Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Sabtu, 16 Februari 2019, 06:44 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Di halaman suatu warung, sembari memegangi botol air minum yang sedang di-jog oleh Mbah Gundul, iseng-iseng aku bertanya ke dirinya,

 

“Mbah, tadi Gandul yang dimaksud ibunya (warung) itu apa toh Mbah?”

 

Belum sempat Mbah Gundul menjawab, tiba-tiba ibu warung nimbrung menjawab pertanyaanku! Padahal ibu warung sedang berada di dalam warung yang berjarak agak jauh dari kami.

 

Beh! Tajam banget pendengaran ibu warung! Padahal tadi kan aku bicaranya setengah berbisik.

 

“Lha, tadi ngomongmu keras kok!” seru Mbah Gundul.

 

“Mosok? Kan tadi aku bisik-bisik Mbah!” aku membela diri.

 

Yang jelas, gandul yang dimaksud oleh ibu warung masih misterius. Itu karena ucapan beliau barusan nggak terdengar jelas di telingaku. Sedangkan penjelasan dari Mbah Gundul,

 

“Gandul itu yang ada di dalam celanamu!”

 

buatku sepertinya agak mesum dan jelas kurang meyakinkan.

 

 

Selain itu, berdasarkan penuturan ibu warung, rute menuju Candi Sari katanya tinggal mengikuti jalan desa. Katanya pula candinya masih jauh #duh!. Yang menarik, nggak jauh dari Candi Sari ada suatu belik (mata air).

 

Hmmm, bukannya candi itu umumnya selalu dekat dengan sumber air ya?

 

Benarlah kata ibu warung. Di jembatan terakhir sebelum tanjakan ke Candi Sari terdapat jalan setapak yang menyusuri pinggir suatu sungai kecil. Di ujung jalan setapak itu berdiri bilik-bilik yang sepertinya berfungsi sebagai penampung air.

 

Tanpa pikir panjang, aku dan Mbah Gundul menghampiri tempat itu.

 

suasana mata air gedangan cepogo

 

Banyaknya bangunan-bangunan di sekitar sana jelas memancing rasa penasaran. Dari sekian banyak bangunan itu ada satu yang paling besar. Lebih tepatnya paling luas. Selain dipagari dengan tembok semen, bagian atasnya dinaungi atap galvalum.

 

Trek-Lala aku parkirkan di dekat bangunan terluas itu. Kemudian melongoklah aku melihat apa gerangan di dalamnya.

 

tempat keramat mata air gedangan cepogo

 

Hmmm… kok nggak ada benda yang menarik ya?

 

Di dalam bangunan itu ada sebaran batu-batu yang diselingi rumput liar. Ada juga sisa batang pohon muda yang sepertinya baru saja ditebang. Di dekat batang pohon ada tampah sesaji.

 

Singkat kesimpulan, sepertinya yang berada di dalam bangunan ini adalah “sesuatu” yang dikeramatkan. Tapi... kok wagu ya? Soalnya nggak terlihat ada objek yang wangun untuk dikeramatkan.

 

sesaji mata air gedangan cepogo

 

Di salah satu bilik di seberang sungai aku melihat ada seorang simbah putri yang sedang mencuci pakaian. Didorong hausnya rasa penasaran, aku menghampiri simbah putri itu. Siapa tahu beliau tahu sesuatu. Kan dari usianya terlihat sudah “berpengalaman”.

 

Sayang, setelah ditanya-tanyai, rupanya simbah putri kurang paham dengan “sesuatu” yang  dikeramatkan di sana. Simbah putri juga sibuk dengan cuciannya. Mungkin dirinya terganggu dengan pertanyaanku.

 

Ah, ya sudahlah.

 

nenek mencuci baju mata air gedangan cepogo

 

Balik lagilah aku menyeberangi sungai, kembali ke bilik-bilik itu. Dari tadi hanya celingak-celinguk sana-sini tapi kok ya belum merasakan kesegaran mata airnya.

 

Seperti yang sudah aku singgung di atas, air dari mata air itu ditampung dan dialirkan ke bilik-bilik. Biasanya, bilik-bilik ini dipisah menjadi dua jenis, yaitu bilik pria dan bilik wanita.

 

Berhubung setelah diamat-amati nggak terlihat adanya pembeda yang jelas antara bilik pria dan bilik wanita, serta manusia yang ada di dekat bilik itu hanya aku, Mbah Gundul, dan simbah putri, jadilah aku menjajal masuk ke dalam salah satu bilik yang berada di dekat tempat Mbah Gundul beristirahat.

 

Hooo… menarik ini! Rupanya bilik ini berbeda-beda fungsinya. Ada bilik yang dilengkapi keran. Ada pula bilik yang memiliki bak penampung air. Mungkin menyesuaikan dengan aktivitas penggunanya. Apakah untuk mencuci pakaian, mandi, buang air, atau yang lain.

 

bilik mandi mata air gedangan cepogo

bak air mata air gedangan cepogo

pancuran mata air gedangan cepogo

 

Selesai melakukan ritual membasuh muka, tangan, dan kaki, aku menghampiri Mbah Gundul. Dirinya sedang merebahkan diri di luar bilik.

 

Hmmm, sepertinya Mbah Gundul kecapekan. Mungkin menurunnya kemampuan fisik seiring bertambahnya usia memang benar adanya.

 

pria tidur mata air gedangan cepogo

 

Jam hampir menunjukkan pukul 3 sore. Saatnya merampungkan misi PEKOK ke Candi Sari yang tinggal sedikit lagi.


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!