Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Selasa, 12 Juli 2016, 21:04 WIB

Rampung sama urusan penginapan, kini saatnya aku beralih ke agenda yang dari tadi sudah aku tunggu-tunggu.

 

Apalagi kalau bukan... NYARI MAKAN!

 

Bayangkan! Demi menyeberang dari Pulau Bintan ke Pulau Lingga, aku rela menahan lapar selama 5 jam lebih! Eh, padahal pas puasa Ramadhan nahan laparnya lebih dari 5 jam ya?

 

 

Aku nahan makan itu sebetulnya untuk jaga-jaga. Khawatirku, semisal aku makan, bisa-bisa aku muntah. Lha maklum, namanya juga anak sepeda darat. Baru sebentar diombang-ambing perasaan ombak Laut Natuna saja perut rasanya sudah mual.

 

Aneh ya? Menurut lirik lagu, nenek moyang dulu itu seorang pelaut. Tapi, kok cucu moyangnya mabuk laut begini?

 

Payah... payah....

 

 

Keliling Daik? Mau Naik Apa?

Jam menunjukkan pukul 5 sore lebih sekian menit ketika aku pada akhirnya bisa melangkahkan kaki ke luar penginapan di Kota Daik. Semilir angin sore yang berpadu dengan langit yang cerah adalah kombinasi yang pas sebagai teman jalan-jalan santai.

 

Tapi... beberapa saat kemudian aku malah jadi ragu-ragu plus bimbang.

 

Yakin ini mau jalan kaki di Daik?

Mau nyari makan di mana memang?

 

Sebabnya, suasana dan kondisi di Daik itu nggak seperti Kota Tanjungpinang. Meskipun menyandang status sebagai ibu kota Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau, dalam pandangan kedua bola mataku yang Alhamdulillah masih minus 2.0 ini #nggak.nyambung, suasana di Daik itu lebih mirip dengan suasana pedesaan di Jawa.

 

Yang pasti adalah fakta bahwa di Daik itu nggak ada angkutan umum!

 

Lha kan ya bikin repot buat pelancong macam aku ini?

 

Transportasi perahu perintis andalan warga yang bermukim di pelosok Lingga menuju kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Sungai yang menjadi urat nadi jalur transportasi warga yang menggunakan perahu dari pelosok Lingga menuju kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Sebetulnya sih, di Daik ya ada semacam angkutan umum, yaitu perahu! Tapi, naik perahu buat nyari makan kayaknya ya nggak banget deh. Apalagi kalau naik perahu kan aku nggak bisa muter-muter keliling Daik. Kalau untuk silaturahmi ke tempat warga yang bermukimnya di ujung sungai sebelah sana, ya bolehlah naik perahu.

 

Alhasil, seburuk-buruknya pilihanku muter-muter Daik untuk nyari makan adalah dengan berjalan kaki. Itu pun aku juga ragu-ragu. Apa masih ada ya yang jual makan di Daik sore-sore begini?

 

Yang benar saja kalau aku harus nahan lapar sampai pagi...

 

Suasana Sepi saat sore hari di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Di saat aku sedang dilanda kegalauan itu, ndilalah Gusti Allah SWT, lagi-lagi, berbaik hati memberi aku secercah harapan. Di luar bangunan penginapan, aku melihat suatu benda familier yang tersandar di tembok.

 

Tanpa pikir panjang, langsung aku putar balik masuk ke penginapan dan mencari si abang resepsionis. Dirinya aku dapati sedang merapikan salah satu kamar.

 

“Bang! Di bawah itu ada SEPEDA, boleh saya pinjam buat nyari makan?”

 

Si abang pun melongok dari jendela, mencari eksistensi sepeda yang aku maksudkan itu.

 

“Ya, pakai saja. Tapi (sepeda) itu sudah lama tidak dipakai. Tidak tahu apa masih bisa dipakai jalan atau tidak.”

 

“Oh ya, nanti saya cek, makasih Bang!”

 

Berkeliling Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau dengan naik sepeda pada Mei 2016

 

Baliklah aku ke luar penginapan dan kemudian memeriksa kondisi sepeda. Alhamdulillah, kedua bannya masih terisi angin meskipun terasa agak gembos. Aku angkat sepeda dan mencoba memutar pedal. Alhamdulillah, ban belakangnya juga masih bisa berputar.

