Di seberang Kantor Kecamatan Samigaluh berdiri monumen unik yang mengundang tanda tanya. Sepintas, bentuk monumen ini mirip seperti bom nuklir Fat Man yang meluluhlantakkan Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1949.
Heee... jadi dulu Samigaluh juga pernah kejatuhan bom nuklir kah?
Ya nggak lah! Seumur-umur Samigaluh nggak pernah kejatuhan bom atom! #hehehe
Tapi, dahulu kala di Samigaluh pernah terjadi peristiwa yang berhubungan dengan bom. Persisnya pada masa Agresi Militer Belanda II.
Sekilas Agresi Militer Belanda II
Jadi ceritanya, pada 17 Agustus 1945 kan bangsa kita memproklamirkan kemerdekaan. Tapi sayangnya, Belanda nggak mengakui kemerdekaan itu.
“Lha ini ngapain kalian koar-koar sudah merdeka? Ente masih masuk wilayah koloni ane oi!”
“Ya tolong dimaklumi lah. Pas Perang Dunia II wilayah kalian memang nggak kami urus. Lha, gimana mau ngurus? Wong pas waktu itu negara kami sedang repot-repot perang melawan Nazi Jerman! Jadi ya, wajar toh kalau kemudian Jepang ganti menduduki negara kalian.”
“Nah, sekarang kan Perang Dunia II sudah selesai. Ya, balik lagi dong kalian jadi koloni kami. Tapi, kok setelah kami tinggal pergi sebentar kalian malah memproklamirkan kemerdekaan!? Ngawur ente! Ente itu masih Dutch East Indies! Hindia Belanda!”
Kira-kira, mungkin begitu ungkapan hati Belanda ketika tahu Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. #hehehe
Alhasil, Indonesia dengan Belanda berseteru lagi deh. Tembak-tembakan lagi deh. Perang-perangan lagi deh.
Setelah sekian lama perang-perangan, pada 17 Januari 1948 Indonesia dan Belanda menyepakati Persetujuan Renville. Isi dari Persetujuan Renville ini sebetulnya lumayan merugikan Indonesia. Tapi ya mau bagaimana lagi daripada setiap hari harus perang sama Belanda? Kasihan kan rakyat nggak bisa hidup tenang.
Eh, nggak tahunya pada Desember 1948, Belanda menyatakan nggak lagi tunduk pada Persetujuan Renville! #doh
Sebab musabab keputusan Belanda itu masih kurang jelas dan simpang siur. Tapi, karena itulah Belanda lalu menyerbu ibukota Indonesia yang pada waktu itu bertempat di Yogyakarta. Peristiwa penyerbuan Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II atau clash II.
Weh, panjang juga ya cerita pendahuluannya... #hehehe
Serangan Agresi Militer Belanda II
Jadi, semenjak Agresi Militer Belanda ke-2 (Desember 1948) sampai disepakatinya Perjanjian Roem-Roijen (Mei 1949), Indonesia dan Belanda perang-perangan lagi. Salah satu peristiwa bersejarah yang cukup terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 ketika pihak TNI berhasil menguasai Kota Jogja selama 6 jam.
Nah, salah satu basis perlawanan rakyat Jogja terhadap Belanda berada di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo. Lokasi Samigaluh yang terletak di Perbukitan Menoreh dan dikelilingi hutan lebat sangat ideal sebagai markas para pejuang.
Pada awal Maret 1949, sejumlah anggota Detasemen Polisi Pamong Projo (DP3) Samigaluh ingin ikut berjuang melawan Belanda. Tapi, mereka masih buta perihal tata cara berperang yang baik dan benar #eh. Jadi, mereka bermaksud menimba ilmu dahulu dari para pejuang berpengalaman yang bermukim di Samigaluh.
Rencananya, “kuliah” perang ini bakal berlangsung pada 7 – 9 Maret 1949. Tempatnya di rumah R. Ngabehi Somohamijoyo, salah seorang anggota DP3 Samigaluh.
Eeeh… ndilalah belum ada sehari belajar, mereka ditimpa kemalangan. Sekitar pukul 3 sore lewatlah pesawat-pesawat Belanda di langit Samigaluh. Rentetan tembakan senapan otomatis plus hujanan bom membuat pelosok desa yang sepi itu menjadi chaos.
Alhasil, hancurlah sudah itu rumah R. Ngabehi Somohamijoyo. Para pejuang pun kocar-kacir. Mereka nggak melakukan perlawanan balik karena nggak punya senjata.
Beruntunglah kurang dari satu jam kemudian hujan turun. Pesawat-pesawat Belanda berhenti menyerang dan meninggalkan wilayah Samigaluh.
Serangan udara Belanda di Samigaluh pada sore hari itu merenggut banyak nyawa. Selain warga sipil, serangan itu turut menewaskan 7 orang anggota DP3 Samigaluh.
Nah, untuk memberikan penghargaan sekaligus mengenang peristiwa duka ini, didirikanlah monumen di seberang Kantor Kecamatan Samigaluh. Lokasi tempat monumen berdiri mungkin adalah bekas rumah R. Ngabehi Somohamijoyo yang hancur.
Sumber:
https://kulonprogonews.wordpress.com/2010/11/10/tujuh-pahlawan-samigaluh-tujuh-maret-1949/
Itulah, sejarah monumen bom yang ada di seberang Kantor Kecamatan Samigaluh. Semoga kita nggak pernah perang lagi dan nggak perlu merasakan ngerinya dihujani bom dari pesawat. Semoga pula seluruh arwah korban penyerangan itu mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin.
Oh iya, satu lagi.
Yang namanya berjuang itu selalu ada resikonya, dan yang namanya resiko itu ya selalu nggak enak.
Wisata Tinalah, kira kira 5 km.
sebelah kanan atas kantor kecamatan, dulu
pendoponya untuk TK Pertiwi, sekarang
sudah ambruk.
mbah suto (berpapasan) di jalan yang sedan menaiki kudanya atau melihatnya sedang di
sawah,
salah satu pejuangnya namanya mbah suto,rumahnya di desa kebon harjo berjarak
kurang lebih 1,5 km dari rumah kelahiranku (gowok/mbendo keblek) ,beliau kakinya putus
dan sampai pada wafatnya selalu menaiki kuda jika bepergian.termasuk dalam keadaan
cacat beliau masih rajin ke sawah untuk mencangkul. selamat jalan mbah suto dan para
pejuang lainya....
korban jatuhnya bom tersebut.....
lain sebelum jaman penjajahan Belanda ?