Jejeran tempat makan di sepanjang Jl. Glagahsari sudah dipilah-pilah sepulang menjemput paket di kantor cabang TIKI Veteran. Namun, rupanya sang istri terlucyu sudah menentukan pilihan. Tak lain dan tak bukan adalah mie ayam di depan Jogjatronik.
Oleh sebab itu, malam lalu sepeda motor digas menyusuri Jl. Menteri Supeno. Lalu berbelok ke utara menuju Jl. Brigjen Katamso yang dahulu dikenal dengan nama Jl. Gondomanan. Mendekati Jogjatronik, sepeda motor melambat, mencari-cari keberadaan warung mie ayam kaki lima di sisi barat jalan.
Oh, rupanya lokasi warung bukan di seberang Jogjatronik, melainkan sedikit di utaranya Semar Nusantara. Persis di trotoar depan Sumber Baru Motor. Tepat di seberangnya Warung Buto spesialis masakan B2. #eh
Walaupun lokasinya ramai, tak tampak adanya juru parkir. Lumayan, Rp2.000 di dompet bisa untuk jimpitan. #senyum.lebar
Pemilihan menu santap dapat segera ditentukan dengan menyimak spanduk warung Yamie Ayam Jakarta. Adanya nasi goreng dan magelangan sedikit membuat janggal kumpulan menu yang didominasi mie. Tulisan halal di spanduk seperti meyakinkan bahwa warung ini tak berafiliasi dengan aliran warung di seberang jalan. #hehehe
Akhirnya, terpilihlah menu yamie ayam pangsit sebagai santapan pada malam awal Desember 2019. Sementara itu, sang istri memilih menu yamie goreng. Santapan tak berkuah ini senantiasa ditanyakan pedas atau tidaknya.
Baru beberapa belas menit lagi jarum jam menunjukkan pukul delapan malam. Namun, pesantap di dalam warung berkapasitas 20-an orang itu tak membeludak.
Akan tetapi, lain halnya dengan antrean pelanggan yang memesan untuk dibawa pulang. Hmmm… sepertinya ini bakal menjadi malam yang lama dengan perut yang sudah keroncongan.
Sembari menanti hidangan tersaji, mata tak luput mengamati bapak juru masak yang berselang-seling pindah dari wajan ke kuali. Karena merebus mie dan memasak nasi goreng dikerjakan oleh satu bapak yang sama, kegiatan yang semestinya bisa berlangsung paralel ini terasa kurang efektif.
Bosan menonton bapak juru masak serta bermain telepon pintar, daftar menu berlaminating menjadi bacaan. Netra agak memicing tatkala membacanya.
Yamie Ayam | Rp13.000 |
Yamie Ayam Bakso | Rp14.000 |
Yamie Ayam Pangsit | Rp14.000 |
Yamie Ayam Komplit | Rp15.000 |
Bakso Kuah | Rp11.000 |
Bakso Pangsit | Rp14.000 |
Yamie Goreng | Rp17.000 |
Nasi Goreng | Rp17.000 |
Magelangan | Rp17.000 |
Nasi Putih | Rp3.000 |
Teh Manis Panas/Dingin | Rp2.000 |
Teh Tawar Panas/Dingin | Rp1.000 |
Jeruk Panas/Dingin | Rp3.000 |
Tape Panas/Dingin | Rp3.000 |
Jikalau membandingkan harga-harga santapan di atas (terutama nasi goreng dan magelangan) dengan yang dijajakan di kawasan Pogung dan sekitarnya, besaran nominal yang sedemikian itu pastilah menjadi pertimbangan. Akan tetapi, apabila melirik nasi goreng pesanan mas meja sebelah yang rawan tumpah ketika disendok... sepertinya di warung ini berlaku pakem ada harga ada porsi. #hehehe
Betul saja, ketika dua puluh dua menit penantian telah terlewati, sepiring yamie goreng dan semangkuk yamie ayam yang hadir di meja seketika membangkitkan perasaan ragu apakah pesanan ini bisa disantap tak bersisa.
Ini sepertinya akan menjadi misi yang sulit....
Pangsit rebusnya pun mengundang decak kagum. Walaupun hanya bercacah dua dalam mangkuk pink mungil, ini adalah pangsit rebus terbesar yang pernah aku santap! Pangsit rebus Bakmi GM pun kalah! Sayang, citarasa isian pangsitnya belum sebanding dengan pangsit Mie Ayam Lik Tono di Manding, Bantul.
Akan tetapi, perdebatan pangsit ini seakan tak berarti apa-apa tatkala para pangsit berkolaborasi dengan semangkuk yamie yang dianugerahi limpahan potongan ayam dan sawi hijau. Kebingungan yang membuat diri terasa bodoh pun bermunculan,
“Ini mie dimakan dari mananya dulu?”
“Ini gimana caranya ngaduk mie biar nggak tumpah?”
“Pangsitnya enaknya dicampur jadi satu atau dimakan terpisah?”
Perasaan ini membangkitkan kenangan ketika menyantap mie ayam Afui. Bedanya, di Yamie Ayam Jakarta porsi default-nya sudah jumbo. Santapan yang cocok bagi mereka yang seharian tidak makan. Nilai totalnya 8 dari 10 lah. #senyum.lebar
Eh, padahal kan hari ini aku sudah tiga kali makan. Ini makan yang keempat berarti. #hehehe
Alhasil, perjalanan pulang empat kilometer pun terpaksa berkawan dengan perut penuh mie. Belum lagi ketambahan menyantap yamie goreng pesanan istri yang tak sanggup ia habiskan.
Hmmm, jadi ini toh penyebab laki-laki umumnya jadi gemuk setelah menikah. #hehehe
yang sejenis saya kok jadi penasaran
lokasine mi ayam lik tono...lha cerak
seko ngomah kok nganti ora
ngerti..infonya yaa mas !
Eh suami, kamu kok bisa-bisanya menghabiskan segitu banyak setelah 3 kali makan dalam
sehari? sungguh tidak masuk di akal aku.