 

Dari pemeriksaan singkat aku menyimpulkan, sepeda made in Cina ini masih layak pakai untuk diajak berkeliling-keliling. Walaupun ya dengan sejumlah catatan. Tiang sadelnya agak pendek, nggak bisa berpindah gigi, serta remnya kurang pakem. Yang bikin aku heran, remnya sudah disc brake lho!

 

 

Bersepeda Nyari Makan Sekalian Berburu Foto

Nah, berikut ini adalah sudut-sudut di Kota Daik yang sempat aku potret sembari bersepeda sore pada Jumat (29/4/2016) silam. Bagi Pembaca yang ingin tahu seperti apa suasana dan kehidupan di pulau di pelosok Indonesia, maka Pembaca sudah blusukan di blog yang tepat!

 

Yuk, bersepeda sore-sore keliling Daik!

 

Pasar di Daik

Berjarak sekitar 100 meter dari penginapan adalah foto di bawah ini. Sebetulnya, ini itu pertigaan dengan cabang jalan ke kiri dan ke kanan. Nah, foto di bawah ini adalah foto cabang jalan yang arah ke kiri. Kalau lurus terus mengikuti cabang jalan ini nanti bakal berjumpa dengan klenteng.

 

Kios-kios perdagangan tempat aktivitas ekonomi di kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Aku sendiri menyebut daerah ini dengan sebutan “pertigaan pasar”. Meskipun ya sepertinya, sebutan itu kurang tepat. Sebab, berdasarkan penuturan beberapa warga yang aku jumpai, di Daik ini sama sekali nggak ada pasar! Weh!

 

Tapi tetap, menurutku kawasan seputar pertigaan ini merupakan pusat aktivitas ekonomi di Daik. Di sini ada banyak kios-kios. Sayangnya, pukul 5 sore lebih sudah banyak kios yang tutup. Jadinya aku kurang tahu, apakah kios-kiosnya itu sebetulnya beroperasi semua dan menjual benda-benda apa saja.

 

Bangunan tak layak huni yang disebut sebagai pasar baru yang terletak di pusat Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Sebetulnya ya nggak tepat juga kalau dibilang bahwa di Daik nggak ada pasar. Aku sempat lewat suatu bangunan yang diberi plakat bertuliskan “PASAR BARU”. Tapi ya... masak bangunan semacam ini disebutnya pasar sih? Jauh banget dari bayanganku pada bangunan pasar pada umumnya.

 

Kalau dipikir-pikir, lumrah bilamana orang-orang lantas memilih berjualan di kios-kios yang bangunannya lebih representatif untuk berjualan. Hmmm... jadi ya dianggap benar sajalah bahwasanya di Daik itu nggak ada pasar.

 

Tempat-Tempat Ibadah di Daik

Seperti yang barusan aku bilang. Kalau terus mengikuti cabang jalan ini nanti bakal berjumpa dengan klenteng. Sepertinya, klenteng di Daik ya cuma satu ini deh.

 

Tampak luar Klenteng tempat ibadah umat konghucu dari etnis tionghoa di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Suasana sakral di dalam Klenteng tempat ibadah umat konghucu dari etnis tionghoa di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Keberadaan klenteng ini menandakan bahwa Daik turut dihuni oleh warga etnis Tionghoa yang taat beribadah . Sayang sekali, gerbang masuk ke klenteng tertutup. Jadi, aku hanya bisa mengambil foto klenteng ini dari luar. Aku kan bukan orang yang hobi masuk ke tempat ibadah tanpa kulo nuwun, hehehe.

 

Komunitas Muslim Melayu di lokasi Masjid Jami Sultan Lingga yang terletak di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Mayoritas warga Daik (dan juga warga di Pulau Lingga) adalah suku Melayu. Umumnya, suku Melayu kan muslim. Jadi ya bisa ditebak, di Daik sini juga bisa dijumpai sejumlah masjid. Walaupun ya jumlah masjid di Daik nggak begitu banyak karena ya populasi warga di Daik kan sedikit.

