HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Masuk Markas Kodim 0734/Yogyakarta Demi Jadi Calon Guru?

Kamis, 4 Juni 2020, 17:31 WIB

“Sebisa mungkin jangan berurusan dengan aparat.”

 

Aparat kepolisian kah.
Aparat militer kah.

 

Itu prinsip yang dipegang. Lebih karena mereka tidak se-santai orang-orang pada umumnya.

 

Tentu juga ditambah mereka lebih jeli jika bersangkutan dengan hukum. #hehehe

 

 

Sehingga, jika sesekali kesempatan langka itu hadir, kewaspadaan diri meningkat berkali lipat. Rileks berganti sepaneng.

 

Serasa ikut pelatihan baris-berbaris. Ojo nganti ono salah. Jangan sampai berbuat sesuatu yang mengundang perhatian mereka. Mengundang seruan mereka maksudnya. #hehehe

 

 

Satu meter. Setengah meter. Hingga akhirnya hanya selangkah. Perjalanan menyusuri trotoar di barat Jl. Pangeran Mangkubumi (dahulu Jl. A.M. Sangaji) akhirnya berujung di muka gerbang markas Kodim 0734/Yogyakarta.

 

Kaki mendadak tertahan. Ragu seketika muncul. Benarkah ini? Boleh memasuki kawasan off limits tanpa mengurus izin berlapis dan tanpa screening?

 

Tapi, yang lain sudah terlebih dahulu menjejak halaman depan markas Kodim. Dengan demikian, ada baiknya mengikuti jejak mereka tanpa mengundang kecurigaan personil Kodim yang berjaga di pos.

 

 

“Jangan tatap mata mereka. Jika pun terpaksa, sekejap saja.”

 

Anggukan kecil dibalas anggukan kecil. Bapak-bapak berseragam loreng mengawasi. Ada rasa tidak nyaman. Tapi, ini kan memang wilayahnya mereka. Kami semua hanya tamu.

 

DLSR jelas masuk tas sedari tadi. Hanya kamera smartphone yang beraksi. Mau memotret pun agak ragu. 

 

Yah... mungkin jika bukan karena acara Kelas Heritage-nya Malam Museum, seumur hidup aku nggak akan pernah mengamati bangunan tua peninggalan Belanda ini dari dekat. #senyum

 

 

Seandainya bangunan militer ini masih difungsikan sebagai sekolah, mungkin nggak akan semenengangkan ini. Lebih tepatnya, sekolah persiapan bagi murid-murid yang hendak menjadi guru.

 

Dalam peta tahun 1925 di bawah, bangunan Kodim 0734/Yogyakarta ini disebut dengan nama Voorbereidende Afdeeling voor de Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzen yang artinya adalah Departemen Persiapan bagi Sekolah Kejuruan Pengajar Pribumi. Bangunan ini merupakan satu dari 5 sekolah Belanda yang berada di kawasan perempatan Jetis.

 

Di seberang jalan, sekitar 200 meter di sebelah selatan bangunan Kodim 0734/Yogyakarta, berdiri Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzen atau Sekolah Kejuruan bagi Pengajar Pribumi. Sekolah ini sekarang dikenal sebagai SMA Negeri 11 Yogyakarta.

 


Peta kawasan perempatan Jetis di Yogyakarta pada tahun 1925.
Sumber: Dutch Colonial Maps - Leiden University

 

Mantap betul. Sekolah guru saja ada dua. 

 

Mungkin karena murid-muridnya kelak menjadi guru pribumi, sehingga Pemerintah Belanda butuh “usaha” lebih untuk mendidik mereka. Kita menyinggung masa tahun 1900-an awal, yang mana masih sangat sedikit sekali warga pribumi yang familier dengan pendidikan modern (ala barat).

 

Seperti yang sudah disinggung pada tulisan-tulisan sebelumnya, sejak diberlakukannya politik etis, akses pendidikan modern terbuka bagi warga pribumi. Sekolah-sekolah didirikan di setiap kabupaten. Otomatis, kebutuhan tenaga pendidik pun meningkat... tajam.

 

Jadi, dibutuhkan banyak warga pribumi yang bisa mendidik. Mendidik warga pribumi yang masih memegang teguh budaya, tradisi, dan bahasa daerahnya adalah sesuatu yang...  menantang.

 

 

Siapa mengajar siapa adalah pertanyaan berikutnya. Lagi-lagi, bersinggungan dengan strata sosial masyarakat pada waktu itu. Sekolah bagi warga pribumi terbagi menjadi dua “kelas”:

 

 

Bahkan hingga sekarang sekolah-sekolah ber-”kelas” macam itu masih eksis toh?

 


Suasana belajar di kelas Normaalschool di Probolinggo. (Tahun foto tidak diketahui)
Sumber: NMVW-collectie

 

Dari sekolah ber-”kelas” di atas, sekolah bagi guru pribumi pun juga ber-”kelas”:

 

  1. Normaalcursus
    Hanya kursus sore selama 2 tahun. Pengantarnya bahasa daerah. Lulusannya boleh mengajar hingga kelas 4 setingkat SD “kelas” dua. 

  2. Normaalschool
    Lama belajarnya 4 tahun dengan pengantar bahasa daerah. Muridnya lulusan sekolah “kelas” dua. Lulusannya boleh mengajar semua kelas setingkat SD “kelas” dua.

  3. (Normaal) Kweekschool
    Hanya menerima murid lulusan HIS. Lama belajarnya 4 tahun dengan pengantar bahasa Belanda. Lulusannya boleh mengajar semua kelas setingkat SD “kelas” dua. 

  4. Hogere Kweekschool
    Hanya menerima murid lulusan (Normaal) Kweekschool dan MULO. Lama belajarnya 3 tahun dengan pengantar bahasa Belanda. Lulusannya boleh mengajar di HIS.

