HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Hadiah dari Istana Kematian Gunung Kelir

Senin, 15 Juli 2019, 08:06 WIB

Dari

 

 

aku menyimpulkan bahwa sang istri terlucyu sedang mupeng. #muka.pengen #senyum.lebar

 

Sang istri mupeng dengan makhluk hidup yang tumbuh di salah satu batang pohon Makam Gunung Kelir.

 

Apalagi kalau bukan anggrek. #hehehe

 

 

Aku amati, seorang Dwi Susanti sangat ingin sekali membawa pulang anggrek liar yang merambat di pohon kamboja tua itu. Tapi, dia takut ada “apa-apa” karena mengambil sesuatu dari kuburan #hehehe.

 

Apalagi, konon Makam Gunung Kelir alias Antaka Pura termasuk jajaran kuburan angker di Yogyakarta. #weh #hehehe

 

 

“Di Karma, orang yang ngambil tanah dari kuburan saja kenapa-kenapa. Ini ngambil anggrek....,” kata sang istri ragu-ragu.

 

Beh! Sepertinya sang istri juga sudah kemakan tayangan mistis populer di ANTV yang dipandu Roy Kiyoshi dan Robby Purba itu. #hehehe

 

 

“Mau mbak? Saya ambilkan ya?” tawar Pak Jito sang juru pelihara makam Gunung Kelir yang sedari tadi menemani kami.

 

“Eh? Nggak usah Pak! Nanti malah ada apa-apa!” kata sang istri mencegah.

 

“Nggak apa-apa Mbak! Nanti daripada jadi hama di pohon kamboja,” kata Pak Jito sambil berlalu mengambil batang bambu di samping pendopo beratap seng dekat gerbang.

 

Heee... padahal anggreknya itu nggak diambil pun sebetulnya ya nggak apa-apa. Anggrek kan bukan hama. Dia cuma menumpang tempat hidup di batang pohon. Epifit kalau istilah biologinya.

 

 

Pak Jito rupanya sungguh-sungguh amat niat sekali memenuhi keinginannya istrinya aku itu. Melihat hal yang demikian, Dwi dengan masih ragu-ragu bertanya ke aku apakah anggreknya diambil saja atau tidak.

 

“Ya ambil saja nggak apa-apa,” jawabku enteng, “kan ada Mbah Gundul, hehehe.” #hehehe

 

Pikirku, seumpama nanti anggrek ini “mengundang sesuatu” dari Makam Gunung Kelir, kan urut-urutan orang yang bakal “dihampiri” adalah

 

  1. Pak Jito sebagai pelaku utama pengambil anggrek dari pohon #hehehe,
  2. Mbah Gundul sebagai orang yang sejak dulu “dipercaya” sebagai penjinak hal gaib #hehehe
  3. Sang istri sebagai orang yang berhasrat membawa pulang anggrek liar, lalu baru
  4. Aku sebagai orang yang menikmati perbuatan ora kalap itu plus... tanpa sengaja menginjak batu nisan ketika sedang memotret-motret. #kualat #hehehe

     

 

 

“Pak, sudah Pak!” kata Dwi menyeru Pak Jito yang berancang-ancang memanjat batang pohon kamboja berusia ratusan tahun itu.

 

Weeeh!

 

Nggak cukup dengan menjatuhkan tanaman anggrek memakai batang bambu, Pak Jito lanjut memanjat pohon kamboja untuk mengambil anggrek-anggrek yang merambat di sana! 

 

Singkat detik, dari hasil jernih payah Pak Jito didapatlah “panenan” tiga tanaman anggrek. Dua kami bawa pulang. Satunya lagi diberikan ke Mbah Gundul.

 

Itu karena semisal nanti “ada” yang datang dari Makam Gunung Kelir, semoga Mbah Gundul dulu yang dihampiri. #senyum.lebar

 

 

Kunjungan aku, Dwi, dan Mbah Gundul ke Makam Gunung Kelir di Pleret adalah buah dari agenda bersepeda menyambangi tempat angker pada Sabtu pagi (24/3/2018) yang lalu.

 

Awalnya sih mau bersepeda ke Rumah Kanthil di Kotagede. Tapi, berhubung sepertinya rumah yang katanya angker itu sudah direnovasi jadilah ganti rute bersepeda ke Makam Gunung Kelir. 