 

Salah satu masjid yang sempat aku singgahi dan numpang salat di sana adalah Masjid Jami’ Sultan Lingga. Masjid ini merupakan peninggalan bersejarah karena merupakan masjid yang dibangun semasa Kesultanan Lingga berkuasa.

 

Di artikel berikutnya ya aku bakal mengupas perihal sejarah Kesultanan Lingga.

 

Komunitas Muslim Bugis beribadah di Surau Al-Falah yang ada di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Masjid berikutnya yang sempat aku lewati adalah Surau Al-Falah. Warga setempat menyebutnya surau karena ukurannya lebih kecil dari Masjid Jami’ Sultan Lingga. Surau ini terletak di kawasan Kampung Bugis. Karena suku Bugis dikenal sebagai suku pelaut, jadi nggak heran bilamana populasi mereka juga terdapat di Pulau Lingga.

 

Oh iya, rasa-rasanya, ngobrol dengan warga Daik itu bagaikan ngobrol dengan orang Malaysia. Logat melayunya sama-sama kental. Hanya saja, kosakata yang dipakai mayoritas masih kosakata Melayu asli. Nggak disusupi sama kosakata serapan asing seperti yang orang Malaysia pakai.

 

Boleh dibilang, hanya di Daik inilah aku paling ngerti arti percakapannya orang daerah. Lha wong mereka ngomongnya pakainya bahasa Melayu kok!

 

Sudut-Sudut Jalan Raya di Daik

Selanjutnya aku mau ngasih lihat salah satu sudut pemandangan di Daik yang menunjukkan bahwa di Daik masih banyak tanah kosong! Singkat kata, di Daik sini masih banyak tempat buat bangun rumah!

 

Rumah yang menempati tanah luas yang ada di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Bentuk Rumah Adat Tradisional Zaman Dulu khas suku Melayu yang terbuat dari kayu di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Sapi merumput di suatu lahan kosong yang banyak terdapat di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Selama ini, karena aku hidupnya di Jawa, aku merasa kalau di Jawa ini sudah padat banget. Ambil contoh di Kota Jogja. Nyari tanah kosong untuk membangun rumah saja susahnya setengah mati. Kalaupun ada, harganya muaaahalnya selangit! Beh!

 

Sedangkan di Daik ini tanahnya masih turah-turah. Beberapa malah dijadikan tempat menggembala sapi. Eh, di Daik sini juga banyak sapi lho! Tapi sapinya masih sopan-sopan. Nggak seperti sapi di Aceh yang hobinya seliwar-seliwer di jalan raya. Soalnya, sapi-sapi di Daik ditali supaya nggak keliaran sembarangan, hahaha.

 

Seorang warga Daik sedang berolahraga lari sore di jalan raya yang membelah Kota Daik saat suasana sepi sekali pada Mei 2016

Sepeda Motor melaju tanpa hambatan dan pengemudinya tanpa memakai helm di suatu sore di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Hal yang membuat aku kagum di Daik adalah jalan rayanya yang lebar dan halus mulus! Nggak ada bolong-bolongnya sama sekali! Bisa jadi, karena populasi truk berat di Daik ini amat sangat minim. Mana jalan rayanya sepi pula. Seakan-akan, guling-guling di jalan raya juga nggak takut ketabrak deh!

 

Pemandangan Sudut kota di dekat pertigaan masjid Jami Sultan Lingga di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Satu-satunya lampu pengatur lalu lintas di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Di dekat Masjid Jami’ Sultan Lingga ada suatu pertigaan di mana di sana terdapat lampu pengatur lalu lintas. Sepengamatanku, inilah satu-satunya lampu pengatur lalu lintas yang ada di Daik!

 

Pas aku lewat sana, lampu pengatur lalu lintasnya dalam kondisi mati. Tapi... sebetulnya krusial banget nggak sih ada lampu pengatur lalu lintas di Daik ini? Kendaraan kan sedikit. Jumlah mobil saja bisa dihitung jari. Macet? Nggak ada!

 

Bahan Bakar Minyak di Daik

Di Daik ini juga nggak ada stasiun pengisian bahan bakar umum alias SPBU alias pom bensin lho!

