Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Jumat, 10 April 2015, 10:40 WIB

Ada soal yang bunyinya,

“Jelaskan langkah-langkah agar suatu objek wisata menarik bagi wisatawan!”

 

Belum selesai memikirkan jawaban dari soal itu, eh, muncul lagi soal yang lain yang bunyinya,

“Jelaskan langkah-langkah agar suatu objek wisata menarik bagi wisatawan dengan tujuan mensejahterakan penduduk setempat namun tetap menjaga kelestarian alam di sekitarnya!”

 

Soalnya mulai tambah sulit nih. Eh, baru mau mikir sudah muncul lagi soal ketiga yang berbunyi,

“Jelaskan langkah-langkah agar suatu objek wisata tidak ramai oleh wisatawan namun tetap dapat mensejahterakan penduduk setempat!”

 

DUER! Makin mumet lah mikir jawabannya!

 

Kalau begini soalnya, nanti sajalah aku jawab pas sudah muncul soal

“Jelaskan cara supaya cepat kaya tanpa perlu bergerak keluar rumah!”

 

Ora Kalap!

 

Berdasarkan survei kecil-kecilan dari mulut ke mulut, berikut adalah hal-hal yang mengurangi kenyamanan wisatawan dalam menikmati objek wisata:

  1. Jumlah pengunjung yang (terlampau) ramai.
  2. Sulitnya akses.
  3. Kotor dan tidak terawat.
  4. Minimnya fasilitas umum.
  5. Ketidakramahan warga setempat.

 

Pembaca semua setuju? Kalau kurang setuju, langsung aja kasih saran di kotak komentar lho!

 

Berdasarkan hasil pengamatan ala kadarnya, ada tiga pelaku di bidang pariwisata, yaitu pemerintah, pengelola (dalam hal ini penduduk setempat), dan wisatawan. Ketiga pelaku ini berperan dalam menentukan apakah suatu objek wisata dapat dinikmati dengan nyaman atau tidak.

 

Bila kita kembali ke soal-soal di awal artikel ini, dengan memperbaiki kelima poin di atas menurutku sih objek wisata bakal menarik bagi wisatawan. Setuju Pembaca?

 

Kalau untuk mesejahterakan penduduk setempat (pengelola)... hmmm... ini yang menurutku agak sulit karena ujung-ujungnya pasti urusannya sama duit, hahaha. Pelaku yang paling bisa mensejahterakan penduduk setempat menurutku ya hanya wisatawan. Masak minta penghidupan dari pemerintah? Kalau maunya gitu ya jadi PNS saja sana. Hahaha.

 

Umumnya, penduduk setempat bisa menjual jasa maupun produk yang kelak dibeli oleh wisatawan. Logikanya, semakin banyak wisatawan yang membeli maka pendapatan akan meningkat. Pendapatan yang meningkat akan turut berdampak pada meningkatnya kesejahteraan. Betul begitu toh Pembaca?

 

Salah satu cara agar banyak wisatawan yang membeli adalah dengan mengundang lebih banyak wisatawan ke objek wisata. Sayangnya, setiap objek wisata memiliki daya dukungnya sendiri-sendiri. Termasuk di antaranya daya dukung jumlah wisatawan. Kalau sudah over limit, ya... bubrah! Paham toh?

 

Lalu bagaimana caranya supaya wisatawan tidak terlampau banyak, tapi penduduk setempat tetap bisa sejahtera? Apakah perlu subsidi dari pemerintah? (manjanya...) Atau memberi harga yang tinggi untuk tiap jasa dan produk yang dijual? Lha, nanti wisatawan malah tidak tertarik membeli? Mumet toh?

 

Berhubung artikel ini kayaknya sudah kepanjangan, aku lanjutkan di bagian kedua deh. Itu pun kalau aku masih kepingin ngoceh, hehehe.


