HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Asar di Girikarto

Senin, 10 Agustus 2020, 12:18 WIB

Sudah sekian jam lamanya kami bersepeda motor dari Kota Jogja menuju Gunungkidul. Berhenti di sana. Istirahat di sini. Nggak terasa, matahari kian mendekat ke ufuk barat. Tahu-tahu, sudah pukul empat. Belum tiba di tujuan. Belum menunaikan salat Asar pula. #hehehe

 

Sang istri jelas tidak nyaman. Apalagi kalau harus berhadapan dengan kebiasaan sang suami yang sering menunda-nunda salat. #hehehe

 

Ya, mau bagaimana lagi? Mbuh kenapa semakin masuk ke pemukiman, masjid atau musala di pinggir-pinggir jalan jadi jarang dijumpai. Mungkin ya harus agak masuk lagi ke gang-gang kampung. Mungkin pula harus tanya-tanya warga setempat.

 

Tapi, Alhamdulillah, kami akhirnya berjumpa dengan suatu masjid di Dusun Dawung yang masuk wilayah Desa Girikarto, Kecamatan Panggang. Namanya Masjid Mu’adz Bin Jabbal. Dari luar, penampilan bangunannya nggak terkesan suwung. Pintu masuk ke ruang salat pun tidak dikunci. 

 

 

Jadi, kami memutuskan menunaikan salat Asar di Masjid Mu’adz Bin Jabbal. Perjalanan ke Pantai Kesirat masih jauh walaupun nggak sejauh ketika berangkat dari Kota Jogja tadi.

 

Sang istri duluan yang berwudu. Katanya, sekalian menumpang buang air. Sementara itu, sang suami masih duduk-duduk menikmati sejuknya angin sore di serambi masjid. Lagi-lagi menunda-nunda. Walaupun alasannya masih ingin melemaskan bokong yang pegal. #hehehe

 

Sembari menunggu sang istri menunjukkan batang hidungnya kembali, dicacahlah jumlah sepeda motor yang dari tadi hilir mudik di depan masjid. Sepertinya, Sabtu sore (28/4/2018) ini, Pantai Kesirat bakal padat manusia. Selain Pantai Kesirat, searah ke sana juga ada Pantai Wohkudu sih.

 

Setelah sang istri selesai berwudu, kini giliran sang suami berwudu tanpa bermacam alasan lagi. Sejuknya air wudu yang membasahi kulit seakan mengangkat kemalasan yang sedari tadi membuat tubuh enggan bergerak. 

 

Akan tetapi, kesejukan air wudu itu seakan menguap begitu saja ketika membaca tulisan tangan yang tertera di tembok. Buru-buru tangan merogoh lembaran uang di dompet untuk kemudian memasukkannya ke kotak amal. Serasa tidak pantas untuk menikmati “kenikmatan” ini. Lebay, tapi jadi membuat berpikir seribu kali setelah mengucapkan kata Alhamdulillah.

 

 

Kurang dari lima menit kemudian, salat Asar berjamaah pun selesai. Sembari merapikan kembali barang-barang bawaan, mata menyusuri sudut-sudut ruangan salat. Secarik kertas yang tertempel di tembok menyita perhatian. Bersyukur untuk suatu hal yang terkesan sederhana. Sedikit membuat malu bahwa apa-apa yang disyukuri itu entah mengapa identik dengan sesuatu yang bernominal.

 

Singkat cerita, perjalanan menuju ke Pantai Kesirat berlanjut kembali. Diiringi sekelebat pemikiran tentang bagaimana caranya bersyukur.

NIMBRUNG DI SINI