 

Meski demikian, sepeda motor-sepeda motor yang hilir-mudik di jalan raya Daik itu ya tetap diberi minum bensin. Tapi, bensinnya nggak dijual di SPBU Pertamina, melainkan di Pertamini!

 

Kalau Pertamina punya slogan “Pasti Pas!”, Pertamini punya slogan “InsyaAllah Pas!”

 

Aaamiin!

 

Tempat jual dan harga bensin premium serta minyak tanah di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Jujur, ini bukan pertama kalinya aku lihat kios BBM yang mengusung nama Pertamini.

 

Kapan itu, pas mudik lewat jalur selatan di wilayah Jawa Barat, aku pernah lihat ada banyak kios penjual bensin eceran Pertamini yang pakai wadah botol kaca. Di Jambi dan Bengkulu aku juga pernah lihat ada Pertamini yang lebih maju karena sudah pakai sistem tangki dan selang. Sedangkan di Daik ini, Pertamini lebih maju lagi karena pakai sistem digital. Weleh....

 

Sebenarnya Pertamini itu agen remsi Pertamina untuk di wilayah pelosok bukan sih? Lha, kalau di pelosok nggak ada suplai BBM kan ya repot toh?

 

Harga BBM di sini juga nggak terlalu mencekik leher. Satu liter premium dihargai Rp8.000. Sedangkan minyak tanah dihargai satu liternya Rp9.000. Konsumsi bensin di sini boleh dibilang irit ya, soalnya jalanannya kan nggak pernah macet.

 

Eh iya, mayoritas warga Daik kalau memasak masih pakai minyak tanah. Di Daik ini gas LPG langka. Oleh karena itu, harga gas LPG yang tabung melon hijau itu jauuuh lebih mahal daripada harga minyak tanah.

 

Tempat Pelayanan Umum di Daik

Bicara tentang pelayanan umum, Daik juga dilengkapi dengan sejumlah sarana pelayanan umum lho!

 

Lokasi dan letak kantor Pemadam Kebakaran di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Yang menarik perhatianku adalah Kantor Pemadam Kebakaran Kabupaten Lingga. Pas waktu itu, hanya ada 1 unit mobil pemadam kebakaran yang tampak terparkir di halaman luar. Ini menarik ya, soalnya aku sendiri jarang lihat kantor pemadam kebakaran pas blusukan ke sana-sini. Letak Kantor Pemadam Kebakaran Kabupaten Lingga ini ada di seberangnya lapangan besar.

 

Melihat ada kantor pemadam kebakaran beserta mobilnya seperti ini bikin aku lega. Soalnya, semisal ada musibah kebakaran di Daik, sudah tersedia unit untuk menanggulanginya.

 

Aku jadi teringat sama pengalamanku pas blusukan di pemukiman di pelosok perbukitan. Aku acap kali mikir, gimana ya seandainya di sana terjadi kebakaran? Mereka memadamkannya pakai cara apa ya? Soalnya kan jalan di pelosok perbukitan lumayan sulit dilalui oleh kendaraan seperti mobil pemadam kebakaran. Ya toh?

 

Tapi, sepengamatanku juga, di Daik aku nggak lihat ada hidran. Apa mungkin letaknya di tempat-tempat yang kurang mencolok ya? Yah, semoga saja pasokan air untuk memadamkan bilamana ada musibah kebakaran lancar.

 

Tampak luar SD Negeri 01 Lingga yang terletak di pusat kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Terus, di dekat kantor Pemadam Kebakaran Kabupaten Lingga ini ada bangunan sekolah. Tepatnya, SD Negeri 001 Lingga. Pas keliling-keliling Daik aku hanya melihat bangunan sekolah ini. Tapi, pas di hari Sabtunya aku muter-muter di sekitar Lingga, aku sempat melewati sejumlah bangunan SMP dan SMA.

 

Di pelosok daerah, aku seringkali terenyuh ketika melihat siswa-siswi sekolah. Meskipun hidup di lokasi yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar, mereka masih semangat untuk sekolah. Semoga semangat dari siswa-siswi di pelosok ini turut diimbangi oleh semangat guru-guru dalam memberikan ilmu (dan peran pemerintah juga! ).

