HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Cerita KKN: Panasnya Hawa Surga

Jumat, 7 November 2008, 22:32 WIB

Mungkin judul artikel yang satu ini cukup nyeleneh. Kenapa hawa surga bisa terasa panas? Bagi Pembaca sekalian yang imannya cukup tebal, hawanya mungkin terasa sejuk. Akan tetapi, buatku yang notabene sering berprilaku dan berpikir “menyimpang”, hawanya malah terasa panas. #hehehe

 


Suasana TPA di Al-Hasan.

Beberapa orang sempat bilang kepadaku bahwa itu tandanya setan (diriku #hehehe) sedang terbakar. Tetapi aku cukup hebat juga bisa menahan hawa panas itu selama kurang lebih 2 bulan KKN. Aku teringat perkataan Winky yang meragukanku bisa bertahan hidup di tengah-tengah “kondisi” seperti itu selama kurang lebih 2 bulan. Pada akhirnya aku masih selamat, sehat, sentosa, tidak kurang satu apa pun termasuk di antaranya prilaku dan pikiranku yang “menyimpang”, hehehe. #hehehe

 

Mayoritas anggota Unit 80 adalah muslim-muslimah yang taat beragama, di antaranya adalah Gunawan, Catur, Irsyad, Reza, Rezki, Angga, Teguh, Hasan, Tika, Prima, Hamidah, Ayu, Rifie dan Monna. Mereka ini seringkali disebut sebagai “Ikhwan” dan “Akhwat”. Tetapi kelakuan mereka juga tidak 100% saleh kok. Mereka masih manusia biasa yang berbuat banyak salah walaupun ber-titel “taat beragama”.

 

Sikap dan perilaku “Ikhwan” dan “Akhwat” ini kadang “kelewat” islami, tetapi mungkin juga sedang menjadi “tren” di masa-masa ini. Seperti mereka menggunakan istilah “antum” sebagai pengganti “kamu”, dan “ane” atau “ana” sebagai pengganti “aku”. Untuk “melawan” hal ini, aku membiasakan diri untuk berbahasa Jawa ataupun memanggil anggota Unit 80 (terutama yang wanita) dengan awalan “Mas” atau “Mbak”. Mari kita sandingkan “islam” bersama “tradisi, adat, dan budaya”.

 

Di minggu-minggu awal penerjunan, Ayu sering sekali memutar lagu-lagu islami di komputernya dan sekaligus mendendangkannya. Aku sempat berpikir apakah kuping Mas Ferry yang bergama Katolik terbiasa dengan hal ini? Walau begitu, Mas Ferry tidak pernah terlihat tidak suka ataupun mengeluh.

 


Suasana TPA di Al-Mubarok.

Hampir setiap hari, semua subunit membantu pembelajaran di Taman Pengajian Al-Qur’an (TPA). Kegiatan TPA sendiri dilangsungkan di mushalla atau masjid di masing-masing RW. Untuk RW V ada Masjid Al-Hasan, RW VI di Mushalla Al-Mubarok, dan RW XI di Masjid Waqaf Al-Aini.

 

Untuk kegiatan ini aku tidak pernah mau untuk ikut serta. Alasanku untuk tidak berpartisipasi terpengaruh pengalaman di masa lampau, di mana aku habis-habisan diceramahi perbedaan yang mencolok antara muslim dan non-muslim, yang notabene “kafir itu salah dan kafir tidak boleh ada”. Menyadari adanya “kesalahan” tersebut, aku mulai menyusupi pikiranku dengan konsep “keberagaman”.

 

Tetapi mungkin yang membuatku bisa beradaptasi dengan mereka adalah adanya sifat-sifat “jelek” yang mereka miliki. Yah..., mereka juga manusia jadi masih punya sifat jelek kan? Hal itu sering menyadarkanku bahwa tidak ada orang yang benar-benar baik dan tidak ada orang yang benar-benar jahat. Setidaknya mereka masih menyiarkan kebenaran, walau seringnya mereka lupa menyiarkan ke diri mereka sendiri.

NIMBRUNG DI SINI