HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Bukan Ziarah ke Makam Raja-Raja Imogiri

Minggu, 7 Juni 2009, 22:31 WIB

Iya memang, aku dan Pipink (Math '05) ke Imogiri bukan buat ziarah, tapi cuma bersepedia ria doang, hahaha #senyum.lebar.

 

Di hari Minggu (31/5/2009) yang lalu, entah kesambet setan apa, kami rela mengayuh pedal sepeda dari Jl. Imogiri Barat sampai ke Makam Raja-Raja di Imogiri. Untung saja kami pergi dan pulang dengan selamat. Soalnya, perjalanan pulang-pergi sejauh 40 kilometer itu benar-benar menguras staminaku. Beh!

 

Oh iya, maaf ya Pink. Aku banyak mengeluh pas sepedaan itu. Soalnya staminaku nggak kuat. Nggak tidur semalam. Kapan-kapan kita adu gila-gilaan lagi pakai sepeda ya! Wekekekek #senyum.lebar.

 

Ratusan Tangga Menuju Makam

Sepeda kami arahkan masuk ke parkiran kompleks makam raja-raja Imogiri. Biaya titip parkirnya Rp500 per sepeda. Pas masuk kompleks ini nggak usah pakai bayar. Soalnya, ini kan baru di pelataran parkirnya saja, hehehe. #hehehe

 

Obyek utama selepas dari parkiran adalah makam raja-raja Kesultanan Mataram, Keraton Yogyakarta, dan Keraton Surakarta. Untuk mencapai obyek yang dimaksud, pengunjung wajib mendaki bukit. Alhamdulillah, sudah tersedia tangga untuk menuju puncak. Tapi ya sayangnya belum dipasang lift #hehehe. Hahaha. #senyum.lebar

 


Naik tangganya bikin capek banget!

 

Eh, jangan kaget kalau jumlah anak tangganya ada 409. Itu berdasarkan penuturan mbah juru kunci yang sudah bolak-balik menuruni tangga selama puluhan tahun lamanya. Buat sebagian orang, menghitung jumlah anak tangga dari dasar sampai ke puncak adalah tantangan. Sama seperti berjalan di antara Beringin Masangin di Alun-Alun Selatan.

 

Buat sebagian orang yang mencap dirinya olahragawan, naik-turun tangga ini bisa bikin badan sehat. Bahkan kami ketemu seorang bapak yang pada hari itu sudah 6 kali bolak-balik naik-turun tangga. Gilak! Tapi kami ya juga gila. Soalnya, aku dan Pipink sprint, kebut-kebutan lari naik tangga untuk mencapai puncak. Hadeh...

 


Di sisi kanan-kiri tangga juga ada makam. Makamnya siapa yah?

 

Di puncak, kami kecapekan. Habis ngayuh sepeda ditambah lari naik tangga. Buat masuk ke tempat di mana makam raja-raja berada kami harus memakai baju adat. Tapi kan kami ke sana cuma pakai kaos. Apalagi di dalam sana juga nggak boleh foto-foto. Makanya, kami hanya duduk-duduk di depan gapura masuk seperti di foto paling atas itu.

 

Payah yah. Di sana bukannya ziarah, tapi malah melacur (melakukan curhat #hehehe). Biasalah, ngomongin hubungan dengan lawan jenis. Perkara selincah apa manuver kami. Terutama, tentang kambing dan kelinci. #kode

 


Pengunjung umum hanya boleh sampai di sini saja.

 

Apa pun yang kami perbuat di sana, kami nggak berlaku mesum kok! Lha wong jadi tontonan ibu-ibu penjual minuman. Duh, Raja-Raja Mataram yang aku hormati, mohon maaf atas perilaku rakyat bodohmu ini. Kudoakan semoga amal ibadah kalian diterima oleh-Nya dan ditempatkan di sisi-Nya. Aamiin. (Ayo Pembaca ikut mengaminkan juga #hehehe)

 

Sejarah Makam Raja-Raja Imogiri

Makam Raja-Raja Imogiri ini dibangun pada tahun 1632 oleh Sultan Agung, salah satu Raja Mataram yang berhasil membinasakan J.P Coen (seperti yang tercantum di buku pelajaran sejarah). Karena Kesultanan Mataram merupakan akar dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta, maka di sini juga dimakamkan raja-raja yang bergelar Hamengkubuwono dan Pakubuwono.

 

Uniknya, lokasinya makam kedua kerajaan itu dipisah. Raja-raja Keraton Yogyakarta dimakamkan di sisi timur. Sedangkan raja-raja Keraton Surakarta dimakamkan di sisi barat.

 


Nggak dibuka setiap hari. Jadi, catat jadwalnya!

 

Makam Sultan Agung sendiri hanya dapat diziarahi pengunjung pada hari-hari tertentu saja. Di sini, juga terdapat empat gentong berisi air yang konon digunakan para raja-raja untuk berwudhu. Gentong-gentong itu berasal dari Palembang, Aceh, Turki, dan Thailand.

 

Hal unik lainnya adalah salah satu dari 409 anak tangga itu ada yang bentuknya berbeda. Konon, anak tangga itu adalah makam Tumenggung Endranata, pengkhianat yang menggagalkan rencana Sultan Agung menyerang Batavia. Oleh sebab itu ia dimakamkan di sana agar makamnya terinjak-injak oleh pengunjung yang lewat.

 

Minum Wedang Uwuh Sebelum Pulang

Lalu apa yang bisa dibanggakan dari perjalanan ke Imogiri? Aku ketemu kuliner yang unik, yaitu minuman yang namanya Wedang Uwuh (bukan uyuh lho ya!). Buat Pembaca yang kurang mengerti bahasa Jawa, wedang uwuh itu artinya air sampah hangat #serius. Dinamakan seperti itu karena bahan-bahannya seperti sampah dedaunan yang biasa ada di halaman.

 


Wedang uwuh, minuman rempah berkhasiat.

 

Di blognya Mas Zam, disebutkan bahan bakunya adalah potongan jahe gepuk yang dibakar, serutan kayu manis, serutan kayu cengkeh, daun cengkeh, daun pala, secang, dan gula batu. Warnanya airnya merah. Harganya hanya Rp1.000 segelas. Karena minuman ini sebenarnya adalah Wedang Jahe Plus-Plus makanya aku berani bilang ENAK!

 

Katanya juga sih, minuman ini berkhasiat mengembalikan stamina tubuh yang hilang. Maka dari itu, aku berani ngayuh sepeda kencang-kencang kembali ke Jogja. Termakan sugesti namanya #hehehe. Di tengah jalan ya akhirnya capek juga. Duh Pipiiink, jangan tinggalin diriku.... #KO

NIMBRUNG DI SINI