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!
  • CAHYO
    avatar komentator ke-0
    CAHYO #Senin, 20 Apr 2015, 12:39 WIB
    Mental penduduk-e di servis dulu ato di-\"reset to default\" njur di-klik menu RAMAH & PEDULI.... weees ampuh kuwi!
    Waduh! Emang e penduduk lokal ki kamera po? :D
  • MISSRISNA
    avatar komentator ke-1
    MISSRISNA #Kamis, 16 Apr 2015, 11:47 WIB
    Nunggu bagian dua lah baru komentar. Yang jelas sekarang lagi tanya diri sendiri, apakah saya seoarang wisatawan latah yang yang hanya penikmat tempat wisata?
    Padahal bagian duanya terbitnya masih luamaaa.
  • PERCHA
    avatar komentator ke-2
    PERCHA #Selasa, 14 Apr 2015, 22:34 WIB
    Wah satu aja (mungkin) solusinya, pemerintah harus tegas baik dari sisi peraturan dan pelaksanaannya di lapangan. Misalnya soal aturan retribusi tiket, transportasi, pengelolaan penginapan, tempat makan, hingga keamanan bisa semua (dipaksa) diatur oleh pemerintah dengan memperhatikan kontribusi oleh warga lokal. Itu menurut saya loh bro :)
    Kok jadinya malah kayak sistem ekonomi sosialis?
  • HILDA IKKA
    avatar komentator ke-3
    HILDA IKKA #Senin, 13 Apr 2015, 16:41 WIB
    Wah... bisa jadi bahan perenungan. Hmm... kayaknya soal kayak gini cocok disodorin buat calon Menteri Pariwisata :D
    Semoga ada calon menteri pariwisata yang membaca artkel ini. XD
  • BLOGGER INDONESIA
    avatar komentator ke-4
    BLOGGER INDONESIA #Senin, 13 Apr 2015, 15:22 WIB
    Kalau saya sendiri yang paling membuat tidak nyaman itu bila pengunjungnya terlalu ramai, seperti pantai-pantai pada saat tahun baruan, hehehehe.
    Pantai-pantai kalau tahun baruan memang ramainya mengalahkan pasar induk :D
  • NDOP
    avatar komentator ke-5
    NDOP #Sabtu, 11 Apr 2015, 22:34 WIB
    Goa Jomblang itu contohnya. Wisata mahal yang kalau ke sana selalu privat dan sepi. Bhahahhaa...
    Karena harganya muahal banget! :D
  • EM
    avatar komentator ke-6
    EM #Sabtu, 11 Apr 2015, 17:36 WIB
    Ujung-ujungnya adalah, gimana dengan segera bisa sustainable wisata tersebut. Saya yakin kok, wisata itu jadi incaran buat dikunjungi karena emang ada keunggulan di banding wisata yang lain. Nah, entah kenapa saya lebih suka, ketika yang menggarap wisata tersebut adalah masyarakat setempat, keterikatan dan rasa tanggung jawab perlu ditularkan ke wisatawan. Ah, yang penting ada roadmap yang jelas buat mewujudkannya plus kesadaran bahwa semua pihak punya misi sesuai perannya :D Anggaplah saya ndobos.
    Yang lebih tepat memang seharusnya warga lokal yang menggarap potensi di tempat tinggal mereka. Sayangnya warga lokal ini biasanya nggak punya banyak modal. Alhasil, pihak luar yang bermodal ikut campur deh....
  • IDAH
    avatar komentator ke-7
    IDAH #Sabtu, 11 Apr 2015, 08:03 WIB
    Pertanyaannya kelas atas, sih. Aku juga ngga bisa jawab. Hahaha Wisatawan menjadi banyak itu kadang sebagai tolak ukur sebuah objek wisata yo. Nek misal ramai ya, sakse. Nek sepi, ya terus ngiklan ben rame. UUD: Ujung Ujungnya Duit. Hahaha
    Sedih. Semakin banyak wisatawan lokasi obyek wisatanya berpotensi lebih cepat rusak. :(
  • FAHMI
    avatar komentator ke-8
    FAHMI #Jumat, 10 Apr 2015, 16:43 WIB
    Point utamanya sebenarnya adalah level edukasi masyarakat kita yang berbeda. Makanya kalau sebuah destinasi wisata jadi ramai, bakal jadi overload dan berantakan. Terus campur tangan pemerintah juga kurang maksimal sih. Kalau turisnya ngerti dan ikut menjaga, dibarengi pemerintah yang serius mengelola, pasti semua destinasi baik-baik saja. Pertanyaanya, tapi kapan? Turis lokalnya masih banyak yang suka buang sampah sembarangan, vandalisme. Terus pemerintah masih percaya jualan bahan tambang lebih menguntungkan daripada serius mengelola pariwsata. Yah gitu deh~ :D maap ngelantur panjang.
    Betul, kayaknya perlu itu dimasukin materi tentang edukasi berwisata di salah satu mata pelajaran sekolah.
  • IWCAKSONO
    avatar komentator ke-9
    IWCAKSONO #Jumat, 10 Apr 2015, 16:00 WIB
    6. Keamanan maklum di sini masih banyak begal :))
    Nah itu yang bikin keringat dingin, hehehe. :D
  • SULIS SHA
    avatar komentator ke-10
    SULIS SHA #Jumat, 10 Apr 2015, 15:49 WIB
    Satu lagi mas yang bikin wisatawan nyaman berkunjung makanannya enak dan murah. Sekarang kan emang lagi trend foto-foto kulineran. Saya sendiri kalau mau ke tempat wisata mikir-mikir dulu. Makanannya murah, enak di lidah dan enak difoto nggak ya? Hehe...
    Kalau gitu sering-sering saja wisata ke kota-kota di Jawa Tengah. Umumnya harga makanannya lebih murah daripada di Jawa Barat dan Jawa Timur. Cuma ya bagus nggak ya buat difoto? :D