 

Kunjungan ke Makam Gunung Kelir kali ini adalah kunjunganku yang ketiga setelah terakhir kali melewatkan malam Jumat Kliwon di sini pada tahun 2011. Waow! Kunjungan setelah 7 tahun berlalu ini!

 

Alhamdulillah suasana di Makam Gunung Kelir masih sama setelah 7 tahun berlalu #senyum. Jalan setapak mendaki bukit ke area makam masih berupa batu-batu alami. Nggak ada pula ornamen-ornamen kekinian yang sekarang marak buat berfoto-foto. #hehehe

 

Ada juga sih yang berbeda, semisal batang pohon di dekat makam Ki Dalang Panjang Mas yang ambruk menimpa tembok karena dipanjat pengunjung. Gerbang masuk ke makam sekarang juga sudah diamankan oleh pagar besi yang merupakan pemberian seorang peziarah.

 

 

Pak juru pelihara makam Gunung Kelir bernama Pak Jito yang sudah kenal akrab dengan Mbah Gundul. Pas kami ke sana beliau sedang bersih-bersih area makam. Hmmm, sepertinya dulu juru pelihara makam Gunung Kelir namanya Pak Slamet deh.

 

Bersama Pak Jito kami juga menyambangi situs mata air bernama Sendang Moyo yang lokasinya nggak begitu jauh dari makam. Dibandingkan pada saat kunjunganku yang pertama, sekarang kondisi Sendang Moyo sudah bersih dari tanaman liar.

 

Oh iya, sepanjang berkeliling di area Makam Gunung Kelir dan sekitarnya kami nggak mencopot alas kaki karena nggak ada larangan dari Pak Jito. Kan ya ada itu golongan orang yang melepas alas kaki sewaktu masuk pemakaman.

 

 

Ada banyak versi cerita yang berkaitan dengan sejarah Makam Gunung Kelir. Tapi, apa pun versi ceritanya, yang jelas Gunung Kelir itu ya kuburan. #hehehe 

 

Konon, pemakaman ini sudah ada sejak Kesultanan Mataram Islam dipimpin oleh Amangkurat I, sekitar tahun 1665 Masehi. Cerita yang populer dari Makam Gunung Kelir ini adalah tragedi yang menimpa dalang wayang bernama Ki Panjang Mas dan istrinya, Ratu Mas Malang

 

Konon, Amangkurat I ingin memperistri Ratu Mas Malang. Oleh sebab itu, Amangkurat I pun menghabisi Ki Panjang Mas. Akan tetapi, Ratu Mas Malang tetap mencintai Ki Panjang Mas dan memilih untuk mengakhiri hidupnya daripada diperistri Amangkurat I. Terenyuh, Amangkurat I memakamkan pasangan suami-istri itu di tempat ini.

 

 

Balik ke kisah anggrek liar Makam Gunung Kelir yang kami bawa pulang. Ternyata, setelah anggreknya dipelihara di rumah, yaaa… aman-aman saja tuh alias nggak muncul kejadian-kejadian mistis. #senyum.lebar

 

Beberapa bulan setelah dari sini, Mbah Gundul memberikan anggreknya ke aku karena dirinya kurang telaten mengurus. Jadilah, kini di rumah tumbuh tiga anggrek kuburan.

 

 

Akhirnya, setelah rajin disemprot dengan pupuk HANTU #tidak.angker, sekitar akhir November 2018 salah satu anggrek itu ada yang berbunga! Bunganya berwarna putih keunguan. Ukuran bunganya kecil. #senyum.lebar

 

Dalam kamusnya pehobi anggrek, anggrek ini tergolong anggrek spesies. Genusnya Aerides. Nama ilmiah lengkapnya Aerides odorata. Anggrek ini hidup merambat di batang pohon keras di bawah naungan sinar matahari teduh.

 

 

Alhasil, sekarang bertambah lagi daya tarik mengunjungi kuburan.

 

Berburu anggrek liar! #hehehe

 

Tapi ya jangan terus-terusan diburu! Nanti populasinya lenyap dari alam bebas. #hehehe

NIMBRUNG DI SINI