HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Keliling-Keliling Manggala Wanabakti

Jumat, 6 Februari 2009, 18:21 WIB

Semasa aku kuliah (2005 – 2008), adalah suatu rutinitasku menyambangi tanteku, Bu Amiek, di tempat kerjanya. Bu Amiek, adiknya Ibu itu, berprofesi sebagai dokter gigi.

 

Berhubung gigi-gigiku lumayan butuh “penanganan khusus” #hehehe, jadilah setiap “mudik” ke Jakarta aku rutin menemui Bu Amiek. Ya, kapan lagi bisa diperiksa gigi secara gratis kan? Lagipula Bu Amiek sudah akrab dengan “tingkah-polahku” #menjerit.jerit saat berobat gigi sejak aku masih bocah. #hehehe

 

Bu Amiek praktik di klinik kompleks Departemen Kehutanan. Jadi, pasiennya mayoritas adalah para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengurusi kekayaan hutan Indonesia. #senyum.lebar

 

Nah, karena harus memprioritaskan pasien-pasien resminya itu, jadi aku yang notabene pasien “gratisan” harus mengalah deh. Biasanya, aku diberi giliran berobat antara pukul 12 siang hingga 1 siang ketika Bu Amiek “seharusnya” beristirahat. Tapi nggak jarang pula molor jika ada pasiennya Bu Amiek ternyata butuh penanganan lebih.

 

 

Sambil menunggu giliran berobat tiba, kadang aku melewatkan waktu dengan berjalan-jalan di kompleks Departemen Kehutanan. Suasana di kompleks Departemen Kehutanan rindang dan sejuk karena banyak pohon-pohon. Pantaslah sebagai kompleksnya para pengurus hutan Indonesia. #senyum.lebar

 

Di kalangan kami (aku dan keluargaku) menyebut kompleks ini sebagai Manggala Wanabakti. Padahal, sebetulnya yang disebut sebagai Manggala Wanabakti itu adalah gedung terbesar di kompleks Departemen Kehutanan.

 

Manggala Wanabakti nggak hanya berfungsi sebagai kantornya para PSN. Gedung ini menyediakan aula yang disewakan untuk umum. Biasanya untuk acara nikah yang digelar pada hari Sabtu atau Minggu. Selain itu, di Manggala Wanabakti juga terdapat museum yang menyajikan informasi kekayaan hutan Indonesia.

 

Berhubung aku selalu datang dengan pakaian kaos oblong, jadinya aku nggak pernah menjamah isi Manggala Wanabakti karena minder dengan para PNS yang berbusana kemeja kerja nan rapi. Alhasil, aku hanya menikmati suasana taman di luar Manggala Wanabakti yang sangat asri.

 

 

Di salah satu sudut taman Manggala Wanabakti terdapat pajangan fosil kayu kamper, patung-patung diorama, dan juga lokomotif uap tua yang dahulu digunakan untuk mengangkut kayu.

 

Dulu semasa kecil, aku suka diajak oleh alm. Eyang Goenari kakung berjalan-jalan di taman ini. Aku paling senang ketika naik lokomotif uap. Sama seperti Bu Amiek, Eyang Goenari kakung juga bekerja sebagai Departemen Kehutanan, tapi bukan sebagai dokter.

 

 

Di kompleks Manggala Wanabakti juga terdapat danau yang cukup besar. Sayang, danau itu hanya bisa dinikmati mata karena nggak boleh memancing dan berperahu di sana. Padahal danaunya berpotensi sekali menjadi tempat wisata. Apalagi di tengahnya ada semacam pulau kecil.

 

Jadilah dengan demikian kalau sudah bosan jalan-jalan mengelilingi danau, aku pun memilih salah satu bangku di taman sebagai tempat melahap novel-novelnya Tiwul yang belum sempat aku baca. Kalau nggak hujan, taman Manggala Wanabakti ini asyik dijadikan tempat rehat.

 

 

Aku nggak tahu dengan kompleks Departemen lain. Tapi, kompleks Manggala Wanabakti menjadi contoh bahwa kompleks kerja para PNS ternyata nggak “semonoton” yang dibayangkan.

NIMBRUNG DI SINI