 

Bundaran jalan raya yang terletak di dekat lapangan alun-alun Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Panggung rakyat dan garasi bus dinas Pemerintah Kabupaten Lingga yang diparkir di lapangan besar Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Eh, sebelum kelupaan, di dekat SD Negeri 001 Lingga ini (dan juga kantor Pemadam Kebakaran Kabupaten Lingga) ada lapangan yang sepertinya umum digunakan sebagai tempat berkumpulnya warga Daik pas lagi ada acara. Ya, mirip seperti alun-alun gitu lah.

 

Di sini ada bangunan yang terkesan nggak terawat yang mirip seperti panggung. Di sebelahnya ada semacam “garasi” untuk bus dinas Kabupaten Lingga. Sebetulnya, di kawasan lapangan ini juga ada bangunan semacam kantor. Tapi aku kurang tahu itu kantor apa.

 

Meriam tua peninggalan Belanda dan Kesultanan Lingga yang dipajang di lapangan Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Benda menarik yang ada di lapangan ini adalah sepasang meriam tua. Sepertinya ini peninggalan zaman dulu di masa Kesultanan Lingga. Di artikel berikutnya terkait sejarah Lingga aku bakal pajang banyak foto-foto meriam tua deh, hahaha.

 

Letak dan Lokasi Kantor Satpol PP di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Di Daik ternyata juga ada Kantor Satpol PP! Tapi, di Daik ini Satpol PP kerjanya apa ya? Soalnya, selama ini aku beranggapan kalau kerja Satpol PP itu identik dengan penertiban pedagang kaki lima. Tapi, pas aku keliling-keliling ini aku sama sekali nggak lihat ada pedagang kaki lima. Apa ini hasil kerjanya Satpol PP ya?

 

Letak dan Lokasi Kantor Pos Indonesia di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Oh iya! Di artikelku yang sebelum ini kan aku sempat ngasih lihat foto paket yang dikirim lewat Pos Indonesia. Nah, di Daik ini lokasi kantor pos ada di dekat pertigaan yang dijaga oleh satu-satunya lampu pengatur lalu lintas itu.

 

Sejarah dan cerita bekas penjara peninggalan Belanda yang terkenal angker yang ada di Kota di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

Tampak Luar bangunan bersejarah bekas penjara peninggalan Belanda yang terkenal angker yang ada di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Bangunan menarik lain terletak di seberangnya kantor pos. Yang tidak lain adalah penjara! Eh, penjara kan juga termasuk pelayanan umum toh?

 

Yang membuat unik adalah penjara ini merupakan benda cagar budaya alias peninggalan bersejarah. Tepatnya, penjara peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1936.

 

Berhubung lokasi penjaranya ini sepi #apa.hubungannya dan akunya penasaran #ini.baru.bener, jadi tanpa malu-malu aku mendekat dan melongok ke dalam sel penjara. Kira-kira apa ya isinya?

 

Isi dalam sel penjara belanda yang angker dan berhantu di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Hooo... ternyata di dalam selnya ini ada kloset jongkok. Kemudian juga ada bak penampungan air. Lumayan lah buat jadi tempat mencari inspirasi sambil ngendog. #eh

 

Bisa dibilang sel ini nggak ada bedanya dengan toilet umum. Ukuran selnya kecil. Lebarnya sekitar 1 meter. Panjangnya mungkin hanya 3 meter. Bangunan penjara ini memiliki total 4 sel. Semasa penjara ini masih aktif dipergunakan bisa jadi dalam satu sel dijejali banyak orang mirip isi kaleng sarden.

 

Yang Langka di Daik?

Itu tadi sejumlah sarana pelayanan umum yang sempat aku jumpai pas keliling Daik. Hanya satu yang aku nggak nemu dan mungkin Pembaca sudah bisa menebak, yaitu puskesmas atau rumah sakit.

 

Ternyata, puskesmas di Daik itu letaknya agak jauh. Di kawasan pinggir kota gitu lah. Tapi di kawasan tengah kota sendiri ada banyak dokter-dokter yang membuka jasa praktek. Macamnya dokter umum dan dokter gigi.

