Membaca sudah menjadi kegemaranku semenjak kecil. Kalau diingat-ingat, buku pertama kali yang aku punya adalah komik, Doraemon edisi ke-1, yang kover bukunya ada banyak huruf k yang disusun diagonal itu lho #senyum.lebar.
Nah, bermula dari komik Doraemon itu (yang sekarang sudah lenyap entah ke mana), aku jadi punya hobi baca buku. Sampai-sampai di rumah Jakarta kami punya satu lemari besar yang isinya penuh dengan komik. Wew....
Dari Komik Jadi Buku Komputer
Seiring dengan bertambahnya umur, bacaanku juga semakin berbobot. Nggak lagi komik tipis 200-an halaman, tapi buku 500-an halaman yang beratnya hampir 1/2 kilo #lebay. Buku-buku itu kebanyakan berjenis buku komputer, karena pas masih sekolah dulu aku seneng banget ngutak-atik komputer. Semisal, merancang aplikasi memakai Visual Basic.
Tapi, koleksi buku-buku komputerku itu jadi mandeg pas aku kuliah. Karena aku nggak lagi mainan Visual Basic, tapi merancang website pakai PHP. Selain itu, aku juga merasa kalau buku-buku komputer terbitan Indonesia itu sebagian besar hanya menjelaskan perihal teori dan aplikasi dasar. Sedangkan aku butuh ilmu yang lebih tinggi. #sombong
Koleksi Buku "Nyeleneh"
Alhamdulillah yang namanya hobi membaca tetap berjalan sampai sekarang. Setiap bulan, aku selalu menyempatkan untuk membeli satu buku baru. Entah buku jenis apa, yang penting terbuat dari kertas, ada tulisannya, dan bisa dibaca serta dipahami #hehehe.
Untuk urusan jenis buku, aku akui kalau aku orangnya memang pilih-pilih. Terutama untuk buku-buku agama. Jenis buku yang satu ini selalu lolos dari daftar buku buruanku #hehehe. Kalau diperhatikan, rak-rak bukuku berisi judul-judul buku yang jenisnya nyeleneh. Misalnya aja; DPR Uncensored (Dati Fatimah & Mail Sukribo), Druken Molen (Pidi Baiq), The Naked Traveller (Trinity), dll. Buku-buku agamapun jenisnya juga nyeleneh, seperti Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai (Goenawan Mohammad) dan Kebenaran yang Hilang (Faraq Fauda).
Pilih Buku di Toko Buku Diskon
Sejak nilai tukar Dollar, harga minyak, dan harga kertas terus-menerus melejit naik, tata cara membeli buku juga berubah untuk menyesuaikan. Kalau dulu pas sekolah seminggu bisa memborong 3 komik, kalau sekarang 3 komik itu jatah untuk satu bulan. Kalau dulu beli buku di Gramedia, sekarang belinya pindah ke toko buku diskon semacam Toga Mas atau Social Agency. Itu diskonnya paling banyak 15%. Sedangkan kalau mau diskon sampe 25%, silakan datang ke pusat kios-kios buku semacam di Shopping Centre, Yogyakarta atau di Jl. Palasari, Bandung.
Kios-kios buku itu memang menyediakan buku (asli atau palsunya ya walahualam #hehehe) dengan harga yang bersaing. Tapi, yang menyebalkan adalah tata letak buku-buku yang nggak rapi. Rak-rak penuh buku menjulang tinggi (3 meter bok!) dan celah antar rak yang sempit (hanya muat 1 orang), membuatku malas untuk hilir-mudik mencari buku yang sesuai.
Tapi, kalau sebelum datang sudah tahu judul buku apa yang mau dibeli, diomongkan saja sama petugasnya, pasti bakal dicariin. Selain itu, toko-toko buku diskon biasanya menyediakan jasa sampul buku gratis memakai plastik bening. Semisal di toko buku nggak menyediakan, ada juga kok penjaja jasa sampul buku yang bisa ditebus Rp1.000 per buku.
Kegunaan buku yang utama adalah menambah wawasan dan pengetahuan. Lha wong, untuk bikin skripsi saja perlu buku kok? Selain itu, buatku membaca buku adalah sebagai pengisi waktu luang. Lha daripada berbuat yang nggak-nggak kan? #hehehe
Sayangnya, di negeri ini minat baca masyarakat kita masih kurang. Begitu melihat tebalnya buku yang 500-an halaman saja sudah pusing. Selain itu, daya beli masyarakat kita juga rendah, mengingat sebagian besar buku dibanderol di harga Rp20.000 ke atas.
Sebenarnya kalau pun tak punya uang untuk membeli buku solusinya cukup mudah. Datang saja ke perpustakaan. Bisa baca dan meminjam buku gratis di sana. Masalahnya cuma satu, tau nggak letak perpustakaannya? Nah lho! #senyum.lebar
kan tinggal cari di komputer perpus, bukunya nomernya berapa trus langsung njujug ke rak