Pasca kabinet orde baru, terutama setelah Presiden RI Abdurrahman Wahid mencabut PP No 14 Tahun 1967, warga negara Republik Indonesia keturunan etnis Tionghoa patut bernapas lega. Pasalnya, mereka kini bebas untuk mengekspresikan kegiatan-kegiatan khas etnis Tionghoa di negeri merah putih tercinta ini.
Angin segar reformasi budaya ini pun terus berhembus hingga saat ini. Pada masa orde baru, tidak terbayang bahwa suatu saat kelak budaya etnis Tionghoa bisa bersanding sama rata dengan budaya-budaya suku-suku lain di seluruh pelosok Indonesia.
Salah satu budaya etnis Tionghoa yang cukup dikenal masyarakat luas adalah budaya memperingati hari Imlek. Kini, menjelang hari raya Imlek kita senantiasa bisa menjumpai sudut-sudut pertokoan hingga kompleks perumahan diselimuti oleh warna merah serta atribut-atribut khas negeri Tiongkok tersebut.
Bagi warga keturunan etnis Tionghoa yang bermukim di Kota Yogyakarta, perayaan hari raya Imlek selalu dipusatkan di Kampung Ketandan. Lokasi Kampung Ketandan ini diapit Jl. Malioboro dan Jl. Mataram. Kegiatan perayaan hari imlek ini mengambil nama, Pekan Budaya Tionghoa. Di sana pengunjung bisa menikmati ragam budaya etnis Tionghoa seperti kerajinan tangan, kuliner, pengobatan, dan lain sebagainya.
Salah satu rangkaian acara yang turut memeriahkan Pekan Budaya Tionghoa adalah kirab budaya. Pawai budaya ini tidak hanya diikuti warga keturunan etnis Tionghoa saja, melainkan juga warga non-Tionghoa lainnya.
Kirab Budaya ini mengambil garis awal di Taman Parkir Abu Bakar Ali. Rute kirab adalah menelusuri Jl. Malioboro hingga berakhir di Kampung Ketandan. Menurut pengamatanku, Kirab Budaya ini selalu dilaksanakan sebelum hari Cap Go Meh.
Pada tahun ini, kirab budaya dilangsungkan pada hari Sabtu (7/2/2009) dari pukul 2 siang hingga 4 sore. Kalau aku perhatikan, peserta kirab kali ini tampak lebih sedikit dari tahun sebelumnya. demikian juga dengan jumlah pengunjung. Apakah mungkin beberapa kelompok mengurungkan diri karena dampak krisis global? Siapa tahu.
Yang jelas, kita masih dapat menyaksikan pentas atraksi liong dan barongsai secara cuma-cuma yang dibawakan oleh sejumlah kelompok. Turut memeriahkan pula pawai dari kelompok sepeda onthel dan sepeda tinggi. Selain itu ya ada juga pawai dari berbagai kelompok seni lokal lain.
Kirab budaya tahun ini mengusung tema “Langit Biru untuk Kota Yogyakarta”. Oleh sebab itu mayoritas peserta kirab budaya tidak menggunakan kendaraan bermotor. Tapi ya masih ada satu-dua peserta kirab yang bandel, hehehe #hehehe. Sepertinya pihak panitia harus konsisten dengan tema yang diusung.
Menyenangkan sekali melihat Indonesia yang memiliki beragam corak budaya dan semoga hal tersebut tidak serta-merta menjadi alasan bagi kita untuk berselisih paham.
Tentang Imlek dan Cap Go Meh
Imlek merupakan tahun baru bagi kalender Tionghoa yang merupakan gabungan dari kalender bulan dan kalender matahari (lunisolar). Pada tahun 2009 ini, kalender Tionghoa genap berumur 2560 tahun. Pada hari Imlek pula kita kerap mendengar istilah Gong Xi Fat Cai yang artinya adalah selamat tahun baru dan semoga banyak rejekinya.
Bagi warga keturunan etnis Tionghoa, memperingati Imlek merupakan budaya. Berbeda dengan penganut agama Konghucu yang menganggap Imlek merupakan salah satu dari hari besar keagamaan mereka.
Cap Go Meh sendiri berarti hari ke-15 setelah tahun baru. Hari tersebut merupakan hari terakhir perayaan Imlek dan merupakan hari pertama terbitnya bulan purnama di tahun baru. Pada hari ini biasanya digelar festival lampion dan identik dengan kuliner campuran budaya lokal-peranakan yang bernama Lontong Cap Go Meh.
NIMBRUNG DI SINI
-
#SRIYONO SEMARANGJumat, 18 Feb 2011, 07:02 WIBmBaknya yang bergaya oriental, Ni Hen Piau Liang, namanya sapa ya... ? :)wealah >.<
-
#VIZONSabtu, 6 Mar 2010, 07:22 WIBaku belum pernah kesampaian menonton kirab yang ini, semoga suatu saat berjodoh ya... :DUntungnya selalu diadakan pas hari libur, jadinya kemungkinan masyarakat yg bisa menonton banyak :)