 

Di Daik ATM itu juga langka banget lho! Hanya ada satu ATM. Itu pun dari BRI. Jadi, sebelum berkunjung ke Daik ada baiknya nyetok banyak uang tunai dari Tanjungpinang dulu.

 

Tempat Jual Makan di Daik

Waktu sudah beranjak semakin sore. Dari tadi aku keliling-keliling Daik tapi belum juga memutuskan beli makan di mana, hahaha.

 

Di Daik ada sejumlah warung makan yang umum biasa aku jumpai di Jawa. Macamnya warung bakso, mie ayam, sate, dan warung sejuta umat yang apalagi kalau bukan warung makan Padang!

 

Harga Makanan di Warung Makan Padang di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Sesuai dugaan, berhubung sudah sore (banget) lauk yang ada di warung makan Padang hanya tinggal segelintir. Alhamdulillah, masih tersisa tahu sama tempe yang notabene lauk yang murah meriah.

 

Eh, tapi di Daik ini, makan nasi dengan lauk tahu dan tempe nggak bisa dibilang murah juga sih. Menurutku (sebagai yang berdomisili di Jogja), harga nasi padang lauk tahu tempe di Daik agak mahal, yaitu Rp12.000. Sedangkan di Jogja, paling hanya Rp6.000. #jogja.murah

 

Keesokan hari, di hari Sabtu, aku sempat mencoba makan pakai nasi dengan lauk ikan bakar. Harganya juga lumayan mahal, Rp22.000. Mungkin karena di pulau ya, jadinya apa-apa mahal.

 

Harga Produk Kebutuhan sehari-hari di Swalayan Minimarket Metro di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada Mei 2016

 

Sumber makanan lain #kayak.apaan.aja yang buka sampai malam di Daik adalah minimarket. Di Daik ini nggak ada minimarket waralaba. Sepengamatanku, hanya ada 2 minimarket di Daik ini. Selain minimarket ya ada juga warung kelontong biasa sih.

 

Produk-produk yang dijual di minimarket ya seperti umumnya produk-produk yang biasa aku lihat di minimarket di Jogja. Beberapa malah ada produk impor semacam dari Malaysia.

 

Sedangkan harga-harganya terbilang lebih mahal bila dibandingkan dengan harga di Jogja #ya.iyalah. Minuman dalam kemasan yang di Jogja sini dihargai Rp3.500, di Daik dihargai Rp5.000. Rata-rata ya lebih mahal sampai dengan 50% dari harga di Jogja. Untuk harga kebutuhan pokok, aku sempat mencatat 1 kg beras harganya Rp12.000 dan 1 butir telur Rp1.500.

 

 

Penutup Jalan-Jalan Sore

Inilah artikelku kali ini yang semoga bisa memberi gambaran seperti apa kehidupan di Kota Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau yang letaknya ada di Pulau Lingga.

 

Semisal suatu saat Pembaca berkesempatan singgah di Daik, semoga artikel ini bisa membantu untuk memetakan tempat-tempat yang sekiranya bisa dimanfaatkan untuk bertahan hidup, hahaha.

 

Untuk warga Daik atau warga Lingga yang kebetulan membaca artikel ini, mohon maaf apabila aku ada kekurangan dalam mendeskripsikan tempat-tempat di atas. Semoga berkenan untuk turut membantu mengkoreksi.

 

Masih banyak sudut-sudut di Daik dan sekitarnya yang belum terkespos olehku karena keterbatasan waktu. Apabila suatu saat nanti aku dapat kembali singgah di Daik, semoga aku diberi kesempatan untuk menjelajah Daik secara lebih “intim”, hihihi.

 

Siapa tahu, bangunan-bangunan dan pemandangan-pemandangan yang terekam di foto-fotoku ini bakal hilang atau berubah tatakala Pembaca berkesempatan singgah di Daik suatu saat nanti.

 

 

Pembaca juga suka jalan-jalan sore sambil keliling-keliling tempat tinggal kan?