  5. Hollandsche Indische Kweekschool
    Menerima murid lulusan HIS dan MULO. Lama belajarnya 3 – 6 tahun dengan pengantar bahasa Belanda. Lulusannya boleh mengajar di HIS.
     

HIS...
Hollandsche Indische School adalah sekolah setingkat SD “kelas” satu. Murid-muridnya pribumi elite. Bahasa pengantarnya bahasa Belanda.

 

MULO...
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs adalah sekolah setingkat SMP. Murid-muridnya campur aduk: Belanda, pribumi, Cina, dll. Guru-gurunya orang Belanda dan jelas bahasa pengantarnya bahasa Belanda.

 

Dengan demikian, bangunan Kodim 0734/Yogyakarta ini bisa jadi dihuni oleh murid-murid lulusan HIS. Tapi, mungkin saja bukan hanya remaja-remaja muda yang baru lulus, melainkan juga remaja-remaja tua yang sudah lulus bertahun-tahun lalu. #senyum.lebar

 

Oh ya. Dari foto lawas di bawah ini, sekitar tahun 1943 bangunan Kodim 0734/Yogyakarta berganti fungsi menjadi sekolah calon guru Kristen yang bernama Pamoelangan Tjalon Goeroe Kristen Keucheniusschool. Nama Keuchenius apakah sama seperti Kanisius?

 

Akan tetapi, pada peta Yogyakarta tahun 1945, bangunan Kodim 0734/Yogyakarta masih tetap bernama Voorbereidende Afdeeling voor de Kweekschool. Tidak tersisip kata Kristen di sana. Mungkin karena fungsinya masih sama sebagai sekolah persiapan calon guru. 

 


Murid-murid Pamoelangan Tjalon Goeroe Kristen Keucheniusschool hendak berwisata ke Borobudur.
Sumber: NMVW-collectie

 

Mbuh lah. Data-data sejarah tentang bangunan Kodim 0734/Yogyakarta ini kurang lengkap. Termasuk, pada tahun berapa dibangunnya.

 

Apakah bangunan ini ada sebelum bangunan SMA Negeri 11 ada?
Ataukah sebaliknya?
Ataukah dibangun bersamaan? 

 

Yang jelas, pada peta Yogyakarta tahun 1920, bangunan Kodim 0734/Yogyakarta dan SMA Negeri 11 sudah ada. Sedangkan bangunan sekolah lain di kawasan perempatan Jetis seperti SMK Negeri 2 Yogyakarta, SMP Negeri 6 Yogyakarta, dan SD Negeri Jetis belum ada.

 


Peta kawasan perempatan Jetis di Yogyakarta pada tahun 1945.
Sumber: Dutch Colonial Maps - Leiden University

 

Bangunan Kodim 0734/Yogyakarta dibangun dengan gaya bangunan Indis Art Deco yang lebih mengutamakan fungsi praktis daripada dekorasi. Ciri khas bangunan Indis Art Deco adalah denah bangunan yang simetris. Selain itu, pintu, jendela, dan lubang ventilasi pada bangunan ini berjumlah banyak agar udara di dalam bangunan lebih sejuk.

 

Akan tetapi, bangunan Kodim 0734/Yogyakarta memiliki beberapa “keanehan” jika melihat fungsi awalnya sebagai bangunan sekolah. 

 

 

Pertama, di teras depan bangunan terdapat porch. Fungsi porch adalah sebagai tempat berlindung dari terik matahari atau guyuran hujan ketika hendak naik atau turun dari kendaraan. 

 

Keberadaan porch pada bangunan Kodim 0734/Yogyakarta ini cukup janggal jika melihat fungsinya sebagai bangunan sekolah. Sekolah-sekolah peninggalan Belanda lain yang berada di sekitar Kodim 0734/Yogyakarta tidak dilengkapi porch.

 


Bangunan Kodim 0734/Yogyakarta saat masih dipakai sebagai sekolah persiapan calon guru. (Tahun foto tidak diketahui)
Sumber: NMVW-collectie

 

Pada foto lawas tanpa tahun di atas, terlihat bahwa bentuk porch ini masih sederhana. Hanya disangga oleh empat kolom di sisi barat dan berwujud kanopi. Tidak diketahui kapan porch ini diubah bentuknya menjadi seperti sekarang.  

 

Kedua, lantai bangunan Kodim 0734/Yogyakarta ini dilapisi tegel bermotif. Hal ini cukup janggal jika melihat fungsinya sebagai bangunan sekolah. Umumnya, tegel bermotif digunakan pada bangunan privat yang menonjolkan derajat sosial pemiliknya. 

 

Jika mengamati lantai sekolah peninggalan Belanda lain yang berada di sekitar Kodim 0734/Yogyakarta, mungkin dahulu lantai bangunan Kodim 0734/Yogyakarta ini dilapisi tegel polos. Mungkin renovasi lantai ini bersamaan dengan renovasi porch.

 

 

Sayang sekali pada Minggu siang (8/3/2020) itu kami hanya bisa mengamati bangunan Kodim 0734/Yogyakarta dari luar. Sebetulnya ya penasaran, seperti apa gerangan isinya.

 

Tapi ya harus disyukuri sih. Setidaknya masih bisa mengamati bangunan cagar budaya ini dari dekat. Masih mending daripada hanya menikmati dari jalan raya seperti aroma udara buangan Hotel Tentrem yang menyegrak hidung itu. #eh #senyum.lebar

 

 

Karena berada di bawah pengawasan Kodim 0734/Yogyakarta, semoga saja bangunan ini senantiasa terawat dan sedap dipandang dari Jl. Pangeran Mangkubumi.

NIMBRUNG DI SINI