaca bisa bantu aku cari jawab?
Nuwun. #senyum.lebar