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!
  • MUHAMMAD LORI
    avatar komentator ke-0
    MUHAMMAD LORI #Jumat, 19 Jun 2020, 15:16 WIB
    Usiaku 65 thn. Sejak lame sampai kini belum
    berkesampaian ingin ke Daik. Hambe
    turunan kelima orang yang berasal dari Daik.
    Beliau datang ke Kalbar kira kira awal abad
    18, mereka datang dengan kapal dan
    berdagang. Semule mereka berpindah
    pindah. Dihari tua mereka berpencar
    menetap, yang tertua bernama Juragan
    Muhammad Saleh, moyang buyutku
    menetap dan meninggal di dabong kec.
    Kubu kab. Kuburaya. Adiknya yang bungsu
    Muhammad Yamin menetap dan meninggal
    di Meliau kab. Sanggau dan tidak punya
    turunan. Sedang yang satunya sepupu dari
    kedua abang adik. Beliau menetap dan
    meninggal di Suka lanting kec. Sei Raya Kab
    Kuburaya. Nama dan data keluarga tidak
    kudapatkan. Ketiganya karomah dimana
    tempat menetapnya. Kalau diberi umur dan
    rezeki rasanya pengin kedaik.
  • ADE CHANDRA
    avatar komentator ke-1
    ADE CHANDRA #Minggu, 11 Feb 2018, 21:53 WIB
    Terimakasih informasi seputar Daik.
    Ini sangat membantu saya yang sebentar lagi pindah tugas dari Bintan ke Daik Lingga.
    Sama-sama Bang. Semoga sukses dan lancar tugas di Daik.
  • DIKA
    avatar komentator ke-2
    DIKA #Sabtu, 23 Des 2017, 14:55 WIB
    Baru-baru ini Pasar Daik itu kebakaran, semuanya hangus. Coba liat videonya di Youtube.
    weeeh!? Semoga para pedagang pasarnya diberi ketabahan dan diberi rezeki yang lebih baik. Aamiin
  • IDA
    avatar komentator ke-3
    IDA #Minggu, 12 Nov 2017, 15:36 WIB
    terimakasih atas ulasannya sangat membantu sekali
    sama-sama, semoga mendapat pengalaman yang menyenangkan di Pulau Lingga :)
  • GUSTY NATUNA
    avatar komentator ke-4
    GUSTY NATUNA #Senin, 4 Sep 2017, 14:33 WIB
    Rindu Daik Lingga...entah kapan lagi bisa ke sana...SD 001 sudah banyak berubah...dulu waktu sekolah di sana bangunannya dari papan semua...
    Iya, Daik sudah semakin modern walaupun ya belum menyaingi Tanjungpinang.
  • H.ROZALL
    avatar komentator ke-5
    H.ROZALL #Minggu, 20 Ags 2017, 15:32 WIB
    Wau! Aku kepingin jalan-jalan ke Pulau Lingga tapi belum ada kesempatan.
    Suasananya tentu bagus dan indah.
    Iya, suasana di Pulau Lingga masih alami. Belum terlalu banyak disentuh modernisasi. Semoga suatu saat dirimu berkesempatan singgah di Pulau Lingga yah. :D
  • YOKA ARISNA
    avatar komentator ke-6
    YOKA ARISNA #Jumat, 14 Apr 2017, 20:52 WIB
    Di Lingga seru kok udara sejuk, sejauh mata memandang hutan pohon-pohon.. ada pantai yang banyak.. yang terkenal sih Pasir Panjang.. banyak lagi deh... liburannya ke Lingga laa

    Kakak, abang, saudara, saudari.. di sini Melayu bahasanya dominan. Seru kok.. saya bisa ajak keliling Lingga.. foto yang perahu tadi itu di Kampung Melukap Laut di kampung saya tinggal..

    Salam ya dari anak Lingga.. info aja di Facebook namanya YOKA ARISNA. No HP 081293104003. PIN BBM D7E7A863..

    Salam kenal .Makasih semue nye..hehe
    Lingga memang seru! Masih asri dan masih banyak tempat-tempat yang menarik buat dijelajahi! :D

    Ayooo, siapa Pembaca yang mau ke Lingga bisa menghubungi Yoka Arisna buat di-guide jalan-jalan. :D
  • YOKA ARISNA
    avatar komentator ke-7
    YOKA ARISNA #Jumat, 14 Apr 2017, 20:44 WIB
    Saya anak Lingga...jika ke sini info ya Mas. Kakak, saudara, saudari.. kami semue ni siap ngajak jalan-jalan...
    Hahaha, siap! :D
  • FERIS NAGA
    avatar komentator ke-8
    FERIS NAGA #Minggu, 5 Feb 2017, 21:07 WIB
    Bro tolong referensinya dong tentang hotel didaik.
    harganya, jaraknya dari pelabuhan trus yang
    recomended gitulah. makasih
    Hotel di Daik yang lumayan bagus sepertinya hanya hotel Lingga Pesona. Tarif menginapnya kurang tahu. Tapi kalau mengamati bangunan hotelnya kira-kira ya di kisaran ratusan ribu. Jarak Kota Daik dari pelabuhan Tanjung Buton itu sekitar 7 km. Ke sananya nanti naik ojek.
  • ROBBIHAFZAN
    avatar komentator ke-9
    ROBBIHAFZAN #Senin, 7 Nov 2016, 15:12 WIB
    unik sekali ibu kota Lingga :)
    hehehe, sekali-kali mencoba melihat suasana di pulau di ujung lautan. :D
  • MAS DIMAS
    avatar komentator ke-10
    MAS DIMAS #Senin, 25 Jul 2016, 17:30 WIB
    ngga sekalian ke pulau singkep mas? kota timah... lebih rame dan banyak yg bisa
    dikunjungi
    Lain kali ya bro semisal ada kesempatan bakal dicoba ke sana deh. :)
  • AVANT GARDE
    avatar komentator ke-11
    AVANT GARDE #Senin, 18 Jul 2016, 16:26 WIB
    jadi nyesel 3 tahun lebih tinggal di karimun nggak pernah sekalipun ke lingga :((
    btw, ditunggu postingan tentang museum linggam cahaya ya mas mawi
    Wah, nggak sempat masuk ke museum Bang soalnya belum buka. :(
  • DWI SUSANTI
    avatar komentator ke-12
    DWI SUSANTI #Kamis, 14 Jul 2016, 18:49 WIB
    Setelah terombang ambing perasaan, eh di atas
    kapal... bisa banget yaa nerocos cerita setiap sudut
    Daik.
    Mulai dari perahu, sapi, tempat ibadah, pertamini,
    pelayanan umum, jalan jalannya, harga makan --
    Kaya udah bisa dibuat profil wilayah haha
    Harusnya disurvey juga dong populasi jomblonya
    Biar lebih bisa memetakan persebarannya :))
    Hahahaha, lain kali ya klo punya waktu luang lebih banyak nanti lebih menjelajah lagi. :D
  • IWCAKSONO
    avatar komentator ke-13
    IWCAKSONO #Kamis, 14 Jul 2016, 15:18 WIB
    tenang, sepi, nyaman.....

    btw kalau tempat nongkrong anak muda pas malam mingguan gitu dimana?
    Nah itu dia aku juga masih penasaran Bro. Mau keluyuran malam-malam malah mati lampu jadi ya sudah di dalam kamar hotel saja, hahaha. :D
  • FANNY FRISTHIKA NILA
    avatar komentator ke-14
    FANNY FRISTHIKA NILA #Selasa, 12 Jul 2016, 22:30 WIB
    waaah kamu dari riau yaa... aku ntr mau baca yg postingan bintannya.. ada planning mw
    kesana soalnya :D..

    daik ini menarik juga ya... sepi bangeettt ^o^.. kota yg begini nih mas yg aku suka
    sebenernya..enak utk liburan... tapi susah juga sih kalo g ada transport umum.. sewa
    mobil jg g ada ya... mikirin kalo bawa anak ksana gmn jalan2nya p
    Wah klo artikel di Bintan malah hanya secuil mbak, hahaha. Maklum ke sananya cuma 2 hari nggak sempat menjelajah banyak.

    Iya, kalau ke Lingga ini agak kurang cocok untuk wisata yang membawa anak kecil. Karena ibaratnya ya pulang ke kampung gitu lah.